Jalan-jalan di Glodok, Tertambat pada Lapak Kaset Kuno
dilaporkan: Setiawan Liu

Ia mengaku sudah gelar lapak di gang-gang sempit di Glodok sejak tahun 1996. Ia juga sadar bahwa berbagai produk, peralatan elektronik semakin canggih dan berteknologi tinggi termasuk audio, computer, handphone dan lain sebagainya. Selain, teknologi informasi dan aplikasi social media termasuk YouTube berkembang pesat. “Saya pasti mengikuti perkembangan zaman. Toko-toko kaset di pasar mulai beralih jual CD (compact disc) sejak awal tahun 1980 an. Setelah itu, CD (compact disc) juga (tutup) karena masyarakat bisa dengan mudah main YouTube. Tapi orang-orang lama, terutama yang sudah uzur masih ada yang cari kaset. Mereka tentunya punya (cassette) tape deck komplit dengan amplifier, speaker, atau tape compo,” kata Fajar.
Saya memperhatikan beberapa kaset di lapaknya, mulai dari lagu dangdut sampai rock seperti Beatles. Lagu pop Indonesia juga, mulai dari group music tahun 1960 – 1970 an seperti Koes Plus, The Mercy’s dan lain sebagainya. Dari tumpukan (di lapak) yang mungkin jumlahnya lebih dari 100 kaset, saya hanya menemukan tiga kaset lagu mandarin yang sudah sangat kuno. Selebihnya, koleksi lagu mandarin tahun 1990 an. Menurutnya, lagu-lagu di kaset yang saya temukan populer tahun 1960 – 1970 an. Harga per kaset dijual rata-rata Rp 20 – 25 ribu. Lapak milik Fajar juga buka setiap hari, mulai pagi sekitar jam 8 sampai menjelang Maghrib. Ia bersama para pedagang lainnya mulai merapihkan lapak-lapaknya sekitar jam 17.30. Karena setelah itu, Glodok relatif sepi. “Kalau dampak pandemi covid seperti sekarang ini, nggak terlalu besar. Saya masih bisa dapat untung. Karena saya juga nggak ada pesaing. Yang jual kaset-kaset kuno di Glodok hanya saya,” katanya. (sl/IM)















