Usman: Perilaku Aparat Bermental “Centeng” Modal


Aktivis hak asasi manusia, Usman Hamid mengatakan, tindakan aparat keamanan yang menembaki dan menangkap warga yang melakukan aksi penolakan terhadap proyek pertambangan menunjukkan bahwa kepentingan bisnis di atas segalanya. Bahkan, menurutnya, perilaku aparat kini tak lagi memperhitungkan akibat dari tindakan tersebut, yaitu merenggut nyawa rakyat.

Hal itu diungkapkan Usman menanggapi insiden penembakan terhadap tiga pengunjuk rasa Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) di Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12/2011).

Ia meyakini, tindakan kekerasan yang dilakukan aparat untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang menutup alur di pintu masuk Pelabuhan Sape saat melakukan aksinya.

“Perilaku aparat negara dalam insiden Bima itu juga merupakan perilaku bermental centeng modal. Perilaku yang hanya mungkin dipertanggungjawabkan kepada pemilik modal, bukan kepada rakyat,” ujar Usman kepadaKompas.com, di Jakarta, Minggu (25/12/2011).

Menurut Usman, insiden tersebut adalah bentuk kekerasan negara yang secara jelas menunjukkan karakter banal dari kekuasaan. Pasalnya, tidak ada satu pun kaidah hukum, mau pun protap kepolisian yang bisa membenarkan tindakan brutal aparat keamanan dalam insiden tersebut.

“Kekerasan dalam mengamankan itu sama sekali tidak dibenarkan. Apalagi sampai mengakibatkan nyawa rakyat hilang,” kata Usman.

Oleh karena itu, menurut Usman, pemerintah harus bertanggungjawab menyelesaikan persoalan tersebut dari akar masalahnya. Pemerintah, kata Usman, harus mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan sektor sumber daya alam, termasuk emas, yang mengalami percepatan yang tinggi belakangan ini khususnya sejak Presiden memaksakan pertumbuhan ekonomi.

“Dan kita juga harus menyerukan kepada semua kalangan di Bima dan wilayah mana pun untuk terus menggugat legitimasi kebijakan-kebijakan yang salah, yang merusak alam, yang mengeruk kekayaan alam hanya untuk keuntungan segelintir orang,” tegasnya.

Insiden bentrokan di Sape terjadi saat Aparat Polres Bima yang didukung Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda NTB, membubarkan paksa aksi unjuk rasa ribuan warga yang disertai blokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, NTB, yang telah berlangsung sejak sepekan terakhir ini.

Unjuk rasa itu dilatari penerbitan SK baru bernomor 188/45/357/004/2010 yang berisi pemberian izin kepada PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) untuk mengeksplorasi lahan di Bima seluas 24.980 hektar persegi. Hal ini memicu kekhawatiran warga bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan PT SMN mengganggu mata pencarian mereka yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan.

Korban tewas dalam insiden itu mencapai tiga orang dan puluhan lainnya mengalami luka-luka. Tiga korban tewas tersebut yakni dua warga Desa Suni, Kecamatan Lambu, Arif Rahman (18), Syaiful (17), dan Immawan Ashary, kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) NTB.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *