Dream Act: Lolos Di House, Tertunda Di Senat


Dream Act yang merupakan UU tentang legalitas anak-anak Imigran Gelap
yang datang ke AS sebelum usia 16 tahun telah diloloskan oleh House Repsentatif
dengan suara 216 setuju, 198 menolak. Tapi, mengalami kendala di Senat. Sampai
berita ini ditulis, Senat masih belum bisa memutuskan kapan akan diambil voting,
karena diprediksi takkan mencapai kuorom 60 untuk disebut sebagai suara
mayoritas, sebagai persyaratan pengesahan sebuah UU oleh Senat. Total anggota
Senat adalah 100 orang.

Dream Act memberi peluang anak anak Imigran gelap untuk mendapatkan
legalitas, bahkan status citizenship jika memenuhi persyaratan. Diantara
persyaratannya adalah datang sebelum usia 16 tahun, tinggal di AS paling kurang 5
tahun, punya ijazah SMA atau persamaan (GED), dan usia belum mencapai 30
tahun saat mengajukan legalitas.

Jika permohonan legalitas disetujui, maka akan diberi kartu “Temporary
Resident” yang berlaku 10 tahun. Dalam sepuluh tahun ini, jika telah selesai kuliah
associate degree (D2) atau ikut dinas militer selama 2 tahun, maka boleh
mengajukan Permanen Resident (Green Card). Selanjutnya, pengajuan citizenship
setelah 12 tahun, dihitung dari saat pengajuan legalitas untuk mendapat
kartu “Temporary Resident”.

Bagi mahasiswa dengan status “Temporary Resident”, hanya boleh
mendapatkan Federal Loan, dan paid working student. Tidak berhak mendapatkan
Pell Grant seperti pemegang Green Card atau Citizen.

Citizenship yang melalui Dream Act tidak bisa langsung mensponsori kedua
orang tuanya. Proses sponsor hanya boleh dilakukan saat kedua orang tuanya sudah
kembali ke negara asal. Dream Act tidak membolehkan sponsor untuk adik beradik
atau keluarga jauh.

Jika dalam tempo 10 tahun, pemegang “Temporary Resident” tidak
mengajukan Green Card atau permohonannya ditolak karena sebab sebab tertentu
seperti kriminal, DUI (Driving Under Influence) atau narkoba, maka akan segera
dideportasi.

Efek Dream Act

Dream Act sudah digagas sejak tahun 2001 lalu, tetapi selalu gagal di Senat.
Suara Senat tak pernah mencapai mayoritas 60 suara dari total 100 suara. Alasan
inti penolakan baik dari House maupun Senat adalah “amnesty” terhadap orang
orang illegal, sehingga ditakutkan akan menstimulus imigran lain untuk terus
berdatangan ke AS secara illegal.

Bagi yang pro Dream Act, punya alasan bahwa anak anak tidak tahu dan tak
bisa menolak ketika diajak oleh orang tuanya untuk datang dan menetap secara
illegal di AS. Jadi dalam kasus ini, anak anak hanyalah korban, bukan pelaku dari
tindakan illegal itu.

Diperkirakan dari 10 sampai 12 juta imigran gelap, ada sekitar 2,1 juta anak
anak yang akan mendapatkan legalitas di bawah Dream Act. Angka ini merupakan
angka yang tak kecil sebagai SDM yang bisa dimanfaatkan oleh AS, baik untuk
menggerakkan ekonomi maupun sumber rekrutmen militer.

*Tanza Erlambang, menetap di Baton Rouge, Louisiana, AS.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *