Kasus Ahmadiyah TNI dan Polri Diduga Ikut Mengintimidasi


Jakarta – Sejumlah organisasi nonpemerintah yang tergabung dalam Tim Advokasi Jaringan Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Warga Negara menduga aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak netral dalam kasus Ahmadiyah.

Di sejumlah daerah, terutama di Jawa Barat, aparat TNI dan Polri dinilai terlibat mengintimidasi jemaah Ahmadiyah setelah tragedi penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik terjadi. “Kurang lebih terjadi 56 kasus pelanggaran, intimidasi, dan pemaksaan yang dilakukan aparat TNI terhadap Ahmadiyah,” kata Choirul Anam, Wakil Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), di Jakarta, Senin (14/3).
Pelanggaran aparat TNI dan Polri, kata Choirul, terlihat dari tindakan intimidasi dan pemaksaan terhadap jemaah Ahmadiyah. Aparat TNI secara aktif meminta data jemaah, anggota, dan struktur kepengurusan Ahmadiyah. Pendataan dilakukan tanpa disertai dokumen penunjang yang sah secara hukum.
Choirul mengatakan, aparat TNI dan Polri juga aktif mendesak jemaah Ahmadiyah keluar dari ajarannya dan ber­ikrar keluar dari Ah­madiyah. Tinda­kan itu menunjukkan keterlibatan TNI dan Polri melakukan pelanggaran atas kebebasan beragama dan ber­keyakinan. “Ini merupakan kon­disi abuse of power,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Ya­yasan Lembaga Bantuan Hu­kum Indonesia, Erna ke­kerasan terhadap jemaah Ah­madiyah saat ini tidak hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama. “Kini juga meluas, bukan hanya orang-orang yang membawa nama agama, tetapi juga aparat militer.”
Direktur Program The Indo­nesia Human Rights Monitor (Imparsial), Al Araf, menga­takan, tindakan aparat militer jelas melanggar kebebasan beragama dan berkeya­kin­an. Menurutnya, pola pe­langgaran kebebasan bergama dan berkeyakinan, pemaksaan, dan intimidasi yang meresahkan dilakukan TNI secara sistematis dan serempak di beberapa titik pemukiman Ahmadiyah.

Investigasi
Koalisi Masyarakat Sipil, kata Al Araf, mendesak presiden memerintahkan Panglima TNI menghentikan dan mela­kukan investigasi mengenai adanya in­dikasi operasi ilegal yang me­langgar hukum dan konstitusi terhadap jemaah Ahmadiyah.
Di sisi lain, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Boy Rafli Amar membantah tudingan tersebut. Dia meyakini kepercayaan merupakan hak asasi setiap warga negara. “Kami tidak mungkin melakukan itu. Itu (kepercayaan) berpulang pada masing-masing,” ujarnya.
Dia mengatakan, anggota kepolisian hanya fokus menegakkan ketertiban dan keamanan masyarakat di lapa­ngan, sedangkan persoalan ajaran dan doktrin tidak disentuh aparatnya.
Hanya saja, dia menegaskan, persoalan agama menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Terkait Aha­madiyah, dia meminta setiap pihak mematuhi Surat Ke­putusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Ahma­diyah. “Prinsipnya, kembalikan pada pemerintah dan sudah diatur dalam SKB Tiga Menteri. Itulah yang harus dipatuhi bersama,” tegasnya.
Kapendam III Siliwangi Letkol (Inf) Isa Haryanto yang dimintai penjelasan pelaksanaan Operasi Sajadah belum memberi tanggapan. “Saya sedang rapat. Nanti saya je­laskan,” katanya saat dihubu­ngi.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *