Pendataan Tenaga Penyehat untuk Dukung Program Pemerintah
dilaporkan: Liu Setiawan
Jakarta, 2 Maret 2025/Indonesia Media – Tenaga penyehat tradisional akan mendukung program pemerintah dalam upaya menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan, terutama pada tahap awal, mengatur kegiatan pendataan. Selama ini organisasi yang aktif pada kegiatan tersebut, yakni Perkumpulan Penyehat Tradisional yang disingkat PPTI , “Kami mendata para tenaga penyehat per puskesmas di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia baik yang berizin atau belum. Yang punya data terapis, adanya di puskesmas,” kata Ado Sadroi, ketua umum Perkumpulan Penyehat Tradisional Indonesia.
Selama ini, PPTI (Perkumpulan Penyehat Tradisional Indonesia) berupaya membangun kolaborasi dan saling mendukung dengan pemerintah, terutama kantor dinas Kesehatan setempat. Tapi hal ini agak sulit, sehingga PPTI (Perkumpulan Penyehat Tradisional Indonesia) cenderung membangun kolaborasi dengan Lembaga ELPIKHI yang telah memiliki perizinan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan dibuktikan legalitas NPSN (nomor pokok sekolah nasional), PPTI juga ikut mendata para anggotanya di berbagai puskesmas tingkat pemerintah provinsi. “Kalau pada kabupaten, ibaratnya hanya operator. Kami akan sowan, bersilaturahmi dengan dinas kesehatan di seluruh Indonesia. Dari situ, kita melihat antusiasme masyarakat terhadap pengobatan tradisional,” kata Ado yang akrab disapa Sinshe.
Kondisi perizinan tenaga penyehat tradisional di Indonesia berbeda dengan di China. Kalau di China, masyarakat bukan meminta izin dari kantor dinas kesehatan. Sebaliknya, dinas kesehatan setempat di China yang memberi perizinan. Sehingga upaya menciptakan manusia sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan lebih nyata dan solid. Sementara di Indonesia, regulasi terutama izin praktik di Indonesia sangat ketat. “Karena saya mendalami belajar keilmuan TCM (traditional Chinese medicine) di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, Banyak tenaga pengobatan tradisional dengan gelar Sinshe atau Tabib, bukan gelar akademis. Sama seperti orang naik haji, dipanggil Pak/Ibu Haji, atau lulusan pesantren disebut pak Ustadz. Ahli kesehatan, ketika mereka lebih intens mendalami TCM, dengan mengikuti Pendidikan di Lembaga ELPIKHI selama 1 – 2 tahun, kami layaknya disebut sinshe,” kata Ado Sadroi.
Sementara itu, Sekjen PPPI (Perkumpulan Perawat Pembaharuan Indonesia) Sukendar melihat urgensi para tenaga kesehatan (nakes) ikut pelatihan kewirausahaan menjadi entrepreneur terapi keperawatan pada pelayanan kesehatan komplementer. “Kalau mau wirausaha (jasa layanan) bekam, pijat refleksi, ibaratnya tidak punya disiplin ilmu, tapi mereka bisa menyehatkan pasien. Tapi khitan (sirkumsisi) harus minimal punya disiplin ilmu tenaga kesehatan bidang, perawat, dokter,” Sukendar mengatakan kepada Redaksi.
PPPI terus membangun berkolaborasi dengan baik, terlebih jumlah tenaga nakes khususnya perawat paling banyak, oleh karena itu perawat menjadi bagian yang utama dalam pelayanan kesehatan, mulai dari tingkatan posyandu, puskesmas hingga rumah sakit. Dengan transformasi khususnya di bagian SDM diperlukan kompetensi dalam meningkatkan pelayanan, oleh karena itu dengan adanya PPPI diharapkan dapat mendorong kompetensi perawat yang handal. “Nakes yang ikut training selama 2 – 3 bulan, dan menjalankan tes, hasilnya ternyata yang bersangkutan mampu, diberi sertifikat yang berlaku 2 – 3 tahun. Seperti Ado Sadroi yang juga berhasil memberi lisensi, sertifikat kepada nakes yang ikut pelatihan. Banyak yang sudah menjadi entrepreneur penyehat tradisional termasuk akupunktur,” kata Sukendar. (LS/IM)