EDAN tenan, si penyuap tidak ditangkap tetapi justeru penerima suap yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para tersangka penerima suap dalam bentuk traveller’s cheque (cek perjalanan) ratusan juta/milyaran rupiah untuk pencalonan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), ditangkap oleh KPK. Anehnya, justru si pemberi suap hingga kini tidak pernah ditangkap KPK dan terkesan memang tak serius mau menangkapnya.Sebagaimana diketahui, 19 orang mantan anggota Komisi IX DPR yang ditahan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Enam orang diantaranya adalah kader Partai Golkar. Yakni, Paskah Suzetta, Baharudin Aritonang, TM Nurlif, Asep Ruchimat Sudjana, Reza Kamarullah, dan Achmad Hafiz Zawawi. Tujuh orang lainnya berasal dari PDIP, yaitu Ni Luh Maryani, Max Moein, Engelina Pattiasina, M Iqbal, Poltak Sitorus, Soewarno, dan Matheos Formes.
Dalam kasus ini, 19 politisi mantan Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI periode 1999-2004 ditahan KPK, termasuk mantan Kepala Bappenas yang juga politisi Golkar, Paskah Suzetta, beserta anggota Komisi III bidang Hukum dari Fraksi PDIP DPR, Panda Nababan. Lima tersangka lainnya akan ditahan pekan depan, karena berhalangan hadir.
Penahanan ini diprotes salah Paskah Suzetta sebelum menjalani pemeriksaan kemarin. Paskah mempertanyakan langkah KPK yang tidak ‘menyentuh’ kepada orang yang diduga menyuap. “Nah, sekarang sudah berapa lama penyuapnya tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka. Ini tidak benar,” kata anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004 dari Fraksi Partai Golkar itu, seperti dikutip situs berita.
Menurut Paskah, KPK tidak pernah bertanya siapa yang telah mencoba menyuap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom tersebut. “Tidak pernah ada pertanyaan. Seharusnya ditetapkan terlebih dahulu siapa pemberinya,” aku mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas itu.
Biar pun politisi yang telah ditangkap KPK tersebut ngedumel atau ngomel tak karuan mencela dan memprotes KPK, tapi lembaga anti korupsi pimpinan Busyro Muqoddas ini seolah menerapkan jurus ‘biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu’. Berbagai pihak, ada yang curiga bahwa langkah KPK ini adalah sebagai ‘titipan’ (pesanan) rezim penguasa SBY. Jika benar SBY menekan KPK untuk menangkap dulu si penerima suap tanpa mau menangkap si pemberi suap, ini diduga sebagai jurus pendekar mabuk yang diterapkan SBY. Maklum, dalam politik itu biasa berpikir ‘daripada dibunuh lebih baik membunuh duluan’. (*)















