Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika (USD) terhitung sulit diprediksi dalam sebulan terakhir. Pertengahan September lalu, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah tajam hingga menyentuh titik terlemahnya di level Rp 14.691 pada 29 September, nilai tukar terendah selama tujuh tahun terakhir.
Beberapa dugaan penyebab melemahnya Rupiah muncul. Salah satunya adalah aksi devaluasi Yuan sebagai salah satu strategi China untuk menggenjot ekspornya. Langkah tersebut berimbas buruk bagi mitra dagang China, terutama di negara-negara berkembang. Indonesia dan Malaysia adalah negara yang terkena imbas paling dalam akibat keputusan tersebut. Tak ayal lagi, pemerintah kedua negara tersebut mengeluarkan paket kebijakan untuk meredakan pasar.
Namun kondisi suram itu tak berlangsung lama, awal Oktober lalu, posisi Rupiah mulai kembali menguat, masuk ke level 13.000 per dolar Amerika Serikat. Kemarin, Rupiah ditutup di level Rp 13.408 per dolar Amerika Serikat, posisi terkuat sejak Agustus lalu. Apakah penguatan Rupiah tersebut semata-mata disebabkan oleh paket kebijakan pemerintah yang berhasil merayu para pemodal asing untuk kembali menanamkan uangnya di Tanah Air? ( Mdk / IM )
Rupiah dijadikan barang mainan oleh Kedua Negara ini