Pada tanggal 14 Maret 2014 akhirnya Jokowi secara resmi diajukan oleh PDI-P sebagai calon
presiden (capres) dalam Pemilu Presiden RI pada tanggal 9 Juli 2014. Tugas pertama yang dibebankan
kepada Jokowi adalah mensukseskan kampanye legislatif partai moncong putih ini sehingga diharapkan
bisa memperoleh suara signifikan dalam Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April nanti. Banyak reaksi
positif yang bisa dirasakan dari peresmian ini, terutama apabila anda bukan pendukung dari partai lawan
atau hanya orang-orang yang netral terhadap partai politik manapun.
Reaksi cukup keras dari peresmian Jokowi sebagai capres 2014 datang dari Partai Gerindra.
Dengan membocorkan selembar kertas perjanjian pada masa pemilu 2009, Prabowo, capres Gerindra,
menagih janji Megawati, ketua umum PDI-P, yang menurut perjanjian tersebut mestinya mendukung
Prabowo sebagai capres di Pemilu 2014. Gerinda menuduh PDI-P mengingkari kontrak, sementara PDI-
P berdalih bahwa kontrak tersebut otomatis hangus kala pasangan capres-cawapres 2009 Mega-Prabowo
kalah suara dalam Pemilu Presiden 2009.
Reaksi yang tidak frontal juga terasa dari partai-partai lainnya, yaitu melalui langkah-langkah
politis yang mencoba menarik perhatian massa sehingga tidak terpaku pada popularitas Jokowi. SBY
baru-baru ini menerbitkan Keppres (Keputusan Presiden) nomor 12 tahun 2014 yang mengganti istilah
“Tjina” dengan istilah “Tionghoa/Tiongkok”. Salah satu pertimbangan keluarnya keppress ini adalah
bahwa pada saat UUD 1945 ditetapkan istilah “Tjina” tidak digunakan, melainkan yang adalah frase
“peranakan Tionghoa”. Disamping itu juga istilah “Tjina” dinilai SBY sebagai suatu bentuk pandangan
yang diskrimintatif terhadap golongan tertentu yang bertentangan dengan UUD 45 dan HAM.
Keputusan presiden ini layak memperoleh sambutan yang positif dari WNI keturunan Tionghoa.
Keppres ini merupakan aturan hukum yang bisa menjadi acuan legal positif terhadap penggunaan istilah
Tionghoa dan Tiongkok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-harinya, dan menghilangkan
istilah derogatori lainnya. Saya yakin keppres ini akan mempengaruhi decision-making warga Tionghoa
dalam memilih wakil-wakilnya di DPR/DPRD dalam pemilu legislatif.
Namun WNI Tionghoa masih tetap akan mempertimbangkan tokoh-tokoh lain untuk capres di
luar calon-calon dari Partai Demokrat (PD). Meski PD memiliki beberapa calon yang mumpuni seperti
Dahlan Iskan, Anies Baswedan dan Gita Wirjawan, partai-partai lain juga mengajukan calon-calon yang
memiliki daya tariknya sendiri-sendiri: Jokowi yang telah terbukti sukses bekerja sama dengan Wagub
Ahok, Wiranto yang menggandeng Harry Tanoesoedibjo, disamping Prabowo, Surya Paloh dan Jusuf
Kondisi pemikiran yang ada di kalangan masyarakat Jakarta per hari ini masih sebagian besar
menjagokan Jokowi sebagai Presiden RI di tahun 2014 ini. Walau tanpa bukti ilmiah, pasar saham
Jakarta (IHSG – Indeks Harga Saham Gabungan) sempat bereaksi positif terhadap pengumuman
resminya Jokowi sebagai capres. Bahkan saat sebagian orang yang tergabung dalam ormas-ormas Jakarta
menolak pencapresan Jokowi dengan alasan tugasnya sebagai gubernur belum selesai, konstitusi tidak
melarangnya dan mayoritas masyarakat tidak mengindahkan seruan segelintir masyarakat yang bisa jadi
termotivasi oleh politik tertentu.
Melihat tendensi dan antusiasme masyarakat terhadap Jokowi saat ini (sebelum nantinya semakin
santer kampanye politik hitam yang mencoba menjatuhkan kredibilitas gubernur Jakarta ini) maka
kelihatannya mereka ini telah membentuk Warung Pojok sendiri, yaitu Warga Indonesia Urun Rembug
Pro Jokowi. Saya saksikan masyarakat dari berbagai kalangan di Jakarta berharap agar komitmen,
konsistensi dan ketegasan Jokowi akan membawa Indonesia ke masa depan yang lebih baik.
Hangatnya perbincangan masyarakat mengenai capres Jokowi ini sangat bertolak-belakang
dengan pemilu legislatif. Hampir tidak terdengar ada semangat dari masyarakat untuk pemilu ini. Dengan
kata lain masyarakat Indonesia apati terhadap pemilu legislatif dan bisa diperkirakan jumlah golput akan
mencapai rekor baru dalam pemilu Indonesia pasca Orde Baru. Warung-warung pojok dimana banyak
masyarakat meminum kopi dan berbincang lepas menyuarakan aspirasi terhadap calon presiden mereka
[Type text]
dengan hangat. Tapi warung-warung pojok ini diam membisu ketika ditanya mengenai calon anggota
DPR/DPRD. Warung pojok telah menjatuhkan vonis mosi tidak percaya terhadap prestasi DPR selama ini
dan menggantungkan sepenuhnya pada figur seorang eksekutif untuk memperbaiki citra pemerintah. (RO
– Twitter: @iamwongkampung)