AKKII Desak Regulasi Ekspor Flexible di tengah Kondisi Pandemik Covid-19
dilaporkan: Setiawan Liu

Pada saat ekspor, koral/karang hias sedang dalam proses pengangkutan, proses foto berjalan lagi. Sehingga jumlah koral per piece harus sama dengan jumlah foto. “Sehingga kalau kami ekspor 400 piece koral, berarti harus melampirkan 400 foto. Ini kan sangat memberatkan,” tegasnya.
Dokumen perizinan juga terbit dalam waktu yang lama, yakni dalam kurun waktu lima harus setelah pemasukan berkas. Sistem pengawasan perdagangan koral diterapkan dengan ketentuan Surat Keterangan Ketertelusuran (SKK) oleh UPT (unit pelaksana teknis) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP. Ketentuan ini berlaku di seluruh wilayah kerja sebagai persyaratan tambahan yang harus dipenuhi pelaku usaha sebelum mengajukan dokumen Health Certificate (HC) kepada Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). “SKK terbit per setiap perdagangan lokal, dan kami harus punya SKK lagi pada saat ekspor untuk health certificate. Semua (SKK) harus diinput terlebih dahulu,” tegasnya.
Tidak cukup sampai disitu, petugas BPSPL memeriksa kesesuaian dengan barang yang pelaku usaha beli dari lokal. Dokumen perizinan disesuaikan dengan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam adalah perjanjian internasional antarnegara) setiap kali pengiriman. “(koral, karang hias yang akan diekspor) harus disegel BKSDA (balai konservasi sumber daya alam), itu (segel BKSDA) yang normal, wajar. Tapi ketentuan segel karantina, dan segel dari BPSPL yang tidak normal dan tidak wajar. ibaratnya, ekspor koral disamakan dengan narkoba,” tegas sumber tersebut.
Sementara itu, dari keterangan Ditjen PRL yang didapat Redaksi, bahwa KKP kembali memberikan pelayanan penerbitan HC untuk perdagangan karang hias hasil transplantasi budidaya dan pengambilan dari alam. Hal ini sesuai dengan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) KKP dengan Komisi IV DPR RI pada Nopember 2019 yang lalu.
Kepentingan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja harus dipertimbangan sehingga perdagangan karang hias hasil transplantasi/budidaya maupun hasil pengambilan dari alam tetap dapat dilakukan dengan mempertimbangkan aspek legalitas, keberlanjutan dan ketertelusuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adanya rekomendasi pengambilan karang hias alam untuk tahun 2020 olh LIPI sebagai scientific authority (SA) kepala Dirjn KSDAE dan ditetapkan kuota pengambilan/penangkapan oleh Dirjen KSDAE sebaga management authority. (sl/IM)















