Rusdi Kirana di Balik Lion Air (1): Saya Ini Pengusaha Airlines yang Penuh Misteri


Maskapai penerbangan Lion Air tengah mendapat sorotan tajam. Sejak Rabu (18/2/2015), sejumlah penerbangan maskapai berlogo singa terbang ini ditunda dan dibatalkan. Akibatnya, ribuan penumpang telantar. Tidak hanya di Jakarta, penundaan dan pembatalan juga terjadi di hampir semua bandar udara di Indonesia.

Repotnya, para petugas Lion Air di bandara mendadak sulit ditemui untuk dimintai penjelasan. Pemberitaan soal nasib penumpang yang terlunta-lunta tanpa kepastian 

Manajemen Lion Air baru buka suara pada Jumat (20/2/2015), dua hari setelah ribuan penumpang “terkatung-katung” tanpa penjelasan di bandara. 

Tak bisa dipungkiri, Lion Air kini menjadi maskapai paling populer di Tanah Air. Meski kerap dikeluhkan karena seringnya jadwal penerbangan tertunda, maskapai ini tak pernah sepi penumpang. Sesuai dengan logonya, Lion memang makes people fly.

Rusdi Kirana adalah sosok pengusaha di balik maskapai penerbangan berharga tiket murah ini. Awal tahun 2014, Rusdi mulai terjun ke kancah politik. Ia didapuk menjadi Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa.

Siapakah Rusdi Kirana? Bagaimana kiprah dan mimpinya membangun bisnis di atas langit?

Kompas.com menurunkan tiga tulisan berisi wawancara wartawatimajalah Angkasa, Reni Rohmawati, dengan Rusdi beberapa tahun lalu. Petikan wawancara ini pernah dimuat di majalah Intisari edisi Desember 2013, dengan judul asli “Rusdi Kirana: Sosok Misteri – Who Makes People Fly”. Pemuatan artikel ini atas seizin Intisari.
————————————————————

Siapakah Rusdi Kirana? Namanya sering disebut, tetapi sosoknya tak banyak dikenal, apalagi setenar Lion Air. Sepanjang kehadirannya, maskapai penerbangan nasional yang terbang perdana pada 30 Juni 2000 ini menorehkan banyak hal yang mencengangkan.

Dengan motonya, “We Make People Fly”, Lion Air berhasil menerbangkan sekitar 36 juta penumpang pada 2013. Pangsa pasarnya mendekati 45 persen untuk penumpang domestik. Sementara itu, pada 2012, pangsa pasarnya 41,22 persen.

Banyak cerita menarik mengenai maskapai yang didirikannya bersama sang kakak, Kusnan Kirana.

“Lion itu tiap hari diomelin. Benar diomelin Pak Chappy (Chappy Hakim, pengamat penerbangan, Red), salah apalagi. Tiap hari!” kata Rusdi.

Dalam Task Force Aerospace Diaspora, Agustus lalu, ia pun mengatakan, “Di luar negeri, saya punya leverage, tetapi di dalam negeri saya sering dimarahi wartawan.”

SHUTTERSTOCKPesawat Lion Air Boeing 737-900ER.

Rusdi memiliki leverage sejak ia menorehkan sejarah dalam industri dan bisnis penerbangan dunia. Catat saja pesanan 230 pesawat dari pabrikan Boeing senilai 21,7 miliar dollar AS atau Rp 195,2 triliun, yang disaksikan Presiden AS Barack Obama, pada 18 November 2011 di sela-sela KTT Asia Timur di Bali.

Kesepakatan ini menciptakan lebih dari 100.000 lapangan kerja di Amerika Serikat untuk jangka waktu panjang. Sampai saat ini, Lion Air bahkan sudah memesan 408 pesawat dari Boeing.

Dunia penerbangan pun kembali dibuat tercengang dengan pemesanan 234 pesawat dari pabrikan Airbus senilai 18,4 miliar euro atau setara Rp 230 triliun. Penandatanganan kesepakatannya berlangsung di Istana Kepresidenan Champs Elysees, Paris, yang disaksikan Presiden Perancis Francois Hollande pada 18 Maret 2013.

Hollande berterima kasih karena pemesanan itu mampu mengamankan 5.000 pekerja selama 10 tahun ke depan dan membantu perekonomian Perancis yang tengah dilanda krisis.

Belum lagi pesanan 60 pesawat jenis ATR 72 dari Perancis, beberapa pesawat Hawker 900, dan saat ini sedang menjajaki untuk pemesanan pesawat C-series dari Bombardier, Kanada.

Industri penerbangan nasional, PT Dirgantara Indonesia (DI), juga tak ketinggalan menjadi incarannya. Produk baru pesawat N- 219, yang masih dalam tahap preliminary design, disebut-sebut akan dipesannya sebanyak 100 unit.

“Kita harus punya 1.000 pesawat dan sekarang sudah pesan sekitar 700 pesawat. Sudah datang 120-130 pesawat,” ungkap Rusdi.

Pada suatu sore awal Oktober 2013 di Kemang, Jakarta, Reni Rohmawati dari Majalah Angkasa, berbincang dengan pendiri dan CEO Lion Air Rusdi Kirana. Perbincangan sore itu sempat diselingi pertemuan dengan pemilik Kem Chicks, almarhum Bob Sadino. Sambil minum kopi dan makan pisang goreng, pertemuan itu terasa menyegarkan.

Obrolan Rusdi dan Bob antara serius dan bercanda, ditingkahi tawa berderai keduanya. “Pak Bob boleh jadi bintang iklan Lion Air: low cost, tapi high profile. Itu Lion Air,” ucap Rusdi.

“Tapi, saya tak pernah naik Lion Air. Orang lebih kenal Kem Chicks daripada Lion Air,” jawab Bob, seraya menegaskan bahwa sejujurnya ia tak pernah terbang dengan Lion Air karena tak ada kelas bisnis.

“Aku bukan tak tahu. Lion di mana-mana ada, tapi tak kelihatan sama aku. Ini bukan maksud menghina. Artinya, ada dua: aku ingin tahu Lion Air seperti apa atau Lion memang bukan kelasgua!”

Beberapa saat kemudian, Bob menanyakan keseriusan Rusdi atas tawarannya itu. “I will. Pak Bob pantas untuk jadi bintang iklan Lion Air; penampilan sederhana, duitnya banyak. Kalau ada yangngomelin, nanti bantuin sama Pak Bob omelin,” ujar Rusdi.

Ok, you make me fly by Lion! Kita bantu Lion untuk jadi iklannya,” kata Bob.

Berikut adalah wawancara eksklusif dengan Rusdi, pria kelahiran Jakarta, 17 Agustus 1963, ini.

ANTARA/ZARQONIPresiden Direktur Lion Air Rusdi Kirana (kanan) bersama Wakil Direktur Pemasaran Boeing Dinesh Keskar (kiri), serta Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal (tengah) berpose dengan replika pesawat Boeing seri 737-900ER seusai menandatangani pembelian 56 pesawat baru di gerai Boeing di arena Pameran Kedirgantaraan Singapura, Selasa (19/2/2008).

Sebenarnya, siapakah Rusdi Kirana?

Saya ini pengusaha airlines yang penuh misteri. Tony Fernandez (Air Asia), orang tahu dari A sampai Z. Richard Branson (Virgin Atlantic), A-Z tahu. Saya tak ada yang tahu, even Pak Bob tak tahu. Kalau tahu, imej-nya pasti beda, responsnya beda. Even Boeing pun tak tahu saya, sampai sekarang. Saya jalani semua. Hinaan, masalah “orang bermain”, saya terima. Selama 13 tahun saya tutup buku, saya akan buka.

Selama 13 tahun, saya “kacamata kuda”, seperti tiga patung monyet yang ada di Jerman: tutup mata, tutup mulut, tutup telinga. Kalau saya ikuti semua, saya akan down. Waktu kejadian di Bali (pesawat B737-900ER-nya “mendarat” di laut), semua TV saya matikan, koran saya buang, supaya saya tak goncang. Saya mau fokus pada kerjaan saya. Kalau diikuti, saya akandiscouraged.

Itu tak perlu didebatkan. Yang menjustifikasi kita benar atau salah, it’s not us. Sudah terjadi, kita perbaiki, kita improve, kita tahu ada yang ‘bermain’. Kita panggil direktur saya. Kita buat SOP. Jadi, how to lead a company? We have to be strong, we have to be the strength.

Kalau saya bilang, nuts-lah. Supaya saya tak jadi gila, saya berdoa. Yang saya ucapkan, saya terima kasih. Dengan itu, kita hidup lebih bahagia. Sepuluh tahun lalu, saya bertanya-tanya kepada Tuhan kenapa teman-teman saya mau minta tolong kepada saya? Ternyata, itulah yang membuat kita jadi leader. Tidak berkeluh kesah, tidak meminta, tetapi memikirkan orang lain.

Apa rahasia sukses Anda memimpin Lion Air?

Satu, kita harus punya visi. Dua, passion, Tiga, jiwa yang nekat, berpikir out of the box dan kreatif. Kita bisa memimpin mereka menuju apa yang kita mau. Kita harus bawa mereka ke arah apa yang kita mau, memunculkannya.

Mereka tak mungkin hanya kita suruh, tegur, atau marahi, tapi melihat diri kita; sepak terjang kita. Dengan melihat kita dan karya kita, otomatis menimbulkan kekaguman. Kita harus tunjukkan bahwa kita bekerja dan menghasilkan karya hingga timbul kekaguman. Buahnya, percaya.

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

14 thoughts on “Rusdi Kirana di Balik Lion Air (1): Saya Ini Pengusaha Airlines yang Penuh Misteri

  1. James
    February 22, 2015 at 10:17 pm

    seharusnyalah Rusdi Kirana itu sadar mengapa kalau Tony Fernandez atau Richard Branson bisa Terkenal ?? Rusdi rupanya perlu belajar dari Mereka karena mereka punya Mental Karater International yang mau menerima Kritikan Membangun

    Tentu saja Rusdi banyak di Maki Orang atau Wartawan karena Rusdi sendiri sangat Membedakan Jalur Internationalnya dengan Domestiknya, secara Umum Perusahaan Indonesia itu kepada Pelayanan Penumpang Asing sangat Ramah sedangkan kepada Penumpang Domestik Amburadul karena Masa Bodoh kan Penumpang Domestik kagak mampu semua untuk Meng Klain ganti Rugi sedangkan Penumpang Asing kalau meng Klaim mereka akan Klaim beneran jadi bukan Omdo gitu

    Rusdi sebaiknya Bebenah deh demi Kebaikan Perusahaan Anda sendiri, JetStar sudah kelihatan agak menurun saat ini dibanding pada saat awal dulu karena bPenumang yang Kecewa

Leave a Reply to James Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *