Haram BPJS: NU Tegas Menolak, Muhammadiyah Menggantung


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan jadi pembahasan seru tokoh organisasi kemasyarakatan (ormas) terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Fatwa “haram” Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap BJPS Kesehatan akan menjadi pembahasan dalam Muktamar Ke-33 NU yang dibuka Presiden Joko Widodo di Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/8) ini.

Sementara Muhammadiyah akan membahasnya dalam Sidang Tanwir di Makassar, hari ini.

Bedanya, pembahasan NU terkait penguatan penolakan. Sementara Muhammadiyah akan memperkuat alasan mendukung sikap MUI yang menilai BPJS Kesehatan tidak sesuai syariat Islam.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin di Makassar, kemarin, menjadi “sasaran” pertanyaan wartawan terkait fatwa anyar lembaga yang dipimpinnya, MUI.

Din Syamsuddin resmi menjadi Ketua Umum MUI menggantikan almarhum KH Sahal Mahfudz, 18 Januari 2014.

Beberapa kali wartawan mencoba memancing Din untuk bicaraBPJS, namun berkali-kali pula ditolak.

Din ke Makassar untuk menghadiri rangkaian acara Muktamar Ke-47 Muhammadiyah.

“Nanti,… belum…Kita bahas masalah itu, saya akan bahas dulu dengan pengurus MUI lainnya, besok akan saya ungkapkan alasan kita,” ujar Din di sela peresmian Pusat Dakwah IslamiyahMuhammadiyah (Pusdim) Kota Makassar, Jl Gunung Lompo Battang, Makassar.

Sejumlah wartawan terus mendesak. “Sudah yah besok saja, saya mau bicarakan dulu dengan pengurus,” ujar Din meninggikan suara.

Bahkan beberapa wartawan mengejar hingga ke Toroya Alphard yang akan tumpangi Din, namun tetap tak memperoleh penjelasan.

Di lokasi Muktamar Ke-33 NU, Jombang, Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) Prof Dr Said Aqil Siraj memastikan penolakan “haram” ormas yang dipimpinnya terhadap fatwa MUI.

“Seharusnya tidak sampai ke tingkat haram. Bisa makruh, mubah atau subhat. MUI mudah mengobral fatwa,” kata Said.

Dia juga memastikan fatwa MUI tentang pengelolaan dana BPJSdibahas dalam Muktamar Ke-33 NU, 1-5 Agustus 2015.

Fatwa MUI juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden meminta Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek dan Kepala BPJS Kesehatan Fahmi Idris untuk berdialog dengan MUI.

Obral Fatwa
Said Aqil menilai MUI terlalu sering mengeluarkan fatwa. “MUI terlalu mudah berfatwa,” ujarnya.

Fatwa tentang BPJS Kesehatan itu hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa V se-Indonesia Tahun 2015. Fatwa ini sekaligus memerintahkan pemerintah segera membentuk BPJS Kesehatan Syariah.

Padahal, menurut Said, ulama memiliki metode khusus dalam memberikan fatwa. Ia membandingkan MUI dengan lembaga pemberi fatwa di Mesir yang dalam satu tahun hanya mengeluarkan dua sampai tiga fatwa.

“Bahkan pernah sampai sembilan (fatwa) dalam setahun,” kata Said.

Menurut Said, para peserta muktamar ke-33 NU di Jombang nanti akan membahas sejumlah permasalahan yang mengemuka di Indonesia, antara lain, aturan hukum BPJS, hukum pemimpin atau wakil rakyat yang mengingkari janji kampanye, penghancuran kapal pencuri ikan, hukum memakzulkan pejabat, hukum mengeksploitasi alam berlebihan, utang luar negeri, serta perlindungan dan pencatatan pernikahan bagi TKI umat Muslim di luar negeri.

“Misalnya pemerintah mengingkari janji kampanye, dosanya seperti apa, kami bahas itu nanti,” kata Said.

MUI mengeluarkan tinjauan mengenai BPJS Kesehatan dalam keputusan yang dihasilkan forum pertemuan atau ijtima Komisi Fatwa MUI di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah, Juni 2015.

Dalam ijtima itu, Komisi Fatwa MUI menyebut bahwa iuran dalam transaksi yang dilakukan BPJS Kesehatan tidak sesuai ketentuan syariah. Lalu apa yang menjadi dasar pertimbangannya?

Wakil Ketua Umum MUI, Prof Dr Ma’ruf Amin, menjelaskan, yang menjadi persoalan bukanlah subsidi silang yang diterapkan olehBPJS Kesehatan.

Namun, sistem pengelolaan dana yang dikumpulkan dari masyarakat. Menurut Ma’ruf, masyarakat tidak tahu uangnya diinvestasikan ke mana.

Dalam transaksi syariah, tidak boleh menimbulkan maisir dan gharar. Adapun, maisir adalah memperoleh keuntungan tanpa bekerja, yang biasanya disertai unsur pertaruhan atau spekulasi.

Sementara gharar secara terminologi adalah penipuan dan tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.

“Kalau itu dibiarkan diinvestasi tanpa syariah, ada maisir-nya, seperti berjudi. Karena uang itu bisa diinvestasikan ke mana saja,” ujar Ma’ruf.

Sehingga dari dua unsur itu, BPJS Kesehatan dianggap belum bisa memenuhi syariah.

Seharusnya, pada saat akad, peserta BPJS diberikan pengetahuan lengkap sehingga uang yang disetorkannya benar-benar dimanfaatkan untuk hal-hal yang memenuhi syariat Islam.

Tak hanya itu, Ma’ruf melanjutkan, BPJS Kesehatan juga melakukan riba, yang dilarang oleh Islam. Riba didapat BPJSKesehatan dengan menarik bunga sebagai denda atas keterlambatan pembayaran.

“Enggak boleh, kalau syariah enggak boleh begitu,” kata dia.

Kemaslahatan Ummat
Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto memastikan, Presiden Jokowi memerintahkah Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dan BPJSKesehatan Fahmi Idris menemui, kemudian berdialog dengan MUI.

Keinginan presiden ini, dalam menyikapi atas Fatwa MUI yang mengeluarkan keputusan bersama hasil ijtima soal sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS.

MUI menilai sistem premi hingga pengelolaan dana peserta BPJSKesehatan tak sesuai fikih.

“Presiden tugaskan Menteri Kesehatan dan Kepala BPJS untuk melakukan dialog dengan MUI meminta konfirmasi klarifikasi dua hari lalu,” ungkap Sekretaris Kabinet, Andi Wijayanto, di Kompleks Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Dijelaskan, akan dilakukan dialog dengan MUI minggu depan setelah Muktamar NU dan Muhammadiyah.

“Dialog sesegera mungkin. MUI minta dialognya minggu depan. Jadi kami tunggu dialog ketiga pihak. Kita masih menunggu dialog. Setelah itu menteri kesehatan dan kepala BPJS akan lapor ke presiden,” jelas Wijayanto.

Menurutnya, pemerintah akan mencari titik temu terkait persoalan tersebut. Tapi itu akan terjadi setelah poin-poin yang diungkap dalam kajian MUI akan disampaikan dan dipelajari apakah memang harus ada modifikasi atau memang sudah cukup sistem itu.

Terpisah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menolak berkomentar banyak soal fatwa tersebut. “(Fatwa) BPJS ini adalah kewenangan MUI,” kata Lukman.

Menurut Lukman, Kementerian Agama bukan dalam posisi melahirkan berbagai fatwa, termasuk soal BPJS Kesehatan.

Fatwa, kata dia, hadir ke tengah masyarakat melalui proses yang resmi dan dibahas oleh para ulama dan pakar yang berkompeten.

“Kami bukan dalam posisi mengomentari, menilai tentang info yang belum jelas terkait BPJS itu sendiri,” katanya. ( Trb / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *