Cruise Asia Kedua Special Edition # 45
Minggu, 8 Maret 2020, Kawasaki King Skyfront Hotel Tokyu Rei
Berita Covid-19 tetap memenuhi koran majalah radio TV di mancanegara,
maupun pelbagai nasihat kiat wejangan mengenainya. Rakyat pemirsa
serial yang hampir kutamatkan ini, masih bertanya terus dan yang
percaya ke Tuhan semakin bertanya, “Why God?” Tentu banyak versi
jawabannya, ada yang bilang Tuhan mah tidak ikut campur urusan duniawi
begini ini, Princess mau rugi puluhan juta dollar, sapa suruh :-). Ada
yang bilang supaya mereka yang tidak/belum percaya sekarang bisa
melihat betapa kuat kuasanya doa, terutama di dalam kasus Bang Jeha
dan Mpok Cecile. Teologi gokil saya mudah, there is a reason …
for the Covid season … to let my love flow … to Cecilia my beau.
EGP bro en sis, jangan lupa seringan cuci tangan, belajar ke si Winda.
Seperti saya kemukakan di tayangan lalu, begitu tahu kami mantan
penumpang Diamond Princess, Mr Sato manager hotel oke punya, Tokyu Rei
ini langsung memperlakukan kami sebagai tamu VIP, makanan diantar ke
kamar di atas meja makan beroda lengkap dengan segala condiment maupun
tentu makanannya. Tak ketinggalan tusuk gigi secangkir, di Diamond
Princess susah banget dapat tusuk gigi padahal manula sudah perlu.
Cuma kurang bunga sakuranya sebab saya mau dongeng mengenai ini
sebelum mereferensikan nasib penumpang Amrik yang tinggal di kampung
Utah dan diperlakukan sebagai penderita kusta oleh tetangganya:
https://nypost.com/2020/03/06/
Kita lihat bersama apakah nasib baik, ‘blessing in disguise’ Bang Jeha
dan nyonya akan selesai begitu kami mendarat di Pearson Airport.
Nah, karena ada sas-sus bunga sakura, ‘cherry blossom’ yang beken
banget dan Tokyo adalah pusat melihatnya maka saya dan Cecile kemarin
pagi sengaja pergi ke stasiun yang namanya saja sudah SAKURAgicho.
Stasiun itu dekat sekali dengan hotel Intercontinental Yokohama ketika
di ranjang segede alaihim alias ‘king size’, Cecile menantikan sang
pangerannya yang kena tertahan oleh diagnosa (menurut saya false)
positif, Covid-19. Tak masuk akal sebab kronologinya seperti ini dan
saya catat baik-baik. Tanggal 15 Pebruari kami pertama ditest, PCR
test di kapal karena tergolong berumur 70 tahun ke atas. Ingat tak
mungkin mereka memeriksa 3700 manusia alias digilir. Tanggal 17 Peb
keluar diagnosa,saya negatif (Cecile positif). Lalu Selasa 25 Pebruari
saat di Wako Campus ditest -> positif. Tak pernah ada gejala apa-apa,
suhu rendah, tidak batuk-batuk dsb. Ditest lagi di rumkit Tokyo Kamata
tgl 27 Peb, chest xray clear’, hasil lab darah bagus, ya ada gen
Ontoseno (halo Lissy, halo MoTe :-)). Keluar hasilnya Senin 2 Maret,
negatif, PCR test sekali lagi, hasilnya 5 Maret negatif. Ajaib sekali
cuma 2 hari antara 25 Peb positif, 27 Peb sudah negatif. ABK Princess
dan bule Ustrali yang sama-sama di lantai 6 rumkit Tokyo Kamata terus
positif berkali-kali padahal mereka giat olahraga tiap hari.
Kami sekarang sudah pengalaman naik kereta Jepang, ambil jalur Keihin-
Tohoku Line dari Kawasaki langsung ke Sakuragicho, 220 Yen sahaja.
Agak sepi karena Sabtu, tak sampai 20 menit sudah sampai dan langsung
meniti jalanan yang di kiri-kanannya penuh pohon cherry, dengan janji
sebulan lagi bunganya baru kan muncul, sori Bang Jeha. Engga apa-apa
sebab selain dulu punya pohon cherry di halaman belakang rumah, juga
kalau sedang iseng kami sepedaan di High Park, Toronto yang lumayan
banyak jumlah pohon sakuranya. Dari hasil test itu, maka janji ketemu
Warti di Shinjuku Station mau ke Shinjuku Gyoen National Garden kami
batalkan. Memang dia udah bilang, ketemuan di Kawasaki Station saja,
ada katsu terenak seTokyo katanya. Kesitu ceritanya kami sehabis dari
Sakuragicho dan ngobrol pesan cem-macem masakan, katsu, tempura,
ifumie a la Jepang, uenak tenan memang. Ngobrol sampai jam 2, pisahan
dengan sahabat merangkap pemandu kami Warti Danusastro. Sayonara
oneesan, we will miss you, we love you :-).
Gaul bertemu beberapa kali dengan Warti saya akan butuh penyesuaian.
Di Jepang ini saya dengan mudah dan cepat menjadi “WN Jepang” dimana
cowok jalan di depan, semua didahulukan dan isteri menservis luar
biasa. Buang sampah kemarin, dilarang Warti, “Nooo kau duduk manis,
kami yang atur dan ngurus.” Dia dan Cecile membereskan, sisa makanan
ini kemana, mangkok dan baki kepunyaan warung yang mana, saya tinggal
main hape, lirik sana lirik sini, mengagumi ciptaanNya :-). Beberapa
kali lupa, saya persilahkan Cecile duluan, eror, ini Tokyo rek :-).
Perempuan Jepang akan malu kalau suaminya yang mesti beres-beres,
jalan di belakang, tak terlayani.
Seperti Anda semua maklum, tak ada satu pun sahabat saya yang berani
(lagi) kuajak bepergian naik cruise. Contoh soal Diamond Princess,
World Dream dan Grand Princess menakutkan mereka semua. “Bang Jeha,
kalau kau tahu akan terjadi seperti ini apakah kau tetap akan pergi?,”
suatu pertanyaan serius tentunya. Jawaban saya akan mantap: Yes, it
was a hell of a lot of experiences but I didn’t feel sorry, taught me
and my wife many important things in life, tested our psyche and faith
too. Anda semua tahu saat saya di hari Kamis lalu menunggu-nunggu
kabar apakah test kedua saya akan negatif atau positif, tentu saja
saya siap kalau hasilnya positif, meskipun akan benar-benar tak masuk
logikaku, it doesn’t compute. Saya siap tetap di rumkit, akan lebih
giat lagi olahraga, ping shuai sehari 2x, sepedaan, ‘resistance band’,
juga ‘cardio exercise’. Hanya satu yang saya sedihkan kalau itu
terjadi, nasib i s t e r i k u. Dia akan sangat ‘down’ tetapi saya
tahu ia juga akan mampu melewatinya. Terutama karena dukungan keluarga
besarnya kompak sekali. Semua doa dan puasa. Plus satu lagi dia punya
“tukang pukul”, abangnya satpam yang ketika kami duaan kemping pacaran
di Carita Paragajen Curug Luhur Cisarua, ia ditugaskan oleh ibu mereka
jadi pengawal. Saya tahu taruh kata saya teksek-pun Cecile tetap akan
terkawal :-). Amin saudara-saudari? Untunglah sang pengawal tak perlu
eksyen dan sebentar lagi kami akan berangkat ke bandara Haneda.( Jusni H / IM )
… (bersambung) …