Pembelaan Bondan tentang Kejahatan HAM Prabowo


INDONESIA2014 –Menjelang hari-H Pemilu, kubu Prabowo nampak melakukan upaya gencar membangun citra sang kandidat presiden. Termasuk di dalamnya, membersihkan rekam jejak masa lalunya dalam soal Hak Asasi Manusia.

Salah satu yang menarik adalah seri twitter Bondan Winarno yang disebarkan akhir pekan lalu. Caleg Partai Gerindra yang populer itu membuat seri 62 pernyataan melalui twitter untuk membela Prabowo. Salah satu yang terpenting adalah soal penculikan aktivis pro-demokrasi 1997-1998.

Bagi Gerindra, Bondan memang bukan orang sembarangan. Selain dikenal karena program kulinernya di televisi, Bondan memiliki reputasi harum sebagai mantan wartawan yang menjadi pionir dalam tradisi jurnalisme investigatif di Indonesia. Ucapan dan tulisannya didengar. Karena posisinya itu, ia sengaja dipasang sebagai salah satu ikon dalam iklan televisi Gerindra.

Dalam seri tweetnya, Bondan menggambarkan Prabowo dengan ungkapan superlatif: ‘jiwa dan raga (nya) 100% untuk merah putih’,  ‘ sangat berani’, ‘selalu berada di garis terdepan’, atau ‘prajurit sejati’.  Bondan bahkan berkisah bahwa pada 1998, Prabowo sempat jatuh miskin dan ‘harus kerja keras di luar negeri agar hidup layak’.

Di luar soal puja-puji,  yang penting dari seri tweet itu adalah Bondan berusaha mematahkan apa yang dianggapnya rangkaian  fitnah terhadap Prabowo. Bondan berusaha meyakinkan pembacanya bahwa Prabowo adalah seorang pemimpin berintegritas yang ingin menyelamatkan Indonesia namun kemudian menjadi korban yang dikambinghitamkan oleh pertarungan politik di masanya.

Soal tuduhan tentang peran Prabowo dalam penculikan para aktivis pro-demokrasi adalah salah satu contoh utamanya. Ini menjadi penting karena atas dasar tuduhan inilah, Prabowo diberhentikan secara tidak hormat oleh Dewan Kehormatan Perwira pada 1999.

Untuk menyegarkan ingatan pembaca, setahun menjelang jatuhnya Soeharto diketahui ada tiga kali penculikan para aktivis prodemokrasi. Jumlah total yang diculik adalah 23 orang. Sembilan di antaranya dibebaskan, 13 lainnya tidak pernah diketahui nasibnya, sementara satu orang sudah ditemukan tewas.

Mahkamah Militer yang diadakan seusai jatuhnya Soeharto menghukum 11 orang tentara yang bergabung dalam Tim Mawar (yang dikomandani Mayor Bambang Kristiono). Tim ini dinyatakan bersalah karena terbukti menculik setidaknya sembilan korban yang dilepaskan kembali itu. Hakim memutuskan sebagian anggota tim dipenjara  dan sebagian lainnya hanya dipecat.

Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dalam pasukan elit Kopasssus, dan komandan Kopassus saat itu adalah Prabowo. Mahkamah Militer sendiri tidak pernah mengadili Prabowo mengingat Bambang Kristiono ketika itu mengaku bahwa penculikan dilakukan atas ‘inisiatif sendiri’  karena terpanggil menyaksikan perilaku para aktivis yang membahayakan kepentingan nasional.  Jadi, Bambang tidak mengaku bahwa penculikan dilakukan atas dasar perintah Prabowo.

Namun Dewan Kehormatan Perwira  yang dibentuk sesudah Mahkamah Militer tiba pada kesimpulan lain. DKP ketika itu memandang Prabowo ‘telah salah menafsirkan perintah’ dan karenanya harus memperoleh sanksi. Berdasarkan rekomendasi itulah, Pangima ABRI Wiranto memutuskan memberhentikan Prabowo.

Aksi penculikan itu merupakan isu besar HAM karena setidaknya dua hal. Sebagian dari korban tidak pernah kembali dan mungkin sekali sudah mati dibunuh. Mereka yang kembali (sembilan orang) itu mengaku bahwa selama penculikan, mereka disiksa dengan sadis.

Bondan Winarno berusaha meluruskan sejarah itu. Dalam tweetnya, Bondan mengakui bahwa penculikan itu memang terjadi, namun dilakukan dalam rangka ‘mencegah terorisme’.

Menurut Bondan, Tim Mawar diperintahkan untuk mengamankan terduga teroris karena sudah terjadi peledakan bom di Tanah Tinggi yang ditujukan untuk mengganggu Sidang Umum MPR pada Maret 1998.

Setelah ‘diamankan’, tambah Bondan, mereka yang diculik itu ‘dilepas’ dan sekarang sebagian bergabung dengan Gerindra. Tulis Bondan lagi: “Apakah mereka mau bergabung dengan Gerindra jika Prabowo benar kejam seperti dituduhkan?”.

Dengan berargumen seperti itu, Bondan tentu berharap ia dapat membantu reputasi Prabowo. Masalahnya, penjelasan Bondan mengandung banyak masalah yang justru bisa mengkonfirmasi kejahatan Prabowo.

Pertama, dengan begitu, tweet tersebut justru mengukuhkan fakta bahwa Prabowo memang terlibat.  Dengan kata lain, Bondan mengakui bahwa Prabowo memang memberi perintah penculikan.

Ini menjadi penting karena Prabowo sendiri sebenarnya hampir tidak pernah mau mengakui secara terbuka bahwa ia memang memerintahkan penculikan.  Dalam berita New York Times (24 Maret 2014), Prabowo masih membantah dugaan bahwa ia terlibat dalam kejahatan HAM di masa Orde Baru. “Saya tidak pernah dinyatakan bersalah atas apapun. Itu cuma kabar burung dan tuduhan,” ujarnya sebagaimana dikutip NYT.

Kedua, Bondan menyatakan bahwa penculikan dilakukan terhadap tersangka teroris. Masalahnya, kalau kita melihat siapa sembilan orang yang diculik itu, terlalu gegabah untuk menyebut mereka sebagai ‘teroris’ yang bersedia melakukan pemboman untuk menimbulkan kepanikan massa.

Sebagian dari sembilan orang yang masih hidup itu saat ini adalah para politisi di berbagai partai, termasuk di Partai Gerindra. Ada pula jurnalis yang sekarang  menjadi pimpinan di salah satu media paling terkemuka di Indonesia.

Mereka adalah Desmond Junaidi Mahesa (Gerindra), Haryanto Taslam (Gerindra) , Pius Lustrilanang (Gerindra), Aan Rusdianto (Gerindra), Faisol Reza (Partai Kebangkitan Bangsa dan staf khusus Menteri), Rahardjo Walujo Djati (aktivis media dan pemberdayaan petani), Nezar Patria (redaktur pelaksana Vivanews dan anggota Dewan Pers), Mugianto dan Andi Arief (staf khusus Presiden).

Pada 1997-98,  semua adalah aktivis dalam gerakan masyarakat sipil untuk menumbangkan Soeharto. Bila mereka adalah teroris, Indonesia tentu dalam kondisi berbahaya. Bayangkan bila staf khusus presiden dan staf khusus menteri serta pimpinan redaksi sebuah media terkemuka adalah para (mantan) teroris.

Bila mereka adalah teroris, sangat mengherankan bahwa Gerindra sekarang menempatkan empat di antaranya sebagai anggota yang diproyeksikan atau sudah menempati posisi penting dalam parlemen.

Karena itu, penjelasan Bondan bahwa Tim Mawar – yang merupakan orang-orang Prabowo – mengamankan para korban dengan tuduhan ‘teoris’ bisa jadi menunjukkan betapa fasisnya Prabowo. Hanya karena Prabowo harus menyelamatkan Sidang umum MPR 1998 yang memang kemudian menjadikan Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden, ia memerintahkan anak buahnya untuk menangkapi para aktivis itu dengan tuduhan ‘teroris’.

Satu poin penting lagi adalah soal penyiksaan. Bondan mengakui bahwa penculikan memang dilakukan. Yang tidak disebut-sebut adalah soal penyiksaan. Para korban penculikan yang dilepas tersebut di berbagai kesempatan sudah berkisah tentang penderitaan yang mereka alami saat diculik. Modus penyiksaan itu bersifat fisik maupun psikis, yang terentang dari dipukuli, disetrum (bahkan di di bagian alat kelamin), ditelanjangi, dibenamkan ke dalam bak mandi, atau dibaringkan di atas balok es.

Yang bercerita tentang itu bukan satu-dua orang. Bahkan mereka yang sekarang bergabung dengan Gerindra pun memberi kesaksian tentang itu setelah dibebaskan dari penculikan.

Jadi, dengan mengakui bahwa Prabowo memang memerintahkan penculikan, Bondan sebenarnya membuka banyak hal. Bondan sendiri pasti bicara semacam ini dengan mengandalkan informasi yang diberikan Prabowo atau orang-orang kepercayaannya. Dengan kata lain, pernyataan Bondan adalah semacam ‘pernyataan resmi’ dari Prabowo dan Gerindra

Memang sempat tersiar penjelasan lain bahwa walau Prabowo sebenarnya memang memerintahkan penculikan, ia tak pernah memerintahkan dan bahkan tak tahu bahwa ada penyiksaan.

Ini tentu saja argumen yang sulit masuk di akal, sebagaimana absurdnya penjelasan Komandan Tim Mawar Bambang Kristiono bahwa penculikan itu dilakukan karena ‘panggilan hati nurani’ untuk menyelamatkan Indonesia.

Prabowo adalah Komandan Kopassus yang sangat berwibawa di mata anak buahnya . Ia dikenal ringan tangan terhadap setiap bawahannya yang tidak bertindak sesuai standardnya. Membayangkan  bahwa Tim Mawar dengan sadar melakukan improvisasi di lapangan dengan menyiksa para korban penculikan tanpa perintah sang komandan, sangat sulit diterima oleh akal sehat.

Bambang Kristiono sendiri saat ini menjadi orang kepercayaan Prabowo. Begitu juga para anggota Tim Mawar yang lain dikabarkan mendapat posisi penting di sekitar Prabowo, Gerindra dan jaringan bisnisnya. Fakta itu saja menunjukkan bahwa Tim Mawar bukanlah kumpulan orang yang membangkang, melainkan loyal pada Prabowo.

Dengan seri tweetnya, Bondan tentu ingin mempermudah jalan Prabowo menuju kursi kepresidenan. Alih-alih begitu, bisa jadi Bondan justru membuka percakapan yang akan mengingatkan masyarakat bahwa bagi Prabowo, soal Hak Asasi dan nyawa manusia adalah persoalan sepele. Baginya, tujuan menghalalkan cara. Dulu ia melanggar HAM untuk kepentingan kekuasaan Presiden Soeharto. Di masa depan, bila dia menjadi presiden, dia sangat mungkin melakukannya untuk kekuasaaannya sendiri.

http://www.indonesia-2014.com/read/2014/04/01/pembelaan-bondan-tentang-kejahatan-ham-prabowo#.U0ItlfldU7v

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

220 thoughts on “Pembelaan Bondan tentang Kejahatan HAM Prabowo

  1. james
    April 7, 2014 at 2:17 am

    itu hanya baru satu kejadian Pelanggaran HAM oleh Prabowo, masih ada yang lainnya di Timor dan Papua juga dan beberapa Tempat lainnya, jadi cukup banyak Lembaran Hitamnya Prabowo, maka yakin dalam Pemilu 2014 ini akan dikalahkan oleh Jokowi yang bersih

Leave a Reply to james Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *