Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia menilai pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pasca pemungutan suara Rabu 9 Juli 2014 terkait perolehan suara yang dilansir oleh beberapa lembaga survei tidak pada tempatnya. KIPP menilai presiden telah melewati kewenangannya atau offside.
Menurut KIPP, dalam hal pemilihan Umum, semua lembaga negara berada pada posisi netral atau tak aktif mengambil peran utama dalam pemilu, karena aktor utama dalam tahapan pemilu adalah KPU sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 Pasal 22 huruf E, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, yang bersifat nasional ,tetap, mandiri dan, sehingga KPU merupakan pseudo eksekutif dalam penyelenggaraan pemilu.
“Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintah seharusnya tidak terlalu berlebihan, misleading, dan provokatif, sehingga dapat mempengaruhi psikologi publik seakan-akan negara dalam keadaan genting, padahal rakyat dalam pesta demokrasi yang berlangsung hari ini biasa-biasa saja, tenang dan damai,” ujar Wakil Sekjen KIPP Girindra Sandino dalam rilis yang diterima merdeka.com, Rabu (9/7).
Sebelumnya, Presiden SBY menyeru kepada para pemimpin dan elit untuk bisa memimpin pendukungnya masing-masing menahan diri terlebih dahulu sampai segala sesuatunya menjadi terang.
Kepala Negara menambahkan, bila kemudian hasil hitung cepat tersebut belum memperoleh kesimpulan yang sepaham maka diharapkan untuk menunggu hingga hasil hitungan sebenarnya dari Komisi Pemilihan Umum selesai. Sebab, hasil KPU merupakan rujukan dari pemilihan presiden sesungguhnya.
“Sekali lagi saya menyeru berharap agar para pemimpin dan elite itu untuk bisa memimpin pendukungnya masing-masing, menahan diri terlebih dahulu, sampai segala sesuatunya menjadi terang. Di mana bisa ditarik kesimpulan seperti apa hasilnya, Kalau itu belum tercapai, KPU yang akan jadi penentu. Sementara kedua belah pihak mengklaim, saya minta keduanya menahan diri,” lanjut SBY.
Related Posts
