Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilihJoko Widodo–Jusuf Kalla dikhawatirkan bakal terus digoyang kubu Koalisi Merah Putih di DPR. Mempunyai mayoritas anggota, koalisi pimpinan Prabowo Subianto ini terbukti bisa memenangkan beberapa keputusan di parlemen.
Kondisi tersebut tentu berpotensi menghambat jalannya tiap kebijakan yang dibuat Jokowi. Kebijakan yang dibuatnya bisa saja memperoleh penolakan bila diajukan ke DPR.
Namun, tidak sedikit yang menilai Presiden memiliki kekuasaan yang kuat terhadap kebijakannya, terutama yang berhubungan dengan parlemen lantaran adanya hak veto yang dimiliki Presiden. Benarkah Presiden RI memiliki hak veto?
Berikut beberapa pendapat terkait hak veto presiden
“Dari situ presiden mempunyai hak dari setengah jumlah anggota DPR. Artinya setiap rancangan yang tidak disetujui bisa menolak,” kata Refly saat dihubungi merdeka.com, Jumat (3/10).
Bila hal itu dilakukan, kata Refly, tiap undang-undang yang diajukan DPR juga bisa tidak disahkan. Pasalnya, hak istimewa presiden tersebut setara dengan 280 anggota DPR.
“Jadi undang-undang itu tidak bisa disetujui, tidak sah menjadi undang-undang,” jelasnya.
Seperti diketahui, Koalisi Merah Putih menjadi mayoritas di DPR. Koalisi pimpinan Prabowo ini memiliki 291 kursi di DPR. Jika ditambah dengan Partai Demokrat, Koalisi Merah Putih memiliki 352 kursi di DPR. Hal ini tentu akan merepotkan Jokowi di parlemen.
Hak veto tersebut, lanjut Jimly, menjadikan posisi Presiden RI lebih kuat apabila dibandingkan dengan Presiden Amerika Serikat. Hal itu lantaran hak veto Presiden RI menyebabkan RUU tidak bisa dibahas kembali oleh DPR periode tersebut.
“Veto Indonesia itu bisa langsung titik (tidak dibahas ulang). Kalau di Amerika itu setelah diveto, dikembalikan ke senat, dibahas kembali, kalau senat setuju, RUU tersebut berlaku. Jadi kedudukan Presiden Amerika lebih lemah di bandingkan Indonesia,” jelas Jimmly.
Hak veto, lanjut Jimmly pernah digunakan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri untuk membatalkan RUU Perdagangan Bebas di Batam awal tahun 2004. Jimmly memaparkan saat itu Ketua DPR Akbar Tanjung sudah ketok palu mengesahkan RUU tersebut menjadi undang-undang. Namun dibatalkan oleh veto yang dilakukan oleh Megawati Soekarnoputri. “Sampai sekarang (Hak Veto) bisa (digunakan),” imbuh Jimmly.
Namun, Jimmly menegaskan, kondisi parlemen yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP) tidak perlu dikhawatirkan oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini, menurut Jimmly, bagus untuk berjalannya proses ‘check and balance’ pemerintahan. “Kondisi sekarang sudah bagus, tidak perlu khawatir,” tutup Jimmly.
“Selama terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak antara presiden dan DPR, maka jadilah RUU itu menjadi UU. Jadi, ada persetujuan bersama,” ujar Patrialis kepada merdeka.com di Jakarta, Kamis (9/10).
Namun demikian, kata dia, presiden berhak tidak menyetujui RUU yang diajukan oleh DPR. Jika demikian, maka RUU tidak akan pernah dapat menjadi UU.
“Selama presiden merasa belum tuntas, ada hal yang tidak disetujui, selama itu belum dilakukan persetujuan bersama, ya presiden masih punya hak,” ungkap dia.
Meski demikian, Patrialis tidak dapat bersepakat menyebut hak tersebut sebagai hak veto. Menurut dia, istilah yang paling tepat dipakai adalah hak konstitusional presiden. Ini lantaran sistem hukum yang dianut di Indonesia tidak mengakui adanya hak veto.
“Memang kita tidak mengenal, di dalam sistem hukum kita, hak veto,” tutup dia.
Dia menegaskan, langkah ini akan diambilnya jika memang anggota DPR tidak mendukung program-program pemerintah. Terlebih, jika langkah menggunakan hak veto ini dapat dilakukan tanpa melanggar aturan dan konstitusi.
“Ya kenapa tidak. Kalau untuk rakyat, kalau secara undang-undang, konstitusi memungkinkan kenapa tidak. Saya berani,” tutupnya.
Bagus sekali karena Presiden Jokowi memiliki Kekuatan sendir juga disamping Kekuatan Rakyat dibelakangnya
Klo menjalankan sesuai visi misi waktu kampanye pasti tdk akan digoyang oleh DPR.. jadi saatnya bekerja bukan hanya janji2..
Ya begitu pula jika nanti presiden mengajukan RUU yang menurut DPR ga bagus buat rakyat, bisa ditolak oleh DPR.