Sumbangan 2T Akidy Tio terbentur legalitas surat-surat keterangan warisan
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 14 Agustus 2021/Indonesia Media – Setelah pers dalam negeri jor-joran menurunkan berita rencana sumbangan senilai Rp 2 triliun (2T) untuk penanggulangan covid di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) oleh anak pengusaha Akidy Tio, yakni Heryanty, berbagai kelompok masyarakat juga tergelitik membahas dan menjadi penasaran ada atau tidak dananya. Bahkan perusahaan media terbesar di Indonesia, Kompas menurunkan Liputan Investigasi (13/8) rangkaian jejak-jejak Akidy. Bahkan, liputan tersebut dimuat satu setengah halaman. Salah satu angle Liputan Kompas, yakni Penelusuran Marga, Mencari hingga ke Pusara. Dua organisasi Tionghoa di Indonesia, yakni Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) dan Perhimpunan Indonesia – Tionghoa (INTI) juga menjadi narasumber. Penelusuran tim investigasi Kompas sampai pada komplek kuburan masyarakat Tionghoa di TPU Karang Kerikil, kecamatan Sako, Palembang Sumsel. Menurut sesepuh Tionghoa asal Semarang, Linty Sastrodihardjo (Lin Zhe Xiu), Akidy effect dan rasa penasaran masyarakat mengenai kronologis uang sebesar Rp 2T di Bank Singapura juga bukan hal baru. Memang proses pencairan dana yang disimpan di berbagai bank di luar negeri termasuk Singapura, Hongkong bisa panjang dan berliku. “Saya tanya teman-teman orang Palembang, mengenal Akidy kah?. Mereka mengatakan ‘…mungkin dana Akidy di Bank Singapura tersedia, tapi surat-suratnya tidak lengkap…’ kasus tersebut serupa tapi tak sama dengan berbagai kasus yang dialami para pengusaha di Indonesia,” Linty Sastrodihardjo mengatakan kepada Redaksi.
Salah seorang konglomerat di Indonesia, yang juga pemilik bank (sebut saja Mr. A) meninggal dunia dan mewariskan dana deposito besar di bank di Hongkong. Karena Mr. A meninggal dunia mendadak, dan tidak sempat membuat surat keterangan hak waris. Anak-anak Mr. A sempat alami kesulitan untuk mencairkan deposito di Hongkong. “Akhirnya bank di Hongkong mengutus notaris dan pengacara untuk check benar-tidak ahli warisnya. Akhirnya uang cair. Pengacara/notaris sudah lebih dulu berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Luar Negeri,” kata Linty Sastrodihardjo.
Kasus lain, serupa tapi tak sama dengan upaya menghibahkan asset warisan kepada anak-anak Mr. B. yang berbeda, bahwa Mr. B masih hidup tapi mengalami kesulitan untuk membuat surat keterangan ahli waris. Mr. B hanya mau mewariskan asset tanah dan bangunan di Semarang, Jawa Tengah kepada dua orang anaknya. Sementara, dia memiliki lima orang anak. “Dia mau menghibahkan kepada dua anaknya, tapi ketiga anak yang lain harus membuat surat pelepasan hak, surat persetujuan asset tanah dan bangunan kepada dua saudara kandungnya. Mr. B masih hidup. Sementara kasus Mr. A, yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Tingkat kesulitan aspek hukumnya, (yakni) pencairan asset ataupun depositonya hampir sama. Sama dengan kasus Akidy Tio, dalam hal ini, Heryanty yang bersikeras mau mencairkan dana di bank Singapura bukan perkara mudah. Saya yakin, dia nggak melengkapi dokumen, surat-surat yang berhubungan dengan legalitas hak warisnya sebagai anak. Saudara-saudara kandungnya kan juga nggak mau dilibatkan untuk urusan tersebut,” kata Linty Sastrodihardjo. (sl/IM)