Teroris Kini Incar Simbol Negara


Jakarta — Teroris tidak lagi menjadikan tempat umum se­ba­gai sasaran. Kini mereka menjadikan simbol-simbol ne­gara terutama kepolisian menjadi target utama penyerangan.

Tujuan mereka adalah untuk mendelegitimasi pemerintahan.
Hal itu dikatakan Kepala Badan Nasional Penang­gu­lang­an Terorisme (BNPT) An­syaad Mbai ketika dihubungi di Jakarta, Senin (18/4) pagi.
Ia mengatakan, kepolisian menjadi target karena selama ini upaya para teroris untuk membangun negara seperti yang mereka inginkan selalu terhalang aparat kepolisian. “Oleh karena itu, mereka berusaha melawan semua yang memusuhi mereka. Polisi dan rakyat biasa yang tidak sama dan bisa menghalangi mereka. Contohnya paket bom buku pada 15 Maret 2011,” katanya.
Namun, masyarakat sejauh ini tidak waspada terhadap serangan-serangan tersebut. “Pemerintah itu kan terdepannya polisi. Jadi, polisi yang dijadikan sasaran,” katanya.
Ketika ditanya mengapa teroris hanya menarget polisi dan bukan TNI sebagai pihak yang menjaga keutuhan dan kedaulatan negara, ia mengatakan, polisi menjadi target karena bergerak di bidang keamanan. TNI selama ini bergerak di bidang pertahanan. “Ke depan target mereka adalah simbolis,” ujarnya.

Sejumlah Kasus
Menurut catatan SH, se­rangkaian serangan teroris ke aparat kepolisian terjadi di berbagai tempat sepanjang 2010. Sebut saja pada 18 Agustus 2010, gerombolan perampok bersenjata api kembali beraksi di Kota Medan, Su­ma­tera Utara. Kawanan perampok menjarah sejumlah uang dari CIMB Niaga. Perampok pun menewaskan satu anggota Brimob yang bertugas di bank tersebut dan melukai seorang petugas satuan pengamanan. Aksi itu dinilai bagian dari aksi teroris yang sempat latihan di pegunungan Jantho, Aceh Besar.
Setelah itu, Kantor Polsek Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara diserang kelompok tidak dikenal dengan menggunakan senjata api pada 22 September 2010.

Akibat penyerangan itu, tiga personel polsek yang berada di wilayah hukum Polres KP3 Belawan tersebut tewas tertembak.  Tidak lama berselang, pada 30 September 2010, sebuah benda diduga bom rakitan meledak di Jalan Raya Kalimalang, tepat di perempatan Sumber Arta, Bekasi, di dekat pos polisi. Seorang pria yang membawa benda tersebut terpental dan mengalami luka-luka. Benda yang terdiri dari serbuk halus dan paku-paku itu dibawa menggunakan sepeda dan diletakkan di bagasi belakang.
Pada 15 Maret 2011, kantor Berita Radio 68 H dikirimi paket berisi buku dan benda aneh yang dicurigai sebagai bom. Paket sampul cokelat itu dikirim untuk tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla. Bom buku akhirnya meledak dan melukai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur Kompol Dodi Rahma­wan. Pada saat yang sama paket buku juga dikirimkan ke kediaman mantan Ketua Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Gorries Mere dan Ketua Pemuda Pancasila, Japto S dan pentolan grup band Dewa 19 Ahmad Dhani.

Tes DNA
Untuk memastikan tersangka pelaku bom bunuh diri di Masjid Al-Dzikro di Kompleks Polres Kota Cirebon adalah Muchamad Syarif, Polri telah mengantongi DNA pembanding. Selain itu, penyidikan konvensional dengan memeriksa anggota keluarga Syarif pun telah dijalankan. Hal itu diungkapkan Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar, Senin.
“Penyidikan dilakukan secara bersama, baik penyidikan konvensional dengan memeriksa keluarga dan penyidikan scientific (ilmiah, red) dengan memeriksa DNA dia (Syarif) dengan keluarganya, dalam hal ini bapaknya. Tinggal menunggu hasilnya,” katanya.
Kapolri Jenderal Timur Pradopo seusai meneken nota kesepahaman antara Polri, Ke­jagung, Lembaga Perlin­dung­an Saksi dan Korban (LPSK) serta Pusat Pelaporan dan Ana­lisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Gedung PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Senin pagi menambahkan, pi­haknya masih akan mendalami hasil penyelidikan. “Ma­­sih ada proses yang dida­lami, termasuk masalah laboratorium (laboratorium pembuatan bom di Cibiru, Ban­dung, Jawa Barat- red),” katanya.
Ia mengatakan, tes DNA akan diumumkan, Senin siang. Sedianya kepastian terduga pelaku bom bunuh diri itu diumumkan, Minggu (17/4) siang sekitar  pukul 13.00 WIB. Namun karena belum selesai, pengumuman ditunda. Orang tua Muchamad Syarif, Abdul Gofur dan Ratu Srimoelat sudah diambil sampelnya untuk diujikan.
BNPT, Minggu, menemukan sejumlah komponen elektronik di kediaman Syarif di Desa Penjalin Kidul, Keca­matan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
“Kami menemukan sejumlah komponen elektronik dan sejumlah benda lain yang ada kaitannya dengan komponen yang kami temukan di TKP pertama,” kata Deputi Penin­dakan BNPT, Brigjen Petrus R Golose seusai memimpin penggeledahan.
Komponen elektronik ter­sebut diduga kuat berhubungan dengan temuan di lokasi bom bunuh diri di Masjid Al-Dzikro, Markas Polresta Cirebon, Jumat (15/4).
Dia menyebutkan, komponen elektronik yang ditemukan diduga berhubungan dengan pembuatan dan perakitan bom. Namun, pihaknya masih perlu melakukan pembuktian lebih lanjut. “Komponen yang kami temukan masih perlu dianalisis lagi lewat laboratorium dan identifikasi. Kami bekerja sama dengan Bom Data Center,” katanya.
Tim Densus  88 Antiteror Mabes Polri dan Tim Identifikasi Polda Jabar menggeledah rumah mertua Syarif di Dusun Senen Desa Panjalin Kidul Kecamatan Sumber Waras Kabupaten Majalengka, Minggu sore mulai sekitar pukul 16.40 WIB.
Kriminolog Universitas Pa­djajaran, Yesmil Anwar, ber­pen­dapat bom bunuh diri di Cirebon, Jawa Barat bukan tindakan kriminal biasa. Ia menilai ada unsur rekayasa dalam ke­jadian itu dan bermotif banyak. “Jelas ada rekayasa. Motif­nya banyak,” katanya kepada SH.
Ia mengatakan, rekayasa itu bisa menjadi bermotif adu domba. Untuk mengungkap ka­sus ini, Yesmil berharap po­lisi bisa menangkap aktor intelektual di balik bom bunuh diri ini.
Pengamat Intelijen dari Universitas Indonesia (UI) Depok, Hariadi Wirawan kepada SH berpendapat lain lagi. Ia menyatakan, serangan bom bunuh diri di masjid Mapol­resta Cirebon, Jawa Barat, Jumat siang mengindikasikan adanya kelompok-kelompok yang menjadikan Polri berikut fasilitasnya sebagai sasaran serangan. Hal itu terjadi karena ruang gerak mereka menjadi sempit. Selain itu, bisa bermotif balas dendam. “Saya menilai peristiwa Cirebon adalah pemberian pelajaran pada institusi Polri disebabkan ruang gerak mereka saat ini semakin sempit,” ujarnya.
Ia mengatakan, serangan bom bunuh diri yang dilakukan pelaku di masjid saat umat sedang salat Jumat menunjukkan tersangka pelaku memiliki target dengan sasaran utamanya polisi. “Saya menduga, ada kelompok-kelompok yang sedang berupaya melampiaskan dendamnya kepada polisi. Karena tidak mudah melancarkan serangan mematikan kepada polisi, para pelaku memilih tempat ibadah dengan pengawasan yang longgar dan kelengahan polisi. Para pelaku pun memilih waktu salat Jumat di masjid,” katanya

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *