Pembatasan Kunjungan DPR ke Luar Negeri


Dalam acara HUT ke-66 DPR , Ketua DPR Marzuki Alie mengumumkan langkah lembaga legislatif memperketat izin kunjungan ke luar negeri bagi komisi-komisi dan panitia khusus (pansus), namun tidak membatasi kunjungan ke luar negeri bagi Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), tugas menghadiri sidang-sidang internasional dan Komisi I yang salah satunya memang membidangi masalah luar negeri.

Langkah itu diambil, kata Marzuki Alie, karena adanya berbagai kritikan keras dari masyarakat terhadap berbagai kunjungan tersebut.

Memang dalam pernyataan yang disampaikannya itu tidak diperinci kunjungan ke luar negeri mana yang sebenarnya akan dibatasi, karena bagaimanapun sebagai sebuah lembaga negara yang ikut bertanggung jawab dan mengurus dari A-Z hajat hidup orang banyak di negeri ini, kunjungan ke luar negeri adalah suatu hal yang bisa saja harus dilaksanakan.sesuai dengan urgensinya.

Untuk itu, kita memperkirakan yang dimaksud kunjungan ke luar negeri yang diperketat itu adalah soal studi banding, yang beberapa bulan lalu banyak disorot kalangan civil society dan media karena tidak jelas urgensinya, bikin malu (karena yang ditemui kerap kali bukan mitra yang sepadan), disalahgunakan untuk pelesiran atau umrah, dan pada akhirnya hanya menghamburkan uang negara.

Jadi, pernyataan Marzuki Alie itu harus dilihat sebagai sebuah deklarasi mengenai pengetatan studi banding dalam rangka penyusunan berbagai RUU.

Hal lain yang membuat pemimpin DPR tunduk pada tekanan masyarakat pada tahun ini juga adalah penghentian rencana pembangunan gedung baru DPR, yang ternyata belakangan disinyalir ada kaitannya dengan mantan Bendahara Partai Demokrat Mohammad Nazaruddin yang kini ditahan oleh KPK. Khusus soal yang satu ini tidak disebut dalam pidato itu.

Berbagai studi banding oleh DPR selama ini menghabiskan anggaran hingga lebih dari Rp 100 miliar setahunnya, sementara sasaran yang dicapai tidak jelas, karena TOR yang disusun untuk studi banding itu banyak yang tidak bermutu (atau sengaja dibuat demikian), ditambah lagi kita meragukan kemampuan banyak anggota DPR kita dalam berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris.

Selain itu, banyak dari anggota DPR kita yang tidak menguasai masalah (tidak kompeten) meski mereka pergi ke luar negeri sesuai dengan komisi tertentu, sehingga narasumber yang ditemui pun kerap kali juga tidak bermutu, malah mentok-mentok hanya dengan staf KBRI.

Seharusnya, Ketua DPR juga mengumumkan bahwa selain memperketat kunjungan ke luar negeri, sekarang sudah ada kerangka acuan (term of reference/TOR) yang lebih baik demi memastikan bahwa berbagai kunjungan ke luar negeri itu bermanfaat dan memang mendesak.

Kita tidak anti-studi banding atau anti-kunjungan ke luar negeri oleh para anggota legislatif, melainkan kita anti-studi banding yang tidak jelas juntrungannya karena pada akhirnya itu sama saja dengan korupsi berbungkus menjalankan tugas.

Karena sebenarnya ada banyak cara untuk mengumpulkan data dan informasi terkait penyusunan undang-undang. Misalnya dengan mengundang narasumber dari negara tertentu yang dibutuhkan pengalamannya, mengirim staf ahli untuk mengumpulkan data, atau men-search di internet yang adalah gudangnya informasi.

Sejumlah kedutaan besar negara sahabat, bila ada anggota parlemen mereka berkunjung biasanya diadakan acara resepsi (tentu dengan tamu yang terpilih dan terhormat), atau dialog dengan para pemimpin media dan sebagainya. Itu semua memperlihatkan bahwa kunjungan itu terhormat dan tidak boleh sia-sia.

Dalam ilmu manajemen studi banding itu dikenal dengan istilah benchmarking, yakni mencoba menimba hal yang baik dan unggul dari perusahaan lain untuk diterapkan di tempat kita. Namun, harus disadari pula sebuah keunggulan berasal dari sebuah sistem berpikir, sistem budaya, sistem nilai, sistem politik, sistem ekonomi, dan filosofi sendiri, sehingga tidak bisa dijiplak begitu saja.

Jadi, langkah DPR membatasi perjalanan ke luar negeri haruslah bermuara pada upaya membuat DPR kita semakin berwibawa dan terhormat, baik itu di mata mereka yang berada di luar negeri, maupun kita yang ada di dalam negeri. Inilah saat yang tepat untuk berbenah.

Sangat menyedihkan dan memalukan kalau di dalam negeri para anggota DPR sudah dicerca karena kasus-kasus korupsi, dan hal yang sama terjadi di luar negeri, di mana perilaku mereka yang tidak pas juga disorot media.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *