Petite Historie” Pak Harto . PAK HARTO, THE UNTOLD STORIES


Kumpulan kesaksian ihwal Pak Harto dari kerabat, saudara, dan mantan lawan politiknya. Mengungkap banyak sisi kehidupan pemimpin Orde Baru itu. Tidak semuanya cerita baru.

Sebagai pengamen di sekitar Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pada pertengahan 1980-an, Munari Ari punya kebiasaan unik. Tiap Rabu dan Jumat, pada saat iring-iringan Presiden Soeharto lewat di depan RSCM menuju Lapangan Golf Rawamangun, Munari berdiri tegap, lalu memberi hormat di depan iring-iringan itu. Meski terkesan sepele, aksi hormat itu tidak mudah dilakukan. Sebab, sesuai dengan protokoler kepresidenan, tiap kali mobil presiden melintas, jalanan harus dibuat steril. Itulah kenapa Munari sering diusir, bahkan sempat akan ditempeleng

petugas keamanan, ketika memberi hormat.

Kita tak bisa mengharapkan sosok Soeharto digambarkan secara cover both sides dalam buku ini. Porsi buku ini adalah menggambarkan sejumlah kejadian kecil, sebuah petite historie atau sejarah kecil, yang seringkali luput disorot media massa atau penulis biografi. Meski kemudian juga harus dicatat: tak semua kisah dalam buku ini adalah sesuatu yang baru alias untold.

Jika kemudian buku ini lebih banyak berisi pujian atas sikap dan karakter Pak Harto, barangkali kita juga mesti memakluminya. Ini memang buku yang sepenuhnya bertujuan mengenang sebuah pribadi –dengan sudut pandang yang subjektif– bukan melakukan analisis atas kepemimpinan Soeharto di Indonesia selama 32 tahun yang dipenuhi kontroversi.

Meski demikian, aksi hormat itu terus-menerus dilakukan Munari dan seorang kawannya bernama Herman Obos. Sebulan melakukan aksi hormat di depan mobil Pak Harto, Munari dan Obos merasa iring-iringan presiden itu seringkali melaju pelan ketika melewati dua pengamen tersebut.

Pada bulan berikutnya, tiba-tiba mobil berpelat nomor RI-1 berhenti di depan keduanya. Jendela belakang mobil terbuka, lalu wajah Pak Harto muncul. Sang presiden pun tersenyum dan mengangguk pada duo pengamen itu. Sejak keajaiban kecil itulah, ritual hormat tadi seakan menjadi pekerjaan rutin. Para petugas yang mengamankan perjalanan Pak Harto pun terbiasa dan memakluminya.

Kisah unik Munari dan Pak Harto itu merupakan satu dari sekian banyak kesaksian yang dihimpun dalam buku Pak Harto, The Untold Stories. Buku yang diluncurkan pada 8 Juni lalu, bertepatan dengan hari lahir Pak Harto, ini merupakan kumpulan kesaksian banyak tokoh atas sosok presiden kedua Indonesia itu. Sebagian di antara mereka yang memberi testimoni adalah para pemimpin negara di Asia Tenggara, seperti Mahathir Mohammad, Lee Kuan Yew, Sultan Hassanal Bolkiah, dan Fidel Ramos. Ada pula tokoh-tokoh politik dalam negeri, misalnya Jusuf Kalla, Taufiq Kiemas, Fahmi Idris, Harmoko, dan Sudomo.

Dari kelompok lain, ada beberapa kerabat Pak Harto. Tapi yang paling menarik adalah kisah-kisah yang dituturkan orang-orang kecil, yang secara matematis agak mustahil punya relasi dengan sosok sebesar Soeharto. Namun nasib memang bukan matematika. Itulah yang membuat Munari Ari akhirnya dipilih Mbak Tutut untuk bernyanyi dalam peringatan pernikahan Pak Harto dan Ibu Tien. Dari hal yang sepele itulah, Munari akhirnya diterima bekerja di PT Citra Lamtorogung Persada, perusahaan milik Siti Hardiyanti Rukmana, putri sulung Pak Harto.

Kisah menarik lain menyangkut isu sensitif adalah meninggalnya Ibu Tien Soeharto pada 28 April 1996. Dalam kesaksian Jenderal Polisi (purnawirawan) Sutanto, beberapa hari setelah Ibu Tien meninggal, muncul isu bahwa Ibu Tien meninggal gara-gara terkena peluru. Menurut isu itu, terjadi pertengkaran antara dua anak Pak Harto, yakni Bambang Trihatmodjo dan Hutomo Mandala Putra. Keduanya diisukan berebut proyek mobil nasional, sampai kemudian terjadi baku tembak. Salah satu tembakan itulah yang diisukan mengenai Ibu Tien.

Menurut Sutanto, yang ketika itu menjadi ajudan Pak Harto, isu tersebut sangat tidak benar. Ia menyatakan, Ibu Tien meninggal karena serangan jantung. Sehari sebelum meninggal, Ibu Tien mengunjungi Taman Wisata Mekarsari. “Agaknya Ibu Tien terlalu asyik dan gembira melihat-lihat banyaknya tanaman yang tengah berbuah. Ibu Tien lupa bahwa sebenarnya beliau tidak boleh berjalan terlalu lama dan jauh,” kata Sutanto, yang kini menjadi Kepala Badan Intelijen Negara.

Meski mayoritas berisi kesaksian kerabat dan teman, Pak Harto, The Untold Stories juga berisi kesaksian beberapa orang yang dulu menjadi lawan politik Soeharto. Satu yang menarik adalah cerita Andi Mappateheng Fatwa. Seperti diketahui, Fatwa pernah menjadi salah satu lawan politik pemerintahan Soeharto. Fatwa pernah dipenjara, mengalami percobaan pembunuhan, dan mendapat teror akibat sikap politiknya. Tapi, di buku ini, dengan bijak Fatwa menunjukkan bahwa dia tak selalu membenci Pak Harto.

Dalam memandang Pak Harto, Fatwa teringat kalimat Syarifuddin Prawiranegara, “Dalam berhadapan dengan lawan politik, sebaiknya kita berasumsi bahwa tidak mungkin lawan kita itu sepenuhnya salah dan sebaliknya pihak kita juga tidak mungkin benar sepenuhnya.”Dengan sikap yang rendah hati semacam ini, tentu saja Fatwa akhirnya dengan mudah menghargai Soeharto sebagai pribadi, bukan sebagai penguasa. Itulah yang membuat Fatwa mencium kening Pak Harto ketika mantan presiden itu sakit di Rumah Sakit Pusat Pertamina pada 2007.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *