Wawancara Bupati Morowali – “Kalau Proyek Medco Swasta Murni, Saya Tutup”


Sudah berkali-kali mempertemukan warga dan perusahaan. Lalu mengapa gagal

Suasana masih tegang. Selasa 23 Agustus 2011, dua jenazah itu dimakamkan.  Mereka mati tertembak dalam kerusuhan antara warga dengan polisi.  Tak ada pejabat yang berani ikut acara pemakaman itu. Sebab amarah warga belum tentu ikut terkubur.

Tapi pria ini nekat masuk. Dia menelepon tokoh di desa itu. Minta ijin datang. Warga memberi lampu hijau, tapi syaratnya: jangan membawa barisan pengawal, ajudan juga tidak boleh.

Sebagai Bupati Morowali, ke mana pergi Anwar Hafid memang selalu ditempel pengawal. Memasuki Desa Kolo Bawah,  yang tengah dirundung duka dan amarah itu, sudah tentu berbahaya. Tapi Anwar menyanggupi.  Dia berangkat sendirian, tanpa iring-iringan pengawal.  Usai pemakanan dia menghimpun warga. Menyampaikan rasa duka mendalam. Mohon maaf. Lalu pamit.

Konflik di Morowali itu adalah contoh bagaimana raksasa bermodal berkelahi dengan masyarakat lokal berebut lahan. Tak sulit mencari contoh lain konflik seperti ini. Masuk saja mesin pencari Google, lalu ketik: konflik warga dengan perusahaan tambang. Indeksnya berlembar-lembar.

Di Wolowaru kisruh itu sudah bertahun. “ Protes hampir setiap tahun. Demo terus. Kami  selaku pemerintah, berusaha memfasilitasi,” kata  Anwar  Hafid. Posisi Pak Bupati ini  memang terjepit di tengah. Antara investasi pengusaha dan rakyat yang butuh makan.

Rig minyak di Tiaka itu adalah milik Medco dan Pertamina. Pertamina adalah perusahaan negara dan  Medco milik pengusaha minyak Arifin Panigoro, mantan politisi PDI Perjuangan. Sebelum jadi ladang minyak, Tiaka adalah karang dangkal, tempat nelayan mencari ikan. Begitu jadi rig minyak, warga minta “diperhatikan.”

Soal “diperhatikan” itulah yang jadi ganjalan bertahun-tahun dan meledak  Senin 22 Agustus 2011 itu. Warga protes,  mengamuk, situasi mendidih, lalu peluru bicara.

Kapolri menegaskan bahwa penembakan dilakukan sebab warga menyandera polisi. Kapolres Morowali, Ajun Komisaris Besar (AKBP), Suhirman, membenarkan penjelasan Kapolri.  Dua orang warga, katanya, hendak menembak mengunakan senjata yang dirampas dari polisi. Tapi warga membantah menyandera. Polisi, kata mereka, membabi buta menembak.
Mana yang benar, kasus ini sedang ditelusuri. Kontras mendesak kasus ini diusut tuntas. Komnas HAM hendak mengirim orang ke sana. Dan Anwar Hafid terus berupaya. Mendamaikan kedua pihak.
Menjadi Bupati semenjak 23 Desember 2007, Anwar diusung oleh Partai Bulan Bintang, Partai Damai Sejahtera dan Partai Buruh. Dia berhasil menekuk dua pesaing berat yang diusung Golkar dan PDI Perjuangan. Berikut petikan wawancara VIVAnews.com dengan Anwar, Jumat 26 Agustus 2011. Wawancara dilakukan via sambungan telepon dari Jakarta ke Morowali.
Bagaimana kondisi terakhir di Morowali?
Alhamdulillah kondisi sekarang relatif kondusif. Dua hari lalu ada pertemuan dengan masyarakat. Saya yang memimpin langsung pertemuan itu. Dalam pertemuan itu warga menyampaikan sejumlah tuntutan. Alhamdulillah perusahaan bersedia dialog.
Apa saja tuntutan dari masyarakat?
Mereka minta perusahaan memberikan kompensasi atau pemberdayaan masyarakat yang  fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Karena sebelum perusahaan itu masuk, Pulau Tiaka itu menjadi semacam red –  karang dalam ukuran luas, di mana rakyat mencari ikan.  Saat Medco dan Pertamina masuk karang itu disulap menjadi pulau . Saya tidak tahu persis dengan cara apa pulau itu dibikin. Kemungkinan ditimbun.
Dengan menjadikannya rig minyak dan menyulapnya menjadi pulau, otomatis warga yang semuanya nelayan kesulitan mencari nafkah. Apalagi dilarang perusahaan masuk ke situ.
Saat perusahaan masuk tahun 2006 lalu, apakah ada kesepakatan dengan masyarakat setempat?
Kesepakatan itu ada. Masyarakat berharap diberdayakan karena tempat mereka mencari ikan dipakai perusahaan. Yang disepakati adalah pemberdayaan ekonomi.  Dan setiap program pemberdayaan itu ada. Tapi masyarakat belum puas.
Masyarakat mau pemberdayaan itu datang dalam bentuk lain. Seperti misalnya usaha Keramba atau pertanian rumput laut. Sebab mereka ini tinggal di pinggir partai.
Selama ini, apa saja yang dilakukan perusahaan?
Sebetulnya program mereka ada. Tapi kalau boleh jujur, program itu tidak berhasil. 
Mengapa?
Pertama karena dananya kecil. Kedua, pengawasan. Sebab yang namanya pemberdayaan tidak boleh dilepas. Harus ada pendampingan. Tidak boleh seperti pemadam kebakaran.
Setiap tahun ada bantuan untuk desa-desa di sekitar perusahaan itu. Satu desa Rp250 juta. Tentu saja tidak cukup karena masyarakat banyak. Model pemberian itu juga kurang pas.
Di samping itu, jujur saja saya sampaikan bahwa transparansi uang itu juga tidak jelas. Masyarakat kami pekerja keras. Walaupun miskin dan susah, mereka bekerja keras menyekolahkan anak-anak. Dan banyak anak-anak  mereka yang kuliah di Jawa, di UGM dan lain-lain. Anak-anak itulah yang menyadari pentingnya transparansi dalam perusahaan ini.
Karena turun-temurun itu wilayah mereka, mereka menuntut perusahaan membuka data berapa barel kandungan minyak di sana dan berapa yang sudah dihasilkan.  Kalau selama ini terus-teruskan dijawab bahwa cuma sedikit hasilnya, mereka akan bertanya, apa sebabnya sedikit.
Masyarakat di sini melihat tanda-tanda yang sangat sederhana soal beroperasinya perusahaan.  Api menyala terus sepanjang tahun. Itu artinya perusahaan itu terus berproduksi.
Ada tudingan aksi kemarin didalangi LSM atau pihak luar.Menurut Anda?
Tidak benar.  Mereka anak-anak  dari warga di situ.  Mereka hidup, lahir di situ, belajar di luar, anak-anak mahasiswa. Kebetulan mereka sedang pulang.
Apakah protes kerap dilakukan atau hanya terjadi beberapa hari belakangan saja?
Protes hampir setiap tahun ada. Demo terus. Kami selaku pemerintah, berusaha menfasilitasi. Bahkan menambah dana community development.  Karena dana  yang diberikan perusahaan itu kecil, sementara rakyat beranggapan bahwa minyaknya banyak dan harganya mahal. Dana itu kami tambah, agar masyarakat puas dan tidak terjadi keributan.
Berapa sebenarnya dana yang diberikan perusahaan, apakah seperti yang Anda sampaikan Rp250 juta tiap desa per tahun?
Rp1 miliar  dibagi untuk empat desa. Bentuknya semua program, bukan cash. Awalnya masyarakat meminta uang, namun saya yang tidak setuju.

Apakah perusahaan berkomunikasi dengan Pemda, baik sebelum maupun pasca kerusuhan?
Perusahaan terkesan tertutup, Pemda maklumi, karena ini terkait negara. Namun, masyarakat, terutama anak-anak mereka yang mahasiswa, ingin trasnparan, buka berapa produksi pertahun.
Komunikasi dengan Pemda, sebelum bentrok, sama sekali tak ada. Selesai itu (pasca rusuh), saya yang pergi ke Kabupaten Banggai. Inilah yang dikeluhkan Pemda Morowali.  Pusat  kegiatan perusahaan ini di Luwuk, kantor mereka di Banggai. Komunikasi menjadi sulit.
Apakah ada kontribusi perusahaan terhadap pendapatan Pemda?
Ada. Namun, dengan alasan bahwa mereka sedang melakukan eksploitasi maupun eksplorasi, perusahaan selalu menginformasikan bahwa mereka belum BEP (break even point).  Pernah Pemda dibayar Rp10miliar. Tapi belakangan mereka bilang itu kelebihan bayar. Akhirnya, pada tahun 2008, 2009, 2010,  Pemda tidak mendapat apa-apa.
Apa yang diharapkan Pemda dari perusahaan?
Kemarin kami sudah bicara dengan perusahaan. Kami minta beberapa hal. Di antaranya adalah bahwa manajemen harus transparan. Rakyat yang minta. Jangankan perusahaan, pemerintah saja diminta transparan.  Kami juga minta supaya ada program, yang bisa mengalihkan masyarakat. Agar mereka tidak lagi pergi ke Tiaka.
Kalau perusahaan hanya berpatok pada hasil, mereka tak akan pernah memberdayakan masyarakat.
Dengan Rp1 miliar untuk empat desa, dengan jumlah masyarakat yang banyak, bagaimana memberdayakan mereka?
Jangan pikir berapa untung ruginya tapi pikir pemberdayaan masyarakat yang dulu cari hidup di situ. . Kalau tidak dilakukan,  peristiwa kemarin bisa kembali terjadi.
Soal peristiwa rusuh kemarin, sebagai bupati, apakah Anda tahu pergerakan warga Sabtu lalu?
Awalnya tidak ada pemberitahuan. Baik kepada Pemda maupun kepada kepolisian.  Tapi sebenarnya mereka pergi ke Tiaka untuk bertemu dengan manajemen minta dialog. Tetapi karena di perusahaan itu hanya orang lapangan semua, dialog itu tidak mungkin, karena orang-orang lapangan itu tidak bersedia juga.
Warga pun anarkis, merusak beberapa fasilitas, menyandera speedboat perusahaan dan dibawa ke kampung.
Sampai di kampung mereka sampaikan kepada Pemda. Saat itu kepada camat, karena saya ada tugas di Jakarta. Pak Camat lantas berkomunikasi dengan perusahaan untuk mediasi. Masyarakat menunggu sampai malam, jawaban perusahaan saat itu adalah bahwa tidak ada dialog. Bahwa  pengrusakan di hari pertama sudah dilaporkan ke aparat.
Masyarakat yang menunggu sampai malam diberi jawaban seperti itu. Karena masyarakat tak sabar, saya berusaha memberi jaminan. Namun, rakyat menolak. Kata mereka, “Pak Bupati nggak usah. Tak bisa jamin ini barang,.” Mereka tak percaya saya bisa menjamin bisa mendatangkan pimpinan perusahaan.
Lalu, hari Senin, dengan segala kekuatan masyarakat kembali ke Tiaka. Sangat anarkis. Aparat sudah di sana. Mereka menggunakan molotov — bom ikan — karena mereka masyarakat nelayan. Masyarakat juga mengancam aparat dengan parang. Bentrok tak terelakkan.

Kabarnya ada warga Anda yang ditahan?

Yang ditahan 17 orang. Kabar mereka Alhamdulillah baik. Kami sudah memberangkatkan 20 orang tua mereka ke Palu, menjenguk.
Anda berada di antara kepentingan perusahaan dan masyarakat.  Bagaimana Anda berusaha bertahan di posisi tengah itu?
Saya menfasilitasi sampai ada titik terang. Saya berharap perusahaan tetap jalan, tak boleh di-stop, tidak boleh dihalangi.  Tapi saya juga minta perusahaan agar peduli,  mengganti pulau, seperti yang sudah disepakati.
Kami juga minta penegakan hukum tetap jalan. Mereka yang anarkis harus diproses. Sesuatu yang melanggar hukum, juga tak bisa dibiarkan. Kalau dibiarkan, masyarakat akan terus-menerus berperilaku seperti itu. Tapi kami juga minta kasus penembakan harus diusut tuntas.
Saat ini masyarakat tak mau bertemu aparat, juga pihak perusahaan. Saat bertemu dengan mereka, saya pergi sendirian. Masyarakat ijinkan saya masuk desa, dengan syarat tak boleh dikawal siapapun, termasuk ajudan.
Sebenarnya, ada berapa desa yang mengajukan tuntutan dan berdemo?
Hanya satu desa dari empat desa yang jadi wilayah Ring I. Desa Kolo Bawah. Warga desa yang demo itu adalah desa yang tak ada  pencaharian lain selain melaut. Tiga desa lain masih ada sawah dan berpeluang buka sawah.
Desa Kolo Bawah luasnya hanya 10 hektar. Tidak besar.  Mereka  masyarakat nelayan, Suku Bajo, Mereka hidup di atas laut, sebagian besar rumah didirikan dengan tiang di atas laut. Saat safari Ramadan, saya sampaikan pada desa-desa lain bahwa apa yang dituntut Desa Kolo Bawah harus dimaklumi, dan desa lain tak boleh ikut-ikutan karena masih punya sawah, kebun. Kasihan mereka.
Namun, meski menderita begitu, kebanyakan anak-anak mereka sekolah tinggi, jadi mahasiswa. Mereka sebenarnya masyarakat yang nrimo, tapi kalau ada anak-anaknya jadi berani.
Setelah insiden yang menyebabkan dua warga tewas, bagaimana kondisi Desa Kolo Bawah?
Relatif kondusif. Kemarin saat pemakaman, aparat menyarankan saya tak boleh ke perkuburan. Saya komunikasi dengan warga, mereka membolehkan, asal saya tak dikawal. Usai mengurus penguburan, masyarakat kumpul dan saya bicara di situ.
Nanti sore akan diberikan santunan lebaran oleh perusahaan. Saya bilang pada mereka, rakyat harus diobati hatinya, mumpung mau lebaran, perusahaan berempati kan? Katakanlah sebagai zakat. Alhamdulillah perusahan siap memberi.
Intinya, kalau perusahaan mengganti Pulau Tiaka dengan program pemberdayaan, insya Allah aman. Sebab masyarakat bergerak bukan karena politik, tapi murni kebutuhan perut.
Harapan Anda dari konflik yang ada?
Mudah-mudahan semua orang transparan, terutama perusahaan,. Ke Pemda saja terlalu birokratis. Karena, ada tiga — JOB, Pertamina, dan BP Migas. Medco sebagai operator. Kalau didesak, mereka mengatakan mereka bukan regulator, yang regulator BP Migas.  Tapi mau ketemu BP Migas susah sekali di Pusat. Mereka saling lempar.
Kami usulkan ada perwakilan untuk dialog. Tapi datang ke Pemda saja tidak ada. Humasnya tidak berfungsi, saya akui kalau itu.  Bagi Pemda, karena itu aset negara, diminta tidak di minta kami lindungi. Kalau swasta murni, sudah saya tutup.
Sepanjang dipenuhi permintaan masyarakat, selesai masalah. Alhamdulillah, perusahaan sepakat, selesai lebaran akan ada dialog.





Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *