TERUNGKAP Pemilik Mobil B 1 RI Halangi Pelantikan Jokowi Raja Pulau Buru, Tokoh Adat Minta Bebaskan


Para tokoh dan masyarakat adat Pulau Buru, Maluku, meminta dan mendesak pemerintah serta Polda Metro Jaya membebaskan Irwannur Latubual (39), pemilik mobil Nissan Terra B 1 RI, yang hingga kini ditahan di Mapolda Metro Jaya.

Irwannur ditahan sejak Minggu (20/10/2019) lalu, karena dianggap menghalangi pejabat negara yang akan menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih saat mobilnya diparkir di Hotel Raflesia, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Didalam mobilnya didapati dua buah senjata tajam berupa parang berukuran sekitar satu meter, sehingga ia dijerat Pasal 2 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Menurut para tokoh adat, Irwannur adalah salah satu Raja di Pulau Buru. Yakni Raja Bual Taun Pulau Buru ke 21, berdasarkan silsilah Kerajaan Intan Kuba Emas Bual Tu Kaleli Kukut Waisama Karang.

Karenanya mereka memastikan bahwa parang yang dibawa Irwannur adalah benda pusaka atau parang adat yang mereka sebut Todo.

Sehingga benda itu bukan senjata tajam yang akan dipakai untuk melukai orang seperti yang dituduhkan dalam UU Darurat.

Apalagi dalam adat Pulau Buru, katanya, parang adat atau Todo melekat pada setiap anak laki-laki dan sejak lahir sudah diberikan kepadanya. Sehingga parang adat sangat wajar dibawa oleh setiap pria apalagi keturunan raja, sebagai simbol.

“Jadi kami sebagai orang adat, sangat heran, kenapa polisi menahan beliau. Apalagi beliau adalah salah satu Raja di Pulau Buru. Karenanya kami selaku tokoh adat Pulau Buru, meminta dan mendesak pemerintah Presiden Jokowi, Kapolri, dan Kapolda Metro Jaya untuk membebaskan raja kami,” kata Mandaret Latubual, tokoh adat Pulau Buru, kepada Warta Kota, Minggu (15/12/2019).

 

Apalagi kata Mandaret, terbukti bahwa pasal yang diterapkan kepada Irwannur adalah UU Darurat dan sangat tidak tepat dipakai penyidik menjerat Irwannur.

“Kami mililk bukti silsilah adat bahwa Beliau adalah salah satu raja di Pulau Buru. Bukti itu sudah kami berikan ke penyidik,” kata Mandaret.

Menurut Mandaret, dirinya dan seorang tokoh adat Pulau Buru lainnya yakni Agus Nurlatu sudah memberi keterangan dan diperiksa penyidik, selaku saksi yang meringankan.

“Jadi kami pastikan pula bahwa parang adat yang dibawa beliau adalah benda pusaka, dan akan disimpan untuk artefak di kantor beliau atau rumah beliau di Jakarta ini,” katanya.

Tokoh adat lainnya, Agus Nurlatu menjelaskan bahwa penyidik sangat berlebihan menilai bahwa parang adat yang dibawa Irwannur dijadikan dasar menjeratnya degan UU Darurat.

 

“Bagaimana mungkin memiliki benda pusaka atau benda adat bagi seorang raja atau keturunan raja, justru dijerat dengan UU Darurat,” katanya.

Apalagi dalam UU Darurat katanya menysbutkan bahwa benda tajam yang dapat dijerat UU itu adalah selain benda pusaka atau alat pertanian.

“Bapak Irwannur atau beliau ini adalah keturunan ke 21 dari Raja Bual Taun Pulau Buru. Artinya Ia adalah Raja kami sebagai masyarakat dan tokoh adat di Pulau Buru,” katanya.

Saat ini Irwannur dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, karena di dalam mobilnya yang diparkir di Hotel Rafles, Setiabudi, Jakarta Selatan, dan dianggap menghalangi pejabat negara itu, ditemukan dua senjata tajam berupa parang sepanjang lebih dari 1 meter.

Sebelumnya Irwannur sempat bola akan dijerat oleh penyidik dengan undang-undang Dikti karena sejumlah gelar di namanya yang diduga palsu.

Tim Kuasa Hukum Irwannur, Hasni SH mengatakan dipastikan bahwa kliennya bukanlah profesor gadungan seperti yang diduga polisi dan diberitakan media massa selama ini.

Menuruthya gelar Profesor, Doktor dan lainnya yang disandang Irwannur, ternyata benar didapat dari universitas di luar negeri dan dalam negeri secara legal dan benar.

“Kami dan penyidik sudah memastikan hal itu,” kata Hasni kepada Warta Kota, Minggu (15/12/2019).

Karenanya tambah dia, UU Dikti Nomor 12 Tahun 2012 yang sebelumnya akan dipakai penyidik menjerat Irwannur karena menggunakan gelar akademik yang bukan haknya, tidak jadi diterapkan polisi.

Saat ini kata Hasni Irwannur hanya dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, oleh penyidik Polda Metro Jaya.

“Begitu juga dengan pasal pemalsuan akta otentik tidak jadi diterapkan kepada Irwannur. Jeratan UU Dikti juga akhirnya dihilangkan dan beliau hanya dijerat UU Darurat karena kepemilikan dua buah parang yang ditemukan di dalam mobilnya,” tambah Hasni.

 

“Ini artinya yang bersangkutan bukanlah profesor gadungan seperti pemberitaan yang beredar selama ini, seperti dugan polisi sebelumnya, Gelar profesor dan doktor benar didapatnya dan produk dari universitas yang ada di luar negeri dan dalam negeri,” kata Hasni kepada Warta Kota, Minggu (15/12/2019).

Selain itu dalam kasus ini Hasni menilai UU Darurat yang diterapkan penyidik ke Irwannur sangat tidak tepat. Sebab parang yang ditemukan itu, ada di dalam mobil dan tidak akan digunakan. Selain itu, parang itu adalah parang adat dari Pulau Buru, yang merupakan benda pusaka,” kata Hasni.

Karena sebagai anak adat dari Pulau Buru, parang melekat pada Irwannur. “Apalagi beliau merupakan keturuan ke 21 Raja Bual Taun Pulau Buru, Maluku. Sehingga parang yang dibawa beliau adalah benda pusaka sebagai raja,” kata Hasni.

Hal itu katanya dibuktikan dari silsila kerajaan adat yang didapat dan semuanya sudah dijadikan alat bukti meringankan ke penyidik.

“Atas dasar itu semua, sebenarnya tidak ada lagi alasan penyidik menahan Pak Irwannur,” katanya.

Anggota Tim Kuasa Hukum Irwannur lainnya, Fredi Moses Ulemlem mengatakan pihaknya sudah mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya sejak beberapa pekan lalu. “Dan sampai kini penangguhan penahanan, belum juga dikabulkan penyidik,” kata Fredi, Minggu (15/12/2019).

Bahkan menurut Fredi penerapan UU Darurat Pasal 2 Ayat 1 kepada kliennya, sangat tidak tepat.

“Kami sempat berdiskusi dengan penyidik atas pasal yang diterapkan. Kami mengatakan bahwa parang yang dibawa klien kami tidak termasuk dalam senjata tajam yang dimaksud UU ini di ayat 1,” kata Fredi.

Hal itu katanya sesuai dengan ayat 2 pasal 2 UU Darurat yang menyebutkan bahwa senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk dalam barang-barang diantaranya alat pertanian atau benda pusaka.

“Nah, parang yang dibawa klien kami adalah termasuk benda pusaka. Karena parang adat bagi anak Pulau Buru melekat padanya, apalagi beliau sebagai Raja keturunan ke 21,” kata Fredi.

Atas dasar itu kata Fredi, penyidik sempat meminta pihaknya menghadirkan sejumlah saksi yang meringankan. “Lalu kami hadirkan dua tokoh adat dari Pulai Buru serta seorang akademisi. Mereka sudah diperiksa penyidik beberapa waktu lalu,” kata Fredi.

Dengan kesaksian mereka kata Fredi, diharapkan penyidik menghentikan kasus ini. “Karena tidak ada unsur pidana sesuai UU Darurat yang bisa diterapkan ke klien  kami. Tokoh adat sudah memastikan dan menjelaskan bahwa parang yang dibawa klien kami, adalah benda pusaka atau benda adat yang pasti dimiliki sebagai anak laki-laki di Pulau Buru. Apalagi klien kami adalah keturunan Raja,” katanya.

Seperti diketahui Irwannur Latubual (39), diamankan dari Hotel Rafles, Setiabudi, Jakarta Selatan, Minggu (20/10/2019) lalu, bertepatan dengan acara pelantikan Presiden dan Wapres terpilih di DPR.

Ia diamankan karena mobil Nissan Terra B 1 RI, miliknya yang diparkir di hotel itu menghalangi pejabat negara yang akan menghadiri pelantikan Presidem dan Wakil Presiden terpilih. Selain itu didalam mobil didapati dua buah parang.

Bahkan setelah pemeriksaan dan dalam jumpa pers Oktober lalu, Polda Metro Jaya menduga kuat gelar Profesor, Doktor dan Phd yang diklaim Irwannur Latubual (39), adalah palsu.

Hal itu diklaim setelah penyidik melakukan pengecekan ke Kemendikbud dan lembaga pendidikan terkait.

Karenanya Irwannur yang tingal di Jalan Raya Kampung Setu, Nomor 43 RT 014/002, Kelurahan Bintara Jaya, Bekasi Barat, akan dijerat UU Dikti Nomor 12 Tahun 2012 karena menggunakan gelar akademik yang bukan haknya.

Sebelumnya Irwannur juga dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, karena di dalam mobilnya didapati 2 senjata tajam berupa pedang sepanjang satu meter lebih.

Dalam kasus ini Irwannur juga akan dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 266 KUHP tentang memberikan keterangan palsu di akta otentik, karena pencantuman gelar akademik palsu di e-KTP nya.

Kasubbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Metro Jaya, AKBP I Gede Nyeneng, kala itu menjelaskan, dari hasil penyelidikan sementara pihaknya, Irwannur juga diduga melakukan penipuan dan penggelapan sesuai Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP.

“Untuk kasus penipuan dan penggelapan yang dilakukan IL ini, masih didalami penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Korbannya siapa, dan seperti apa modusnya akan dijelaskan di lain waktu setelah penyelidikan rampung,” kata Gede dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (5/11/2019).

Menurut Gede dari pengakuannya Irwannur menjabat sebagai ketua di sebuah lembaga nasional. “Dia mengakunya sebagai Ketua Lembaga Nasional Perintis Kemerdekaan RI,” kata Gede.

Dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (5/11/2019), Irwannur sempat dihadirkan polisi ke hadapan wartawan.

Ia mengenakan baju tahanan warna oranye dan peci putih serta celana pendek selutut. Kedua tangannya tampak terikat di depan badannya.

Wajahnya sedikit tegang, saat polisi memberikan keterangan ke wartawan.

Irwannur kemudian diminta menjelaskan bagaimana ia mendapatkan gelar akademik palsunya dan apa motifnya.

“Saya ikut kelas, ikut sekolah, seminggu dua kali atau tiga kali. Setelah itu dari kampus, kasih ujian dan kasih wisuda. Karena sudah dikasih wisuda, kata pihak kampus bisa dipakai, katanya,” ujar Irwannur terbata-bata.

Kasubbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Metro Jaya, AKBP I Gede Nyeneng, menjelaskan, dari hasil penyelidikan dan pengecekan pihaknya dipastikan gelar yang dicantumkan Irwannur di namanya adalah palsu.

“Sebab dari hasil penyelidikan kami di Kemendikbud dan lembaga pendidikan yang dimaksud, gelar Profesor, Doktor dan Phd yang bersangkutan dan tercantum di e-KTP nya, adalah palsu atau tidak benar. Jadi tersangka juga kita jerat dengan pelanggaran UU Dikti,” kata I Gede.

Karenanya Irwannur dijerat pelanggaran UU Dikti Nomor 12 Tahun 2012 karena menggunakan gelar akademik yang bukan haknya.

Sebelumnya Irwannur dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena memiliki dua pedang di dalam mobilnya. Saat itu dengan status tersangka, ia langsung ditahan.

Gede menuturkan terkait dua pedang yang ada di mobilnya, Irwannur sempat menyatakan bahwa dua pedang lengkap dengan sarungnya itu, merupakan peninggalan keluarganya, yang diklaim masih keturunan raja-raja di Pulau Buru, Maluku.

“Alasan dia dua sajam itu adalah peninggalan keluarganya yang masih keturunan raja-raja di Pulau Buru, di Maluku. Namun setelah dilakukan pengecekan silsilah kerajaan yang diakui tersangka itu, ternyata dia silsilahnya bukan berasal dari pulau Buru,” kata Gede.

“Jadi itu cuma alasan dia saja, dan dia dipastikan bukan keturunan raja di Pulau Buru, Maluku,” tambah Gede.

Awalnya mobil Nissan Terra milik Irwannur diketahui menghalangi lintasan tamu negara yang akan menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di DPR, karena terparkir di lobi Hotel Raffles, Setiabudi, Jakarta, 20 Oktober 2019 lalu.

Karenanya polisi memeriksa mobil dan didapati dua senjata tajam berupa pedang di dalamnya.

Ancaman hukuman untuk jeratan UU Darurat dan UU Dikti yang dikenakan ke Irwannur kata Gede, adalah maksimal 10 tahun penjara.

“Lalu yang bersangkutan juga kita kenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 266 KUHP tentang memberikan keterangan palsu di akta otentik,” kata Gede.

Hal itu kata Gede dikarenakan e-KTP yang dimiliki tersangka adalah asli, namun dalam identitas nama yang bersangkutan di e-KTP, dicantumkan gelar akademik yang tidak benar atau fiktif.

“Dalam e-KTP asli tersangka tercantum nama yang bersangkutan bergelar Profesor dan Doktor, serta Phd. Ini terjadi karena saat mengisi akta otentik untuk pembuatan e-KTP, tersangka IL mengisi dengan data fiktif atau keterangan palsu,” katanya.

Karenanya Irwannur kata Gede juga dijerat Pasal 263 KUHP dan 266 KUHP dengan ancaman hukuman hingga diatas 5 tahun penjara.

Jadi, kata Gede semua titel dan gelar akademik yang diklaim tersangka adalah dipastikan palsu. “Tersangka IL ini mengaku gelar Profesor dan Doktor serta Phd nya, didapat secara lisan oleh Universitas Barkley, Michigan, Amerika Serikat tahun 2013. Namun setelah dicek, sudah kami pastikan gelar itu adalah palsu,” kata Gede.

Selain itu kata Gede, plat nomor mobil B 1 RI di mobil Nissan Terra mklik tersangka, juga palsu. Hal itu diketahui setelah penyidik Subdit Jatanras Polda Metro Jaya melakukan pengecekan ke Ditlantas Polda Metro Jaya.

“Plat nomor mobil Nissan Terra milik tersangka yang benar adalah

B 1442 KJM. Jadi plat nomor B 1 RI di mobil itu adalah palsu dan plat itu dibuat sendiri,” kata Gede ( WK / IM )

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *