Biasanya perayaan Imlek identik dengan atraksi kesenian barongsai dan liong. Tetapi, hal tersebut tidak diselenggarakan oleh beberapa kelenteng di wilayah Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Utara.
Pengurus Kelenteng Jin De Yuan Yu Ie di Jakarta, Kamis (3/2/2011), mengatakan, atraksi barongsai maupun atraksi-atraksi lainnya tidak akan digelar di kelenteng tersebut. Hal senada juga dilakukan oleh kelenteng Te Cong Ong dan kelenteng Hui Tek Bio yang masih berada di lingkungan kelenteng Jin De Yuan.
“Karena tuan rumah kelenteng Jin De Yuan adalah Dewi Koan-im, jadi umat hanya fokus pada berdoa dan sembahyang. Tidak ada atraksi atau kegiatan lain selain berdoa. Itu karena Dewi Koan-im identik dengan ketenangan,” kata Yu Ie.
Kelenteng ini dipersembahkan kepada Dewi Koan-Im (Dewi Welas Asih). Kelenteng ini merupakan salah satu dari empat kelenteng besar yang berada di bawah pengelolaan Kong Koan atau Dewan Tionghoa. Keempat kelenteng tersebut adalah Kelenteng Goenoeng Sari, Kelenteng Toa Peh Kong (Ancol), Kelenteng Jin De Yuan, dan Kelenteng Hian Thian Shang Tee Bio (Palmerah).
“Memang, biasanya Imlek diindentikan dengan atraksi barongsai atau perayaan Cap Go Meh setelah 15 hari dari tahun baru Imlek. Tapi, kita ingin merayakan tahun baru ini dengan penuh ketenangan dan kedamaian. Tidak ada hura-hura, hanya fokus sembahyang,” ujarnya.
Budaya
Berbicara mengenai kesenian barongsai tentu tak lepas dari kata kesenian yang merupakan bagian dari kebudayaan. Atraksi barongsai bagi masyarakat Tionghoa memang dijadikan sebagai simbol kebudayaan.
Kesenian ini jelas berasal dari negeri Tiongkok, yang kemudian dibawa ke berbagai pelosok dunia oleh para imigran Tionghoa, termasuk ke wilayah Nusantara. Namun, walau dipandang menjadi ikon atau simbol perayaan tahun baru Imlek, ada beberapa vihara ataupun kelenteng yang justru tidak menggelar atraksi ini. Salah satu alasannya adalah tuan rumah (dewa) yang ada menaungi vihara tersebut, yaitu dihuni oleh Dewi Koan-Im yang artinya membawa ketenangan.
Related Posts
