Gempa kecil melanda Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Penguasa di bidang pasar modal itu sedang disorot terkait kasus yang terjadi di Askrindo. Tidak main-main, kasus penyimpangan dana investasi itu berpotensi merugikan negara hingga Rp1 triliun. Karena itu, DPR berencana membentuk panitia khusus (pansus).
Hal itu ditegaskan oleh Anggota Komisi XI DPR RI, Maruarar Sirait, di Jakarta, Rabu (3/8). “Dalam kasus ini patut diduga terjadi tindak pidana. Segera setelah reses DPR akan memanggil pihak-pihak terkait baik dari Bapepam LK maupun perusahaan Manajer Investasi (MI),” ujarnya.
Menurut Maruarar, ada dugaan tindak pidana karena beberapa manajer investasi boleh membelipromissory notes yang dijamin oleh Askrindo. Nah, jika kasus Century saja bisa “dipansuskan”, maka kasus ini terkait investasi publik ini juga bisa. “Karena diduga ada konspirasi-konspirasi dalam kasus ini,” ujarnya.
PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) adalah perusahaan penjamin kredit, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan asuransi kredit Usaha Kecil Menengah (UKM). Seperti diketahui, Askrindo sebagai penjamin kredit, diduga telah menyimpangkan dana investasi hingga Rp 500 miliar. Dana itu digunakan untuk menjamin utang jangka pendek di beberapa perusahaan sekuritas. Selain itu, sebagain dana tersebut juga dialirkan ke investasi yang mengandung resiko, yakni investasi gadai saham, reksadana dan kontrak pengelolaan dana (KPD).
Penempatan dana di sejumlah perusahaan Manajer Investasi (MI) ini dipicu oleh kredit macet yang dialami Askrindo, karena membiayai nasabah-nasabah korporat dan menjamin promissory notes yang diterbitkan korporat, bukan UKM. Terkait hal ini, sebanyak 10 perusahaan investasi diduga terlibat sebagai wadah penempatan dana fiktif milik Askrindo.
Kini, dana tersebut macet. Kondisi itu, bisa jadi, memaksa negara memberikan dana talangan (bailout) sebesar 2 triliun, dan berpotensi rush lebih dari 100 triliun. Apalagi 5 dari 10 MI yang meluncurkan produk reksadana dengan komponen promissory notes jaminan Askrindo, diketahui mengalami gagal bayar.
Sejumlah nama dan beberapa perusahaan investasi ternama pun ikut terseret. Kepolisan Daerah (Polda) Metro Jaya bahkan telah meminta keterangan dari lima perusahaan pengelola investasi, yaitu PT Harvestindo Asset Management, PT Reliance Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Jakarta Securities dan PT Batavia Securities.
Mestinya penyidikan difokuskan pada promissory notes/surat utang jangka pendek yang dijamin Askrindo. Terutama karena promissory notes ini dibeli oleh beberapa MI dan masuk dalam komponen produk reksadana mereka. Padahal reksadana hanya boleh membeli instrumen pasar modal. Ini berarti ada peraturan pasar modal yang dilanggar. Selain itu Askrindo juga dituding melanggar ketentuan penjaminan, yang fungsinya adalah untuk menjamin kredit-kredit UKM, bukan kredit korporat ataupun menjamin promissory notes.
Hebatnya, dugaan rekayasa keuangan yang dilakukan Askrindo dan sejumlah MI ini lolos dari monitoring Bapepam. Bahkan ada dugaan orang dalam Bapepam terlibat. Dikabarkan ada transaksi fiktif yang sudah berlangsung sejak 2005 yang melibatkan pejabat Bapepam-LK dengan fee miliaran rupiah. Tindakan rekayasa keuangan ini telah menyebabkan Direktur Askrindo Zulfan Lubis dan Kadiv Investasi Askrindo Noviar ditetapkan sebagai tersangka.
Diduga masih ada pejabat Bapepam, yang terlibat dalam rekayasa reksadana fiktif ini, belum tersentuh. Indikasinya, Bapepam mengabaikan pelanggaran hukum dan menghentikan proses pemeriksaan pada sejumlah MI yang terlibat. Salah satunya Harvestindo Asset Management yang gagal bayar hingga Rp 210 miliar.
Bapepam justru menempatkan Ivan Litha (pemilik Discovery) sebagai pemilik baru Harvestindo, sedangkan pemilik lama belum diproses. Padahal Harvestindo dituding telah menggunakan dana-dana BUMN untuk menalangi permintaan pengembalian dana Askrindo. Dana-dana BUMN itu diketahui dari Asabri mencapai Rp 80 miliar. Selain itu, ada pula sejumlah besar dana pensiun BUMN.
Discovery dan Harvestindo diduga terlibat dalam penggelapan dana Elnusa sebesar Rp 111 miliar. Ada dugaan dana Elnusa itu digunakan Harvestindo dan Discovery untuk menalangi cicilan biaya redemption Askrindo. Sementara untuk menalangi redemption Askrindo pada reksadana promissory notes di Batavia Sekuritas, Harvestindo yang mem-bailout tagihan tersebut senilai Rp 7,5 miliar. Transaksi fiktif tersebut adalah temuan investigasi, dan bukti-bukti transfer dana Askrindo ke MI yang terlibat, sudah dilimpahkan ke Krimsus Polda Metro Jaya.
Dalam tataran regulasi, promissory notes termasuk wilayah abu-abu, dan pengawasan Bapepam tidak ketat. Karena itu sangat rentan terhadap potensi rekayasa keuangan. Dalam kasus Askrindo, Pengamat Pasar Modal Januar Rizky melihat ada kecenderungan pembiaran yang dilakukan Bapepam-LK terhadap kasus tersebut dan sejumlah kasus lain.”Bapepam-LK dalam banyak hal menyerahkan banyak kasus ke kepolisian. Ini menurunkan kredibilitas karena dia itu penyidik,” ujarnya.
Kasus Askrindo menunjukkan lemahnya peran Bapepam-LK sebagai regulator. Dalam kasus tersebut, peran kedua pejabat Bapepam-LK, Kepala Biro Pengelolaan Investasi dan Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan, terindikasi cukup jelas, terutama dalam kasus penggelapan dana Elnusa dan transaksi reksadana fiktif di Askrindo.
Dalam kaitan ini, seharusnya Kepala Bapepam-LK memiliki konsistensi dalam kinerjanya serta bertindak tegas jika ada kasus yang terindikasi sebagai penyimpangan dana investasi. Sebelum muncul kasus-kasus lain yang lebih besar, kini saatnya melakukan reformasi total di Bapepam-LK. Sebab, lembaga tersebut sangat dominan dalam mengontrol pasar modal. Jika tidak segera direformasi, bisa jadi, Bapepam akan terus menuai masalah hukum, dan krisis ekonomi bakal terus mengintai negeri ini.Â
Eggi: Usut Penempatan Dana Fiktif Askrindo
Jakarta – Aktivis Eggi Sudjana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut tuntas kasus penempatan dana fiktif PT Askrindo (Persero) di empat perusahaan sekuritas, sejak 2005 sampai 2011, senilai Rp 500 miliar. Ia juga meminta KPK mengusut pejabat Bapepam-LK yang terlibat kasus itu.
“Akibat perbuatan itu, potensi rush yang akan terjadi bisa mencapai Rp 150 miliar, hingga menteri keuangan harus memberhentikan pejabat Bapepam,” kata Eggi, yang kini menjadi Panglima Besar Laskar Empati Pembela Bangsa, di Jakarta, belum lama ini.
Ia menegaskan, dua pejabat Bapepam telah menikmati sejumlah dana dan fasilitas dari penyalahgunaan penempatan uang tersebut.
Menurut Eggi, kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan KPK. Yang sudah dijadikan tersangka, mantan Direktur PT Askrindo, Zulfan Lubis, dan Kepala Divisi Investasi PT Askrindo, Noviar.
Eggi menegaskan, penyalahgunaan jabatan dan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan pejabat Bapepam itu, dengan cara membekingi dan melindungi transaksi penempatan dana fiktif itu senilai Rp 500 miliar.
Kemudian, lanjut Eggi, dana itu ditempatkan ke empat perusahaan sekuritas, masing-masing PT Harvestindo Asset Management Rp 210 miliar, PT Batavia Securities Rp 7,55 miliar, PT Reliance Asset Management Rp 90 miliar, dan PT Jakarta Investment Rp 110 miliar.
Pemerintah Turun Tangan di Kasus Askrindo