Konsultan Medis TCM Tidak Tinggalkan Pengobatan Western


Obat tradisional China (Traditional Chinese medicine/TCM) termasuk herbal, secara umum sama dengan pengobatan ala barat atau modern. Tetapi para konsultan medis di berbagai klinik TCM tetap mengacu pada yang sudah baku, yaitu pengobatan ala barat modern. Kendatipun demikian, peran TCM dan herbal hanya untuk complementary atau pelengkap. TCM tidak diperkenankan untuk mengganti pengobatan barat. “Kami tidak boleh meninggalkan pengobatanwestern (barat),” Fenny Yunita, konsultan medis Saras Subur Ayoe mengatakan kepada Redaksi.
Sebaliknya, setiap konsultan dan tenaga medis harus terus membangun kesehatan masyarakat yang promotif. Artinya, peningkatan kesehatan masyarakat dengan menggunakan herbal sebatas untuk rehabilitasi. Tetapi upaya penyembuhan atau kuratif tetap tidak lepas dari peran pengobatan barat modern. TCM bisa membantu meningkatkan kualitas hidup pasien. TCM juga juga bisa membantu mengurangi efek samping. “Herbal dari China juga sudah melewati uji klinik atau studi yang meneliti obat sebelum dipasarkan.”
Uji klinik di China bukan hanya sebatas pada hewan, tetapi juga pada manusia. Hal ini sangat penting karena terkait dengan efektivitas dan pengaturan dosis. Hasil uji klinik dari hewan bisa dikonversi pada manusia. Ketentuan ini mutlak di China, dan tidak main-main. “Uji klinik juga bukan hanya pada puluhan, tapi ratusan bahkan ribuan pasien. Uji klinik juga dilakukan oleh para dokter yang sudah menangani ribuan kasus. Dari hasil uji klinik, badan pengawasan obat dan makanan di China yakin tidak ada subjektivitas.”
TCM masuk ke Indonesia, sesuai dengan ketentuan kementerian Kesehatan dan kementerian terkait, harus dengan logo TI (tradisional impor). Logo tersebut sama dengan jaminan  kelengkapan berbagai dokumennya. Kelengkapan tersebut menjamin hak keamanan, keselamatan, kenyamanan konsumen di Indonesia. Dokumen yang dimaksud adalah terkait dengan keterangan pabrik, bahan-bahan, serta kelulusan uji klinik di China. Di setiap produk, dokumen tersebut harus dicantumkan terutama yang jenis herbal. “Produk TCM juga harus bebas dari campuran obat kimia atau istilah BKO (bahan kimia obat).”
 
Selain bebas BKO, TCM juga tidak boleh dicampur dengan obat dokter. Ketentuan tersebut berada langsung di bawah pengawasan BPOM (badan pengawasan obat dan makanan). Sehingga importir TCM di Indonesia tidak pernah main-main dengan aturan yang diberlakukan BPOM. “BPOM tidak akan mengizinkan, kendatipun di China, (hal itu) boleh.”
Kondisi di China dan Indonesia jelas berbeda. Hal lain yang signifikan, bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Sehingga selain ketentuan BKO, harus ada sertifikasi halal. Perizinan importir TCM tetap merupakan ranah BPOM, bukan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Karena di BPOM sendiri, ada pengurus MUI yang terlibat secara structural. “(Perizinan) tidak wajib dari MUI. Pengurusan (izin) dari BPOM. Lalu, BPOM berkoordinasi dengan MUI untuk ketentuan halal.”
TCM yang dalam bentuk kapsul merupakan salah satu produk yang ketat diawasi untuk sertifikasi halal. Karena cangkang kapsul sempat dikhawatirkan mengandung minyak babi, atau haram menurut umat Islam. “Setiap produk sudah pasti mencantumkan sertifikasi halal, terutama cangkang kapsul. Karena ada orang MUI di BPOM, jadi otomatis hal ini terawasi dengan ketat. Konsumen, terutama umat Islam juga aman mengonsumsi.”
Beberapa rumah sakit di kota-kota besar, terutama Jakarta juga sudah mulai membuka klinis TCM. Prinsip perizinan sebetulnya belum ada, tetapi tuntutan, animo masyarakat cenderung meningkat. Fakta di lapangan, sudah ada beberapa rumah sakit yang membuka klinik TCM. Misalkan rumah sakit Royal Progress di Sunter, Dharmais di bilangan Slipi dan lain sebagainya, sudah buka pusat TCM. “Secara regulasi, (praktik TCM) tidak boleh. Dokter dari China juga tidak boleh praktik di sini sebagai dokter, kecuali sebagai konsultan.”
 
Praktik TCM diperkirakan ada di 12 rumah-rumah sakit di Indonesia, terutama Jakarta. Ketentuan praktiknya, dokter hanya diperkenankan untuk buka resep berupa herbal. Tetapi resep herbal juga hanya sebagaicomplementary (pelengkap), tidak bisa sebagai pengganti (obat dokter). IKNI (Ikatan naturopatis Indonesia) juga semakin intens meningkatkan kegiatan kursus. Jumlah tenaga praktik TCM cenderung meningkat, kendatipun belum terakomodasi dalam struktur organisasi Kementerian kesehatan (Kemkes) Republik Indonesia. Sebaliknya Kemkes hanya mengisyaratkan perlunya penyelenggaraan ujian kompetensi untuk para tenaga praktik TCM. Kursus dibuka untuk orang awam di secretariat IKNI di berbagai kota di Indonesia, termasuk Jakarta, Medan, Surabaya dan lain sebagainya. “Setiap orang, terlepas apa latar-belakang pendidikan (S1/strata satu), bahkan hanya lulusan SMU boleh ikut kursus. Tetapi lulusannya belum boleh praktik di rumah sakit. Karena memang belum ada aturan yang baku untuk praktik para lulusan kursus.”
Secara umum, ketika pasien tertarik untuk ikut pengobatan TCM, pasti memilih TCM. Kendatipun pengobatan herbal bukan hanya khas dari China, tetapi persepsi masyarakat terutama di Indonesia, tidak lepas dari TCM China. Herbal sebetulnya juga diproduksi yang khas India, Jepang, bahkan Indonesia. Sehingga ada beberapa center  di beberapa rumah sakit di Indonesia yang menggunakan herbal Indonesia dan TCM untuk pasien. “Importir obat TCM, di satu sisi mendapat keuntungan, tapi di sisi lain menguntungkan pasien. Karena TCM yang sudah sangat terkenal Pien Tze Huang, harganya sudah mencapai Rp 750 ribu. Sementara beberapa tahun belakangan ini, importir sudah menjual Ganshuang Granule dengan harga Rp 60-70 ribu. Apalagi (Pien Zhe Huang, Ganshuang) untuk (konsumsi) jangka panjang. Pien Tze Huang dikonsumsi bagi mereka yang baru menjalankan operasi, termasuk kecelakaan dengan benturan hebat. Bukan hanya orang Chinese, tapi yang non-Chinese pun dari dulu banyak yang mengonsumsi obat ini.” 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *