MENJADI PEGAWAI NEGERI, MASIH MENARIKKAH?


Sebuah renungan dalam rangka HUT Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) ke-40

Apabila anda ditawari pekerjaan dengan tawaran gaji kecil, sangat birokratis, stigma
negative di dalam masyarakat, apresiasi atas hasil yang sangat minimal bahkan tidak ada.
Tertarikkah para pembaca melihat tawaran pekerjaan seperti itu. Sangat logis dan amat
dimengerti tawaran pekerjaan tersebut ditolak.

Suka atau tidak, realita diatas merupakan kondisi nyata yang dialami oleh jutaan
pegawai negeri di Indonesia. Bagaimana mungkin kondisi yang sangat tidak menyenangkan itu
masih mampu membuat jutaan orang berebut untuk menjadi pegawai negeri sipil. Dengan
makin variatifnya lapangan pekerjaan, dan semakin berubahnya kondisi dari lapangan
pekerjaan itu masih menarikkan menjadi Pegawai Negeri. Menarikkah menjadi pegawai negeri
bagi para mahasiswa yang lulusan dari luar negeri seperti Amerika ini?

Ironi Pegawai Negeri Sipil

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pegawai Negeri adalah masalah gaji yang
sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan hidup yang terus meningkat dewasa ini. Kondisi
yang dialami oleh hampir seluruh pegawai negeri di Indonesia merupakan sebuah ironi. Bahkan
dalam beberapa strata pegawai negeri misalkan golongan I atau II, gaji yang diterima oleh
mereka jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan peraturan Upah Minimum Regional (UMR).

Seringkali dalam sebuah candaan, gaji pegawai negeri di Indonesia adalah lima koma.
Lima koma dalam hal ini bukan berarti mendapatan gaji lima koma sekian juta rupiah namun
gaji mereka yang diterima setiap tanggal 1 tiap bulannya, pada tanggal lima sudah koma alias
menipis atau menguap. Namun hal ini merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi keluarga
dalam memanage kehidupan yang semakin sulit dan mahal dewasa ini.

Selain itu, para pegawai Negeri Sipil harus menerima stigma dari masyarakat yang
sangat negative. Korps pegawai negeri sipil sering diidentikan dengan sesuatu yang sangat
birokratis. Pelayanan kepada masyarakat seringkali terasa berbelit dan dipersulit. Bahkan ada
idiom yang sering kali diungkapkan untuk menyindir pelayanan yang diberikan oleh korps
pegawai negeri sipil yaitu apabila bisa dipersulit mengapa harus dipermudah.

Stigma lain yang harus disandang oleh pegawai negeri adalah sebagai sarang dari
koruptor. Banyak sekali penyelewengan dana yang terjadi sehingga membuat banyak anggota
korps pegawai negeri yang terseret bahkan berurusan dengan hukum. Bahkan pada level yang
rendah sekalipun, segala sesuatu bisa diuangkan bahkan jika kita ingat dengan tokoh pak ogah
di serial unyil masa lalu, dengan istilah yang sangat terkenal: “cepe, dulu…” sering terjadi
pengutipan uang untuk mempermudah segala urusan. Diakui memang realita itu terjadi karena
ulah segelintir oknum di dalam korps pegawai negeri tetapi stigma yang terjadi mengeneralisir
seluruh korps pegawai negeri sipil seakan seluruhnya bberbuat hal yang tidak terpuji tersebut.

Upaya Perbaikan Citra

Kala citra sudah dilekatkan pada sesuatu, hal yang paling berat adalah memperbaiki hal
itu. Upaya perbaikan perlu dilakukan untuk merubah dan memperbaiki citra yang sudah
terlanjur dilekatkan kepada korps pegawai negeri sipil tersebut. Memang diakui adanya oknum
yang mencoreng nama pegawai negeri sipil tersebut dengan perbuatan yang tidak terpuji,
tetapi banyak pegawai negeri sipil yang mendedikasi dirinya untuk kepentingan Negara, taat
pada aturan yang berlaku dan memberikan pelayanan yang baik, mudah, akuntabel serta dapat
dipertanggung jawabkan.

Reformasi yang dijalankan sejak tahun 1998 merupakan sebuah momentum bagi
seluruh komponen bangsa untuk melakukan perubahan dan pembenahan serta koreksi
terhadap apa yang dilakukan selama orde baru. Telah banyak yang berubah selama proses
reformasi itu. Demokratisasi, keterbukaan dan kebebasan hanyalah sebuah impian di masa
orde baru, berhasil diraih dalam waktu yang relative cepat.

Reformasi menjadi momentum bagi segenap bangsa untuk melakukan proses
pembenahan diri. Pihak militer yang banyak dikecam selama orde baru melakukan proses
reformasi dalam rangka pembenahan dan profesionalitas militer itu sendiri. Masing-masing unit
kerja melakukan proses reformasi dan revitalisasi dengan tujuan meningkatkan profesionalisme
aparatnya. Pemerintah secara berkala mulai melakukan pembenahan dalam sistim penggajian
dengan berdasarkan pada kinerja seorang aparat. Sistim yang baru, yang dikenal dengan sistim
remunerasi mulai diterapkan secara bertahan dengan tujuan, meningkatkan sumber
pemasukan para pegawai negeri sipil tersebut, pola penilaian kerja berdasarkan kinerja. Secara
perlahan para aparat pegawai negeri sipil mulai dibiasakan untuk memiliki sebuah kompetisi
dan profesionalisme yang disesuaikan dengan hasil kinerja masing-masing. Kita melihat para
pejabat dengan usia yang relative muda sudah bisa menduduki jabatan tertinggi di dalam
birokarasi. Hal ini bukan karena adanya like and dislike di dalam sistim namun lebih kepada
adanya penilaian yang lebih objektif, akuntabel dan didasarkan oleh kinerja seseorang.

Selain upaya pembenahan dari dalam, keterbukaan dan kebebasan di masa reformasi
saat ini merupakan factor yang mendukung perbaikan sistim di dalam korps pegawai negeri
sipil. Dengan adanya keterbukaan dan kebebasan di dalam masyarakat khususnya di media
atau pers, segala penyelewangan atau kegiatan yang merugikan masyarakat yang dilakukan
oleh parat pegawai negeri sipil akan dengan mudah diketahui oleh public. Masyarakat khusunya
pers menjadi lembaga pengawas jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh aparat
pegawai negeri sipil. Banyak penyelewangan yang terjadi dikatahui dan ditindak lanjuti dari
laporan masyarakat atau laporan atau berita yang dimuat oleh media. Sehingga dengan adanya
keterbukaan dan kebebasan secara langsung membuat kokohnya masyarakat sebagai lembaga
pengawas terhadap jalannya kinerja pemerintah.

Keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi membuat pemerintah
memperkuat perangkat hukum maupun infrastrukturnya untuk melawan penyakit yang sudah
sangat kronis menggrogoti sendi-sendi kehidupan bangsa. Keseriusan dalam pemberantas
korupsi terlihat dengan banyaknya penyelesaian kasus korupsi tanpa memandang jabatan yang
disandang. Banyak kalangan yang selama ini terkesan “untouchables” pun juga harus
mempertanggung jawabkan penyelewangan.

Sudah banyak upaya perbaikan yang dilakukan. Namun diakui masih banyak yang perlu
usaha dan upaya yang lebih besar untuk melakukan perubahan sehingga aparat pegawai negeri
sipil bisa menjadi lebih professional, akuntabel, taat peraturan dan yang terpenting menjadi
kebanggan di dalam masyarakat.

Masih menarikkah menjadi Pegawai Negeri Sipil?

Kita masih melihat antrian panjang saat adanya penerimaan di instansi pemerintah.
Pemikiran lama bahwa menjadi pegawai negeri enak dikarenakan adanya kepastian mendapat
uang pensiun dan waktu kerja yang relative sedikit sudah tidak bisa diterima lagi pada masa ini.
Seorang pegawai swasta saat ini dengan banyaknya program asuransi hari tua yang lebih
menguntungkan sudah menggugurkan asumsi pertama, sedangkan asumsi kedua juga
dirasakan kurang tepat dikarenakan load pekerjaan di masa sekarang semakin bertambah dan
jam kerja para aparat pegawai negeri sipil saat ini juga sama bahkan kadang lebih berat dari
instansi swasta.

Sehingga menjadi pertanyaan menjadi pegawai negeri sipil masih menarikkah? Atau
profesi di instansi pemerintah cukup bisa bersaing dibandingkan profesi di instansi swasta?
Jawabannya menurut pandangan saya adalah iya. Bukan saja karena saya merupakan pegawai
negeri sipil, namun tantangan menjadi pegawai negeri sipil saat ini cukup menarik dan
menantang. Ada sebuah idealism di dalam pekerjaan yaitu berbakti kepada Negara dan bangsa
namun juga sebuah realism di dalam pekerjaan itu sendiri yaitu bersentuhan langsung kepada
kepentingn masyarakat itu sendiri.

Perbaikan sistim rekruitmen di dalam instansi pemerintah itu sendiri membuat sebuah
persaiangan tersendiri untuk dapat masuk di dalam instansi pemerintah. Saya pernah bertemu
dengan seseorang yang sudah mencoba tiga kali masuk Kementerian Luar Negeri dan pada
akhirnya pada kesempatan keempat, yang bersangkutan bisa masuk. Kenyataan telah tidak
adanya KKN di dalam proses rekruitmen dan sistim semakin bersihnya proses tersebut
membuat seseorang akan terus menerus mencoba hingga pada akhirnya dapat masuk instansi
pemerintahan.

Terakhir dan mungkin yang terpenting adalah dalam kondisi saat ini, merupakan waktu
yang tepat untuk individu yang memiliki idealism yang tinggi dan juga jiwa pelayanan kepada
masyarakat untuk bergabung di dalam korps pegawai negeri sipil. Kondisi perbaikan saat ini
hendaknya dapat dimanfaatkan oleh semua aparat pegawai negeri sipil untuk dapat
memperbaiki citranya. Dan merupakan sebuah cara terbaik dan efektif jika menginginkan

perbaikan adalah memperbaiki di dalam sistim itu ketimbang di luar sistim dan hanya
memberikan kritik-kritik dan tanpa solusi. Menjadi pegawai negeri sipil, dibalik segala
kekurangan merupakan sebuah lading yang menarik dan menantang untuk setiap generasi
muda Indonesia yang ingin memberikan sedikit kontribusinya kepada Negara dan bangsa yang
dicintainya.

*Penulis adalah Konsul Penerangan, Sosial dan Budaya KJRI Los Angeles, tulisan ini merupakan buah pikiran pribadi
dan tidak secara langsung mencerminkan kebijakan KJRI Los Angeles.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *