Siasat agar Masjid Tak Disusupi Penceramah Radikal


Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) mengeluarkan hasil penelitian terhadap 100 masjid milik pemerintah di Jakarta pada tahun 2017 lalu. Penelitian dilakukan dengan menganalisis isi khotbah Jumat empat kali berturut-turut dalam rentang waktu 29 September-20 Oktober 2017.

Penelitian dilakukan terhadap 35 masjid di lingkungan kementerian, 28 masjid di lembaga negara, dan 37 masjid di badan usaha milik negara (BUMN). Hasilnya 41 masjid terindikasi radikalisme. Badan Intelijen Negara (BIN) pun memiliki data serupa. Kini masalah itu kembali menjadi konsen pemerintah, terutama untuk membersihkan masjid-masjid di lingkungan pemerintahan dari radikalisme.

Dewan Penasihat P3M Agus Muhammad mengungkapkan, dari hasil riset setelah setahun penelitian itu dirilis ke publik, masalah itu mendapat respons positif dari pemerintah. Namun dari beberapa lembaga, ia mendapat informasi ada upaya serius dari pemerintah untuk membersihkan masjid tersebut dari radikalisme yaitu dengan melakukan pendampingan, monitoring, dan pembinaan.

“Tapi hasilnya seperti apa, saya belum tahu karena harus dilakukan riset lagi apakah isi ceramah di masjid-masjid itu sudah berubah atau belum,” kata Agus dalam keterangannya, Selasa (27/11).

Namun, lanjut Agus, sejauh ini Kementerian Agama sudah melakukan beberapa hal, misalnya hubungan dengan takmir masjid makin intensif. Menurutnya, itu adalah upaya yang bagus untuk menetralisir radikalisme di masjid-masjid di lingkungan pemerintahan. Namun itu tidak cukup karena untuk membersihkan masjid dari radikalisme butuh proses panjang.

“Mengubah sesuatu yang radikal menjadi tidak radikal bukan pekerjaan sederhana. Soalnya radikalisme isu sensitif di satu sisi, di sisi lain kompleks,” papar Agus.

Agus menjelaskan bahwa survei yang dilakukan P3M tahun lalu berdasarkan isi khotbah Jumat, bukan takmir atau penceramahnya. Survei itu dengan mengutus relawan untuk merekam suara khotbah dalam bentuk rekaman audio visual dan video. Dengan begitu suara itu benar yang ada di video sehingga hasilnya valid dan bisa dipertanggungjawabkan.

Dari situ, lanjut Agus, P3M melakukan analisis isi khotbah saja, bukan takmir, bukan penceramah, sehingga pihaknya tidak tahu siapa khatib dalam rekaman tersebut. Untuk mendalami hasil survei itu tentunya butuh pendalaman. Namun paling tidak, hasil survei itu bisa menjadi peringatan bagi pemerintah agar peduli terhadap masjid yang berada di lingkungan pemerintahan.

“Jangan sampai masjid-masjid itu dilepas begitu saja dari pengendalian pemerintah. Airnya jalan, lantai bersih, semua berfungsi baik, tapi tidak peduli siapa yang memakai, bagaimana cara memakainya. Itu berbahaya. Salah satunya ya radikalisme itu,” jelas Agus.

Sejak dimunculkan lagi hasil survei ini oleh BIN beberapa pekan lalu, beberapa upaya antisipasi segera dilakukan. Salah satunya Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang berencana akan menyusun kurikulum khotbah.

Agus mengaku mendukung rencana ini dan P3M dengan senang hati bila diajak bergabung dalam menyusun materi tersebut. Apalagi saat ini pihaknya memang sedang membuat agenda kecil terkait hal itu dan itu butuh inisiasi dari pemerintah.

“Saya kira penting bagi pemerintah untuk memberikan porsi kepada takmir masjid, misalnya dengan memberikan rambu-rambu yang perlu ditekankan kepada setiap khatib dan topik yang disampaikan jangan diserahkan ke khatib, tapi sebaiknya dipilih atau ditentukan takmir masjid. Dengan begitu setidaknya takmir masjid berkontribusi dalam proses penyampaian proses khotbah Jumat,” terang Agus.

Meski belum melakukan riset pendalaman lagi, Agus menegaskkan dampak dari isi khotbah yang cenderung berisi radikalisme ini sangat berbahaya. “Dampaknya sangat besar, tapi itu tidak terlalu signifikan bagi jamaah yang punya sisi keagamaan yang kuat, dan itu tidak terlalu banyak. Berbeda dengan masjid yang ada di kota santri atau lingkungan yang memiliki tradisi agama yang kuat,” pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Intelijen Negara menjelaskan temuan 41 masjid di lingkungan Kementerian dan BUMN terpapar paham radikalisme. Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto meluruskan, bukan masjid yang radikal melainkan penceramah.

BIN menggolongkan ceramah radikal bermuatan intoleransi, ujaran kebencian, mengkafir-kafirkan, dan melawan ideologi Pancasila. Hasil temuan BIN, dari 41 masjid yang terpapar, sekurangnya ada 50 orang penceramah radikal.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku sudah mengantongi data 41 masjid tersebut dari Kepala BIN, Budi Gunawan. “Saya sudah bicara dengan kepala BIN Pak Budi Gunawan tentang hal ini. Dan saya diberikan daftarnya. Ada yang ringan, ada yang menengah, ada yang berat,” kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jumat (23/11). ( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Siasat agar Masjid Tak Disusupi Penceramah Radikal

  1. Perselingkuhan Intelek
    November 27, 2018 at 9:58 pm

    benar sekali agar Mesjid jangan dijadikan Sarang Teroris

Leave a Reply to Perselingkuhan Intelek Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *