Basuki Purnama menolak  rasisme


Wagub Jakarta Basuki Purnama menjelaskan konsep

kepemimpinan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama alias Ahok

menjelaskan konsep kepemimpinan, penolakannya terhadap

rasisme, hingga kiatnya menolak suap serta kesiapannya

menjadi Gubernur.

 

“… Bapak, jangan bikin statement yang melukai perasaan

kita…”

“Gaya kepemimpinan bapak sangat menyakiti anak-anak

Jakarta…!”

“Pak Ahok, dengan jiwa besar, (harus) minta maaf..!”

 

Potongan-potongan kalimat ini meluncur dari mulut beberapa

orang yang mengaku mewakili pedagang kaki lima Pasar

Tanah Abang, Jakarta, dalam dialog dengan Wakil Gubernur

DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, pada Juli 2013 lalu.

 

“… Kata-kata komunis, tolol, preman, mafia (yang keluar dari

mulut Basuki), ini yang mengusik kami..!” lanjut orang-orang

tersebut.

 

Dialog ini digelar di ruangan kerja Wakil Gubernur DKI

Jakarta, setelah mereka dan puluhan orang pendukungnya

siang itu menggelar unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta.

“Kami punya bukti lapak-lapak (PKL di Pasar Tanah Abang)

itu disewakan. Kalau bapak menyewakan sesuatu dan tidak

masuk ke kas daerah, itu menyalahi hukum. Dan itu bahasa

Indonesianya, namanya premanisme.

 

Mereka menuntut agar Basuki Purnama mencabut

pernyataannya di media, yang dianggap telah menghujat

sosok politisi lokal Jakarta yang disebut-sebut ‘menguasai’

Pasar Tanah Abang.

 

Ini terjadi setelah Pemerintah DKI Jakarta baru saja

memutuskan untuk menata PKL di pasar grosir terbesar di

Asia Tenggara itu, di tengah penolakan para PKL dan orang-
orang yang disebut sebagai preman.

 

Di hadapan orang-orang itu, Basuki Purnama kemudian

membantah mengeluarkan sebagian kata-kata seperti yang

dituduhkan. Namun demikian, Basuki menyatakan apa

dilakukannya dalam menata PKL Pasar Tanah Abang tidak

melanggar hukum.

 

“Kami punya bukti lapak-lapak (PKL di Pasar Tanah Abang)

itu disewakan. Kalau bapak menyewakan sesuatu dan

tidak masuk ke kas daerah, itu menyalahi hukum. Dan itu

bahasa Indonesianya, namanya premanisme…” kata Basuki

Purnama, dengan kalimat tegas, di hadapan orang-orang

tersebut.

Tegas demi konstitusi

Dua bulan setelah dialog itu, penataan PKL di pasar Tanah

Abang, berjalan seperti yang diharapkan: mereka akhirnya

bersedia ditempatkan di salah-satu bloknya, sehingga wajah

komplek pasar itu tidak semrawut seperti sedia kala.

 

 

Penataan PKL Pasar Tanah Abang dianggap sebagai

kemampuan Jokowi-Ahok dalam menerapkan kebijakan.

Alhasil, kemampuan Pemerintah DKI Jakarta menata Pasar

Tanah Abang, dianggap tidak terlepas dari tangan dingin dan

apa yang disebut sebagai sikap tegas pria kelahiran 29 Juni

1966 ini.

 

Sebagian orang lantas menilai, sikap berani dan tegas

seperti yang dilakukan Basuki Purnama (dan Jokowi, sebagai

Gubernur DKI Jakarta) dibutuhkan untuk menyelesaikan

berbagai persoalan di ibu kota, yang belum bisa dituntaskan,

termasuk dalam menghadapi para pemukim liar di lahan-
lahan milik pemerintah.

 

Namun demikian, tidak berarti sikap, langkah dan gaya

kepemimpinan Basuki Purnama ini sepi dari kritik. Misalnya

saja, ada yang mengatakan mantan politisi Partai Golkar ini

otoriter dan temperamental.

 

Dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC Indonesia,

Heyder Affan, pada Selasa (27/08/2013) lalu, di ruangan

kerjanya, Ahok — begitu sapaan akrabnya — menyebut gaya

kepemimpinannya sebagai “ketegasan” dan bukan “otoriter”.

“Kalau kita melakukan segala sesuatu, (hanya) maunya kita,

Anda salah, Anda diktator, dan Anda otoriter. Tetapi, (kalau)

Anda keras-tegas menegakkan peraturan hukum, Anda

bukan otoriter. Anda justru namanya amanah.”

 

“Kalau kita melakukan segala sesuatu, (hanya) maunya kita,

Anda salah, Anda diktator, dan Anda otoriter,” kata peraih

gelar Magister Manajemen bidang manajemen keuangan di

Sekolah Tinggi Manajemen Prasetia Mulya, Jakarta.

“Tetapi,” lanjutnya,” (kalau) Anda keras-tegas menegakkan

peraturan hukum, Anda bukan otoriter. Anda justru namanya

amanah!”

 

Dia menandaskan, sikap tegas dalam melaksanakan

konstitusi merupakan amanat saat dia melakukan “sumpah

jabatan” sebagai Wakil Gubernur Jakarta.

 

Tetapi bagaimana Anda membedakan antara sikap tegas dan

mengontrol temperamental? Tanya saya.

“Kalau Anda marah (dan) tidak bisa menguasai diri, marah

terus menerus kayak orang gila, Anda saraf, Anda gila,”

katanya, dengan nada blak-blakan.

 

“Tapi ketika Anda marah dan Anda bisa berbalik jadi

menguasai diri, itu hanya sebuah manajemen,” jelas Bupati

Belitung Timur (2005-2010) ini, masih dengan intonasi tinggi.

Mengembalikan hadiah kulkas

Dalam situs resmi yang dikelola tim suksesnya saat

menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu,

Basuki Purnama mengaku terjun ke dunia politik praktis,

antara lain karena “frustasi mendalam” terhadap ulah

semena-mena pejabat yang “dia alami sendiri”.

 

Padahal, alumni Fakultas Teknologi Mineral Universitas

Trisakti, Jakarta, ini sudah malang-melintang sebagai

pengusaha di kampung halamannya di Belitung Timur,

Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Basuki Purnama saat menjadi anggota DPRD dan

bertemu warga Belitung Timur.

Anak pertama dari almarhum Indra Tjahaja Purnama dan

Buniarti Ningsing ini banting setir ke dunia politik, dengan

bergabung Partai Perhimpunan Indonesia Baru, PPIB,

pimpinan Dr Sjahrir, pada 2003.

Dia kemudian terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten

Belitung Timur setahun kemudian, sebelum akhirnya terpilih

sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.

Ahok, yang dilahirkan dari keluarga peranakan Tionghoa ini,

mengaku terpilih sebagai bupati “tanpa politik uang”. Dia juga

menanggalkan posisinya sebagai pengusaha setelah resmi

terpilih sebagai orang nomor satu di Belitung Timur.

“Makanya saya lepaskan (posisi saya sebagai) pengusaha,”

katanya singkat, saat saya menanyakan bagaimana dia

memilah antara kepentingan sebagai pengusaha dan

pemimpin daerah.

“Saya jawab: waktu saya menikah, saya lagi butuh duit, kamu

cuma kasih saya cuma uang seratus ribu. Kenapa sekarang

kasih kulkas. Justru saya waktu menikah elo kasih aku kulkas

dong. Kenapa tidak anda lakukan?”

Saat menjadi Bupati itulah, Majalah TEMPO menobatkannya

sebagai salah-satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia.

Rupanya, ini tidak terlepas dari kebijakannya dalam

melaksanakan pelayanan kesehatan dan sekolah gratis

hingga tingkat SMA.

Dia juga disebut-sebut sebagai pemimpin daerah yang anti

menerima suap, sehingga dia dinobatkan sebagai Tokoh Anti

Korupsi tahun 2007 oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan.

Kepada saya, Basuki kemudian menceritakan

pengalamannya menolak pemberian ‘hadiah kulkas’ dari

seseorang yang dikenalnya, saat itu, yang dianggapnya

sebagai bentuk nyata memilah kepentingan sebagai

pengusaha dan pemimpin daerah.

“Begitu saya menjadi bupati, teman bisnis tambang saya

langsung kasih saya kulkas besar. Saya langsung kirim

pulang. Lalu dia telepon saya: ‘Eh, Hok, kita ‘kan teman.

kenapa gua nggak boleh kasih elo kulkas’,” ungkapnya, mulai

bercerita.

“Saya jawab: waktu saya menikah, saya lagi butuh duit, kamu

cumakasih saya cuma uang seratus ribu. Kenapa sekarang

kasih kulkas. Justru saya waktu menikah elo kasih aku kulkas

dong. Kenapa tidak anda lakukan?”

“Berarti ini karena saya bupati, anda kasih (kulkas). Jelas!”

Kisah pintu mobil mewah

Cara menolak suap seperti itu, juga dia terapkan semenjak
dilantik sebagai Wakil Gubernur Jakarta pada Oktober 2012

lalu.

Kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan,

Basuki Purnama mengungkapkan kiat-kiat menghadapi

sogokan.

Ahok secara terus-terang mengaku berulangkali dibujuk oleh

beberapa orang agar dia menerima ‘hadiah’, tetapi dia

mengaku

menolak semuanya.

“Banyak yang mau kasih (hadiah) saya: mau naik pesawat

pribadi pulang-pergi Belitung; ada yang mau pinjemin naik

kapal pesiar; mau tinggal di pulau villa pun dikasihin semua,

mau naik mobil paling mewah pun dipinjemin.”

Dia kemudian mengungkapkan kiatnya menolak hadiah mobil

mewah dari temannya, dengan mempraktekkan ulang kiatnya

menolak hadiah kulkas dari temannya saat menjadi Bupati

Belitung Timur.

“Kami adalah kepala-kepala daerah yang sudah terlalu

banyak dibujuk, dikasih uang yang kami tolak. Dan saya kira

semua orang sudah tahu siapa kami.”

“Waktu saya jadi teman elo, gua buka pintu

mobil elo, elo bilang: ‘eh,ati-ati jangan salah buka, ini

otomatis loh,” kata Ahok, mengisahkan ulang percakapan

dengan temannya itu.

“Artinya apa? Ini karena saya wagub. Coba

kalau saya nggak wagub,elo marah-marahin naik
mobil elo. Nutup pintu saja elo marahin,”ujarnya.

Lebih lanjut Basuki mengatakan, karena sejak awal

dia menolak suap, membuat orang-orang yang hendak

memberikan sogokan menjadi “tidak berani” .

“Kami adalah kepala-kepala daerah yang sudah terlalu

banyak dibujuk, dikasih uang yang kami tolak. Dan saya kira

semua orang sudah tahu siapa kami.”

“Orang nggak berani nego-nego kepada kami. Sudah tahu

siapa kami,” tandas penulis buku Merubah Indonesia (2008)

ini.

Risih dipanggil Ahok?

Sejumlah catatan menunjukkan, Basuki Tjahaja Purnama

merupakan warga Indonesia etnis Tionghoa pertama yang

menjadi Bupati Belitung Timur.

Latar belakang etnis Tionghoa ini sempat dijadikan

semacam ‘kampanye hitam’ oleh para lawan-lawan politiknya

dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 lalu.

Basuki Purnama dalam sebuah acara bersama mendiang
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Tetapi menurut pengakuannya, perlakuan diskriminatif seperti

itu sudah dialaminya semenjak dia terjun ke dunia politik

praktis pada 2003 silam.

“Saya sudah kenyang (diperlakukan diskriminatif). Saya

dulu Ketua DPC Partai Perhimpunan Indonesia Baru, PPIB,

dibilang Partai ikut Baba, Partai babi, ditolak (sebagai ketua

partai) karena nggak mau dipimpin kafir…” ungkapnya,

berterus-terang.

Terhadap sikap sebagian orang yang memperlakukannya

seperti itu, suami dari Veronica Tan ini tidak

mempedulikannya. “Saya tidak pernah peduli,” tandasnya.

“Saya sudah kenyang (diperlakukan diskriminatif). Saya dulu

Ketua DPC Partai Partai Perhimpunan Indonesia Baru, PPIB,

dibilang Partai ikut Baba, Partai babi, ditolak (sebagai ketua

partai) karena nggak mau dipimpin kafir…”

“Jadi, Anda tidak merasa risih jika ada yang memanggil Anda

dengan sebutan Ahok?” Tanya saya.

“Biasa saja. Kau mau panggil saya Cina, saya biasa-biasa

saja. Cuma kalau kau kurang ajar, saya gampar… ha-ha-
ha. Biar kamu sekali-sekali pernah dipukul orang Tionghoa,”

katanya yang kemudian disusul tawarnya.

“Santai saja saya,” katanya lagi, seraya tertawa kecil.

Dan kali ini dengan mimik serius, Basuki menyatakan bahwa

dirinya sudah ‘melampaui’ persoalan latar belakang etnisnya,

yang mungkin bagi orang lain masih menjadi beban psikologi.

“Semenjak saya kecil, keluarga saya sudah seperti itu. Kita

tinggal di lingkungan Melayu Muslim. Dari (saya) kecil, rumah

saya terbuka,” ungkap mantan anggota DPR dari Fraksi

Partai Golkar ini.

Moralitas, bukan warna kulit
Namun demikian, Basuki Purnama menandaskan, dia

akan melawan “sampai mati” terhadap semua pihak yang

melakukan rasis (pembedaan dan pelecehan berdasarkan

warna kulit) terhadap dirinya.

Menurutnya, sudah saatnya seseorang itu dinilai bukan

karena warna kulitnya, tetapi dari aspek moralnya.

Basuki Purnama dan istri serta ketiga anaknya pada 2006

lalu.

 

Dia kemudian mencontohkan perjuangan tokoh perjuangan

persamaan hak asal Amerika Serikat, Martin Luther King,

yang pidatonya berjudul ‘I Have a Dream’ 50 tahun silam

menginspirasi banyak orang sampai sekarang.

“Saya mempunyai mimpi, empat anak saya dikemudian

hari bukan dinilai oleh warna kulitnya, tapi dinilai dari

moralitasnya,” katanya mengutip pidato sang tokoh.

Jadi, “karakter moralnya yang diuji,” tandasnya.

 

Dari pijakan itulah, “Saya kira Anda tidak bisa mengklaim

Anda orang Indonesia asli, kebetulan punya kulit lebih hitam,

lalu mengklaim sebagai yang punya negara ini.”

“Kalau anda korup,” lanjut Ahok dengan kalimat

lantang, “Anda itu bajingan di negara ini. Negara ini tidak

butuh Anda sebetulnya”.

 

Ketika saya menanyakan kepada Basuki tentang konsep

asimilasi, dia menyatakan, “konsep saya tidak ada asimilasi.

Kita sudah menganut UU Kewarganegaraan yang sangat

jelas.”

“Makanya saya katakan, saya hanya taat kepada konstitusi.

Jadi nggak ada warga negara Indonesia kelas 1 atau kelas 2.

Yang ada bajingan atau tidak bajingan!”

 

“Siapapun yang lahir di Indonesia, tidak jelas bapak-
emaknya, ketemu di tong sampah pun, warna kulit apapun,

dia adalah orang Indonesia asli,” tegas politisi Partai

Gerindra, pimpinan Prabowo Subianto ini.

 

“Makanya saya katakan, saya hanya taat kepada konstitusi.

Jadi nggak ada warga negara Indonesia kelas 1 atau kelas

2. Yang ada bajingan atau tidak bajingan,” tegasnya, masih

dengan nada tinggi.

 

“Kalau Anda korup, itu Anda bajingan. Kalau Anda jual-jual

sumber daya alam kepada asing, Anda bajingan. Itu saja bagi

saya.”

 

Lagipula, lanjutnya, dia lahir sebagai keturunan Tionghoa di

Indonesia bukanlah pilihan. “Itu ‘kan given.Lalu kenapa saya

minder,” katanya, menekankan.

 

“Kalau Anda mengatakan saya Cina, panggil saya agak rasis,

saya akan tanya: Anda ini hebatnya apa?”

“Anda pernah nggak berani mati buat negara? Jangankan

mati buat negara, saya katakan, buat tidak nyolong (mencuri)

saja, Anda tidak sanggup. Mau ngaku-ngaku punya negara

ini…”

Pengaruh sang ayah
Hal ini pula yang selalu ditanamkan mendiang ayahnya, yang

dikenal dengan panggilan Kim Nam, kepadanya dan adik-
adiknya. “Sejak kecil saya disiapkan oleh bapak saya. Kami

tidak merasa inferior. Maka sifat saya tidak pernah merasa

saya minder”.

 

Ahok (dalam lingkaran merah) bersama

adik-adiknya di masa kanak-kanak.

“Bapak saya selalu mengatakan: ‘Kita orang Indonesia,

negara dan tanah air kita adalah Indonesia. Memang tanah

leluhur kita Tionghoa, ya. Tapi kita orang Indonesia,” kata

Basuki, menirukan wejangan ayahnya.

“Jadi,” lanjutnya, “kalau ada orang ngatain kita Cina atau apa,

kita tinggal tantang saja: kalau suatu hari, Indonesia diserang,

saya pasti di depan kamu!”

“Di jaman merdeka ini, kita nantang orang gampang

saja kok: ‘Elo ngaku Indonesia asli, ngaku yang memilik

negara ini? Elo buktiinhartamu dari mana? Pajak

yang kamu bayar sesuai atau tidak? Kalau belum

bisa, nggak usah ngaku-ngaku Indonesia asli deh.

Pengaruh mendiang ayahnya terhadap Ahok memang begitu

besar. Di tahun 1995, saat Basuki mengalami frustasi akibat

berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup, yang

berujung pada penutupan pabriknya, dia terpikir untuk “hijrah

ke luar negeri”.

“Bapak saya selalu mengatakan: ‘Kita orang Indonesia,

negara dan tanah air kita adalah Indonesia. Memang tanah

leluhur kita Tionghoa, ya. Tapi kita orang Indonesia.”

 

Namun demikian, sang ayah menasehatinya untuk tidak

meninggalkan Indonesia. Menurutnya, perilaku pejabat korup

itu dapat dilawan jika anaknya itu menjadi pejabat.

 

Mengutip ajaran Kong Hu Cu, yang mengatakan

bahwa “orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang

kaya jangan melawan pejabat”, Ahok teringat kembali ilustrasi

yang diberikan ayahnya.

 

“Bapak saya mengatakan, kalau kita jadi pejabat, kita bisa

menolong semua orang. Bapak saya juga bilang, orang

miskin nggak bisa melawan orang kaya, orang kaya nggak

bisa lawan pejabat.”

Jadi, “kalau mau melawan pejabat korup-korup, ya itu harus

menjadi pejabat.”

Caranya? “Bukan berantem, tapi kita kasih contoh. Bahwa

saya mampu tidak korup. Jadi Anda enggak usah banyak

omong,” jelas Basuki.

Sikap bawahan

Bagaimana dengan sikap sebagian bawahan Anda di

lingkungan Pemerintahan DKI Jakarta, yang tidak mampu

menerjemahkan kebijakan Anda dan Jokowi sehingga mereka

tidak mampu mengikuti irama cepat Anda? Tanya saya.

“Kata siapa, buktinya OK,” jawab Basuki.

 

 

 

 

 

 

Basuki Purnama saat menjadi Bupati Belitung Timur dan

bertemu warganya.

 

Dia kemudian mencontohkan, kebijakan mereka dalam

menggelar seleksi dan promosi terbuka Lurah dan Camat se-
Jakarta, yang telah dilantik pada Juni 2013 lalu.

 

Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki kinerja pejabat

setingkat lurah dan camat dalam memperbaiki pelayanan

kepada masyarakat.

 

“Begitu selesai seleksi promosi terbuka lurah dan camat,

sekarang kantor kelurahan dan kecamatan OK,” tandasnya.

“Kalau ada satu dua yang nyempil-nyempil, karena faktor

yang ada, di mana kita nggak bisa seleksi dari luar,” jelas

Ahok.

 

Menurutnya, jika ada yang tidak lolos seleksai, itu tidak

terlepas dari persoalan lama ketika mereka direkrut.

Dia kemudian mencontohkan, penataan Pedagang kaki

lima di Pasar Tanah Abang, yang menurutnya menunjukkan

bahwa “aparat tingkat bawah bisa menerjemahkan dengan

tepat dan benar apa yang menjadi kemauan mereka.”

“Ya ada beberapa yang tidak tepat, ya wajar, apalagi inputnya

(rekrutmen awal) juga ada masalah sejak dulu, dan kami tidak

bisa merekrut orang dari luar,” akunya.

Staf pribadi Jokowi

Pemunculan nama Jokowi dan Ahok dalam bursa calon

Gubernur DKI Jakarta pada tahun lalu, tidak terlepas dari

peranan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo

Subianto dan pimpinan PDI Perjuangan.

Kedua partai ini kemudian mengusung keduanya, dan mereka

menang melalui dua tahap Pemilihan Kepala Daerah DKI

Jakarta, dan dilantik pada 15 Oktober 2012 silam.

 

 

 

 

 

 

Basuki mengaku memiliki Chemistry yang sama dengan

Jokowi.

 

Menurut Ahok, sejauh ini dia dan Jokowi relatif tidak ada

masalah, karena memiliki chemistry yang sama.

“Kalau kita otaknya mau mewujudkan keadilan sosial bagi

rakyat, otomatis kita dalam mengadministrasikan keadilan

sosial juga tidak akan berantem, karena tujuannya jelas,”

katanya, agak diplomatis.

 

Bagaimana memaksimalkan hubungan Anda dengan Jokowi

ke depan? Tanya saja.

“Saya hanya staf pribadi yang dipercaya beliau. Kalau beliau

cuti pasti saya menggantikan sebagai gubernur, gitu saja.. ha-
ha-ha-ha.”

 

“Saya kira hubungan dengan Pak Jokowi tidak pernah ada

masalah, karena sejak awal saya katakan: saya tidak berpikir

satu paket dengan beliau,” akunya.

 

Artinya, “saya hanya berpikir saya adalah stafnya beliau.

Tugas saya adalah membuat Pak Jokowi menjadi gubernur

yang sukses di Jakarta dan dikenang”.

 

Jadi, “saya tidak berpikir satu paket, dari partai politik yang

berbeda, dan kita punya hak yang sama.”

Kalau itu yang terjadi, menurutnya, “nanti bakal berantem…”

 

“Saya hanya staf pribadi yang dipercaya beliau. Kalau beliau

cuti pasti saya menggantikan sebagai gubernur, gitu saja.. ha-
ha-ha-ha”.

Siap jadi gubernur

Tapi apakah Anda siap menjadi Gubernur DKI Jakarta, kalau

Jokowi nantinya mencalonkan sebagai calon presiden? Tanya

saya.

 

“Saya tidak tahu apa yang terjadi. Politik di Indonesia ‘kan

sangat dinamis. Tapi secara konstitusi, kalau Pak Gubernur

mencalonkan sebagai Presiden, beliau harus mundur, dan

saya akan diangkat sebagai Gubernur,” tegasnya.

 

 

 

 

 

 

Basuki Purnama siap menjabat Gubernur Jakarta

jika Jokowi harus mundur karena menjadi calon presiden.

 

Artinya, Anda siap menjadi Gubernur Jakarta? Tanya saya

lagi.

“Ya saya kira, semua politisi waktu mau mencalonkan diri,

siap jadi presiden. Kalau politisi tidak siap menjadi presiden,

dia bukan politisi,” tegasnya

 

Dalam wawancara yang berlangsung sekitar 35 menit itu,

Basuki juga menjelaskan peran penting keluarganya di dalam

aktivitasnya sebagai politisi.

 

“Kalau keluarga tidak dukung, ya pasti kamu pasti repot,”

aku ayah dari tiga anak, yaitu Nicholas (lahir 1998), Nathania

(2001) dan Daud Albeenner (2006) ini.

 

“Kalau pulang ke rumah, istri dan anak-anak kamu nggak

mau omong, ‘kan kamu pasti pusing. Pasti keluarga

mendukung”.

“Ya saya kira, semua politisi waktu mau mencalonkan diri,

siap jadi presiden. Kalau politisi tidak siap menjadi presiden,

dia bukan politisi.”

 

Menyinggung apakah dirinya masih mendalami hobi di tengah

kesibukannya, anak sulung dari tiga bersaudara ini masih

menyempatkan menyalurkan hobinya.

 

“Hobi olahraga ringan, membaca, menikmati tanaman,

berenang, saya masih lakukan. Tapi tidak tiap hari, seminggu

sekali atau dua kali. Kalau olahraga tiap hari,” akunya.

 

Namun demikian, Ahok mengaku memiliki ‘hobi’

lainnya. “Yaitu, kalau bisa nolong orang lain, saya senang.

Karena nggak pake duitsaya, soalnya, itu saya sudah happy…

ha-ha-ha…”

 

“Makanya orang berpikir, saya kerja pasti capek. Tapi, coba

lihat muka saya. masih segar-segar’ kan. Saya happy-

happy saja, karena saya nikmatin (pekerjaan sebagai Wakil

Gubernur,” kata Basuki santai, sambil mengakhiri wawancara

yang digelar di ruang kerjanya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *