PBNU Dukung Ketahanan Energi Nasional


Negara harus mampu mengatur tata niaga gas agar memberikan manfaat.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mendukung ketahanan energi nasional untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan menandatangani nota kesepahaman antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk dengan PBNU.

Dalam penandatanganan nota kesepahaman minggu ini, PBNU diwakili Ketua Umum Prof. Said Aqil Siradj dan Direktur Utama PGN Tbk Hendi Prio Santoso.

Dalam keterangan tertulisnya, Minggu 10 November 2013, Said Aqil menegaskan, pemerintah harus mampu mengatur tata niaga gas bumi agar memberikan keuntungan maksimal kepada masyarakat. Karena itu, pemerintah harus menghentikan berbagai upaya liberalisasi di sektor gas bumi yang mengancam ketahanan energi nasional.

Tata niaga gas sebagai salah satu upaya menjaga ketahanan energi harus menjadi perhatian serius. Hal ini penting, karena kekayaan alam itu harus dinikmati oleh rakyat serta mampu menyejahterakannya.

Dia juga minta agar setiap kebijakan di sektor energi diarahkan demi pemenuhan kepentingan masyarakat. “Bukan untuk kepentingan segelintir kelompok atau kepentingan tertentu,” ujarnya.

Demi kepentingan tersebut, tegasnya, PBNU akan selalu mendukung upaya pemerintah maupun swasta untuk memperkuat ketahanan energi nasional. “Pemerintah juga harus memperkuat dan meningkatkan pembangunan infrastruktur gas bumi di seluruh wilayah Indonesia. Apalagi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin membebani pemerintah,” katanya.

Menurut Said, sebagai negara yang kaya sumber energi termasuk gas bumi, pemerintah harus mampu memanfaatkan sumber energi tersebut demi kepentingan dan keuntungan rakyat. “Kami berharap infrastruktur gas bumi dapat dibangun lebih banyak lagi, sehingga masyarakat banyak, termasuk warga Nahdliyin dapat menikmati energi yang murah dan ramah lingkungan ini,” ungkapnya.

Sejak 1.500 tahun silam, papar Said Aqil mengutip hadits, Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan adanya tiga hal yang harus dikelola negara: air, api (perlambang energi), dan rumput. Dalam konteks sekarang, rumput bisa dikatakan sebagai hutan. Karena itu, jangan sampai terjadi liberalisasi yang memberikan kebebasan berlebihan dalam penguasaan energi.

“Bencana akan datang jika ada kesalahan dalam mengelola tiga hal ini, karena menyangkut kemaslahatan umat,” ujarnya.

Sebagai realisasi semangat kemaslahatan dalam konteks energi ini, Said menegaskan, pemerintah harus mensinergikan BUMN di bidang energi sebagai kepanjangan tangan negara. Jangan sampai, yang terjadi justru saling bertikai, seperti PGN dan Pertamina.

Sedangkan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang hadir dalam MoU itu bercerita, ketika menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi dan membubarkan BP Migas yang sekarang berubah menjadi SKK Migas, bukan lantaran lembaga ini proasing. “Negara kita sangat terbuka, namun lembaga ini (BP Migas) tidak ada keberpihakan kepada rakyat,” ujarnya.

Wakil Ketua Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fahmi Harsandono Matori mengatakan, tingkat keamanan dan keterjangkauan konsumen dalam negeri terhadap gas, harus menjadi prioritas dalam kebijakan energi. Selain harga yang musti diperhatikan, ketersediaan pun perlu jaminan.

“Karena itu saya memandang perlu adanya kewajiban produsen untuk memasok gas kebutuhan dalam negeri lebih dulu, baru ekspor,” katanya.

Fahmi mengatakan, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Itu amanat yang harus dipenuhi,” katanya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *