Daniel Tjen, 30 tahun berkarir pada satuan kesehatan TNI, mendalami Biodefense


Daniel Tjen, 30 tahun berkarir pada satuan kesehatan TNI, mendalami Biodefense

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 20 Agustus 2021/Indonesia Media – Mayor Jenderal TNI (Purn.) dr. Daniel Tjen, Sp.S, menjawab pertanyaan wartawan sambil tertawa lepas ketika ditanya suka dukanya selama 30 tahun (1985–2015) mengemban tugas dan meniti karir pada Tentara Nasional Indonesia (TNI) satuan kesehatan. Gaya tertawa lepasnya menunjukan bahwa ia merasakan lebih banyak sukanya dibandingkan dukanya menjalankan tugas dengan berbagai risiko menjadi seorang prajurit. “(berkarir pada TNI) lebih banyak sukanya. Saya bisa keliling Indonesia dan keliling dunia. Walaupun tugas, kemana saja, ke berbagai daerah termasuk daerah konflik seperti Timor Timur (1985 – 1990), saya menikmati,” kata Daniel Tjen saat ditemui Redaksi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan

Salah satu tugas dan pekerjaan yang dijalani dengan keliling dunia, yakni sebagai chairman ICMM (international committee of military medicine) di Belgia. Kapasitasnya sebagai chairman, otomatis dia harus melakukan berbagai kegiatan, pertemuan dengan satuan kesehatan militer berbagai negara. “Sehingga saya merasakan lebih banyak sukanya sebagai dokter militer,” kata jenderal bertinggi badan 168 cm.

Setelah lulus pendidikan dokter pada 1984, ia melihat sejumlah seniornya sukses masuk menjadi tentara melalui jalur wamil (wajib militer). Daniel pun ikut mendaftar Tentara lewat jalur wamil pada 1984. Setahun kemudian, dia lulus sekolah calon perwira (secapa) dan mendapat tugas pertama di Kodam IX/Udayana. Tepatnya di Yonif 744 yang bermarkas di Lospalos, Timor Timur (sekarang Timor Leste). Dia langsung bertugas dalam operasi militer. Daniel bertugas selama 2,5 tahun di kota berpenduduk sekitar 28 ribu jiwa itu. Selanjutnya, dia pindah tugas ke ibu kota Timor Leste, Dili. Selama 4-5 tahun dia bertugas di wilayah yang kemudian lepas dari RI pada 1999 tersebut. Selepas dari Timor Leste, Daniel menjalani tour of duty jabatan dan penugasan. Dia sempat bertugas di Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), di Kodam III/Siliwangi, hingga akhirnya di Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. Dengan cepat, menjabat wakil direktur kesehatan AD, lalu promosi menjadi wakil kepala pusat kesehatan (Wakapuskes) TNI. “Penempatan pertama saya di Timtim (Timor Timur), berangkat tugas tahun 1985. Terakhir saya meninggalkan Kodam Udayana (Bali), Pangdam (Panglima Komando Daerah Militer) dijabat pak Sintong Panjaitan. Jelang pensiun (sebagai Kepala Pusat Kesehatan TNI, Desember 2013 – April 2015), Panglima TNI nya masih dijabat pak Moeldoko (sekarang menjabat Kepala Staf Kepresidenan/KSP),” kata alumni program spesialis neurologi FKUI.

Terlahir dari orang tua keturunan Tionghoa, tidak serta merta kelima saudara kandungnya ‘ditakdirkan’ menjadi pedagang atau pebisnis, pekerja di perusahaan swasta. Daniel bukan satu-satunya yang memilih jalan hidup out of the box, yakni menjadi tentara. Karena salah satu saudara kandungnya juga meniti karir sebagai politisi, menjadi anggota DPR RI. Ia pun juga tidak merasa sebagai ‘barang langka’ menjadi seorang prajurit, walaupun awal karirnya di bidang teknologi komunikasi. Setelah lulus SMA Negeri Kacang Pedang, Pangkalpinang, prov. Bangka Belitung (Babel), ia merantau ke Jakarta untuk bekerja. “Saya sudah diterima di perusahaan telekomunikasi asal Norwegia, dan sempat kesana (Norwegia). Lalu pulang ke Indonesia, dan kuliah di fakultas kedokteran umum Ukrida, Jakarta. Jalan hidup yang sudah diatur Tuhan,” kata pemilik nama Tionghoa ‘Tjen Djan Liong’.

Kendatipun sudah pensiun dari TNI, ia masih aktif membangun networking dengan berbagai institusi, termasuk Johns Hopkins University, USA dan strategic multilateral dialogue on biosecurity. Kegiatan dialogue tersebut semakin relevan dan signifikan di tengah pandemic covid-19, sampai 39 juta kasus terkonfirmasi di berbagai negara di dunia. Sebagai expert biosecurity, ia melihat bahwa covid-19 sebetulnya sudah diprediksi sejak lama “Saya mulai geluti biodefense awal tahun 2000. Ke depan, ancaman dunia di situ (biodefense). Berbagai senjata pemusnah masala tau weapon of mass destruction (WMD); nuclear, chemical, biological bisa mematikan untuk umat manusia. Dari ketiga (WMD), yang paling menakutkan, (yakni) biological WMD,” kata pria kelahiran 25 Juni 1957, Sungailiat Bangka.

Pandemi covid yang sudah berlangsung hampir dua tahun juga tidak bisa hanya ditangani masing-masing negara, melainkan global. Karena 200 juta penduduk dunia jatuh sakit, lebih dari 50 persen keseluruhan Gross Domestic Product (GDP) habis, dan empat juta orang meninggal. “Covid-19 sangat massif menakutkan dan akan berulang, sehingga seluruh negara di dunia harus siap. Sehingga saya dan pak Endy M. Bayuni (senior editor the Jakarta Post) ikut dalam dialogue (biosecurity) sejak tahun 2014/2015, sebagai upaya membangun kapasitas. Sebagaimana WHO (Badan kesehatan dunia) sudah membuat tool untuk mencapai level healthcare systems,” kata Daniel Tjen. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *