Beranikah SBY menjawab tantangan FUI


Miris,miris sekali. Begitulah perasaan saya tatkala membaca postingan saudara Alex Win yang
berjudul `FUI Mengultimatum SBY?!’. Di sana tertulis, ketua FUI mengatakan akan menjadikan
Indonesia seperti Mesir kalau ormas Islam dibubarkan.FUI bahkan berani menuntut SBY mundur
jika dua permintaannya yaitu pembubaran Ahmadiyah dan menangkap serta mengadili para
pimpinan Ahmadiyah tidak terpenuhi.

Ironis,terlalu ironis.Inilah tragedi kepemimpinan nasional itu, Presiden diancam oleh rakyatnya
sendiri. Presiden,Sang RI I itu diuji nyalinya oleh rakyatnya sendiri. Seorang Jenderal, Panglima
Tertinggi di Negeri ini diancam oleh sekelompok masyarakat sipil. Mengenaskan sekali.

Itulah akibatnya bila Presiden kita terlalu sering menunjukkan kelemahan,tanpa malu-malu atau
berpikir panjang. Mendapat ancaman, curhat kepada rakyat, bukan kepada Panglima TNI dan
KAPOLRI, agar pengamanan terhadap dirinya lebih ditingkatkan.Alih-alih mendapat dukungan
dan simpati rakyat, malah mendapat cibiran sebagai pemimpin lemah. Pencitraan yang gagal.

Di saat SBY harus menunjukkan `taringnya’ saat menghadapi kekerasan yang dialami rakyat
karena perbedaan keyakinan, ia malah menunjukkan sikap yang selemah-lemahnya iman yaitu
dengan mengatakan, “Saya Prihatin”. Begitu seringnya ia mengucapkan kata ‘saya prihatin’
tanpa berbuat sesuatu, justru menjadikan kata-kata favoritnya itu sebagai bahan dagelan.Di luar
sana beredar humor segar bahwa SBY telah berganti nama sekarang menjadi Prihatin. Prihatin
Bambang Yudhoyono.

Ya, semua yang dilakukan SBY memang selalu tampak salah.Mengapa? Karena SBY
selalu menunjukkan kepada publik bahwa dirinya adalah pemimpin yang tidak tegas, penuh
keraguan dan terlalu mudah berjanji,tanpa dapat menepati. Politik pencitraan yang selama ini
diterapkannya ternyata telah membuatnya terjerumus pada sikap yang selalu ragu dan penuh
pertimbangan.

Sikapnya yang penuh dengan ketakutan bahwa, tindakan yang akan diambilnya itu tidak
populer,akan membuat posisinya tidak aman dan tidak nyaman karena kehilangan dukungan
mayoritas, itulah yang terbaca oleh rakyat dan juga oleh lawan politiknya. SBY tidak dapat
bergerak leluasa, karena takut kehilangan dukungan. Bisa jadi karena lawan politiknya memang
memegang kartu truf yang dapat mematikan langkahnya.

Presiden kita telah kehilangan wibawa. Setiap tindakannya, sekalipun itu salah, selalu dibackup
habis-habisan oleh partai pengusungnya. Alhasil, bukan hanya dirinya yang kehilangan
penghargaan, partainya pun kerap dicap miring karenanya. Dalam hati saya selalu bersyukur,
karena tidak memilih dirinya pada waktu pilpres 2009 lalu.Bersyukur juga memilih golput ketika
pemilihan legislatif dulu. Melihat kepemimpinannya di Kabinet Indonesia Bersatu I membuatku
yakin, seyakin-yakinnya untuk tak lagi mendukungnya sebagai presiden di periode 2009 hingga
2014 ini.

Kini, siapa yang harus disalahkan bila selama ini mereka dibiarkan untuk main hakim sendiri,
main segel tempat ibadah orang lain, main ancam, dan menggunakan cara-cara preman dalam
menyelesaikan perbedaan?Apa yang salah sehingga organisasi kemasyarakatan yang seharusnya
dibangun untuk mensejahterakan umat, malah berubah wujud, menjadi seperti gerombolan yang
menakutkan? Bukankah itu tanda bahwa Pemerintah sudah tak lagi berkuasa? Bukankah itu

isyarat bahwa polisi kita juga tak dianggap?

Sekarang, beranikah SBY menjawab tantangan FUI terhadap dirinya? Akankah SBY konsisten
pada sikapnya untuk membubarkan ormas yang melakukan kekerasan? Atau seperti biasa, kalah
lagi karena takut posisinya terancam? Kita lihat saja nanti.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *