Budaya makan onde khas Tionghoa masih relevan di tengah jor-joran teknologi informasi


Budaya makan onde khas Tionghoa masih relevan di tengah jor-joran teknologi informasi

 dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 26 Desember 2021/Indonesia Media – Budaya dan tradisi makan onde atau Tang Ce khas Tionghoa dianggap masih sangat relevan kendatipun masyarakat terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya semakin berorientasi pada teknologi informasi, metropolis dan pragmatis. Kota-kota besar dengan sajian hiburannya juga semakin jor-joran. “Onde mempererat hubungan keluarga. Masyarakat metropolitan selalu sibuk, dan setiap orang bisa pesan (onde) dengan aplikasi online. Tapi makannya bersama-sama dengan anggota keluarga,” pemerhati dan penulis novel sejarah Tionghoa Amalia mengatakan kepada Redaksi.

Pada tanggal 22 Desember 2011, masyarakat Tionghoa di seluruh dunia merayakan suasana musim semi atau “Dong Zhi” atau Winter Solstice. Perayaan ini merupakan perayaan terbesar dalam kalendar orang Tionghoa sebelum tahun baru Imlek yang jatuh pada 1 Pebruari 2022 mendatang. Suatu masa dahulu di Tiongkok daratan, perayaan ini identik dengan perayaan tahun baru. “Kalau onde (dikaitkan) untuk persembahyangan, sudah sangat jarang dan minim. Karena banyak orang Tionghoa yang pindah agama dan tidak lagi sembahyang leluhur. Walaupun sebetulnya budaya makan onde tidak terkait dengan agama,” kata perempuan yang akrab disapa ‘Lia’.

Acara Kongkow Budaya diselenggarakan di Wihara Dharma Jaya Toasebio Glodok, dihadiri oleh sekitar 80 orang dengan protokol kesehatan. Acara berlangsung pada sore hari di pelataran Wihara, penuh keakraban dan cuaca baik, tidak hujan walaupun mendung. Saat Sintara dan Lia sharing mengenai berbagai hal terkait dengan sejarah budaya Tionghoa, para peserta menikmati hidangan onde dan minuman wedang jahe. “Masyarakat modern sering hanya sibuk dengan gadget, bahkan di tengah suasana kumpul-kumpul anggota keluarga. Kalau ada sajian onde, mungkin mereka bisa mereduksi ketagihan main gadget,” kata alumni Universitas Paramadina Jakarta, ilmu komunikasi.

Di tempat yang sama, ketua Yayasan Toasebio Arifin Tanzil mengatakan bahwa acara makan onde dikombinasi dengan seminar informal, rileks plus hiburan musik tradisional Erl Hu. Tahun-tahun sebelumnya, acara makan onde di Toasebio hanya internal pengurus Yayasan dan umat Wihara saja. “Tahun ini, kami perluas (acara makan onde). Kami tetap menerapkan protokol kesehatan. Kami selenggarakan seminar di pelataran, plus hiburan. Masyarakat, terutama umat Toasebio kelihatan sangat antusias. Bahkan mereka juga ikut sumbang suara, nyanyi dengan iringan Erl Hu,” Arifin Tanzil mengatakan kepada Redaksi. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Budaya makan onde khas Tionghoa masih relevan di tengah jor-joran teknologi informasi

  1. Pengamat Geopolitik
    January 3, 2022 at 11:22 am

    Ngomong2 tentang makanan khas Tionghoa, kita jadi ingat kueh ranjang. Digoreng pakai telor, dimakan panas2 sambil minum kopi Thiam. Mak nyus mantap!

Leave a Reply to Pengamat Geopolitik Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *