Los Angeles – Bagi para penggemar Audio Visual di Indonesia, nama Tjandra
Ghozali tentunya tidak asing lagi , dari awal tahun 1980an namanya selalu menghias rubrik tehnik Audio dan
Video di Koran Sinar Harapan, lalu ke Suara Pembaruan menjelang tahun 1990an, setelah itu Ir. Tjandra Ghozali
yang jebolan universitas Trisakti jurusan Elektro itu menggeluti majalahnya, Audio Video yang bekerjasama
dengan Gramedia sampai tahun 1998.
Bisnis publikasi majalah Audio Videonya ternyata berekspansi setelah 1998 menjadi 3 , yaitu majalah Audio
Video , Audio Mobil dan Audio Pro Mag, yang terakhir ini adalah termasuk alat-alat band yang seluruhnya
bernaung dibawah bendera PT. Audiomedia Nusantara Raya. Tugasnya adalah mengestest perangkat-perangkat
Audio Visual dan menulis hasil reviewnya , semacam C-Net . Sebenarnya Pak Tjandra ini juga pernah merintis
SHM Project yang bergerak dibidang manufacture electronic , bahkan juga didunia rekaman “Sota Records”
yang khusus high end, menggunakan kaset pita metal untuk Audiophile.
Pria kelahiran Betawi 1955 ini juga mempunyai idealisme untuk menginventarisasi kebudayaan peranakan
Tionghoa Indonesia . Beliau pernah mencoba menerbitkan majalah Peranakan Tionghoa yang dinamakan
POST , namun sayangnya tidak dapat bertahan lama. Dibawah ini kita ikuti curhatnya.
Terus terang kiprah saya di audio video memang lebih banyak katimbang kiprah di sosial Tionghoa Peranakan.
Saya mulai berkiprah di bidang sosial mulai tahun 2008 – khusus untuk peranakan Tionghoa. Cita cita utamanya
menerbitkan majalah (bacaan) khusus orang Tionghoa peranakan yg sudah tidak bisa membaca huruf Tionghoa.
Saya bersama saudara (koko) Hernandi Ghozalli, Bernard Ghozalli menerbitkan majalah POST sebagai majalah
bacaan yg ditujukan bagi warga Tionghoa Peranakan. Majalah ini hasil kawin silang Star Weekly dan The
Saturday Evening Post – majalah Amrik yg pernah berjaya sampai tahun 1964 dan cover majalahnya masih
digemari orang hingga kini. POST adalah bacaan keluarga Tionghoa yang isinya komplet mulai dari kuliner,
cerpen, wisata, hingga teknologi yg bisa dibaca juga oleh semua warga Indonesia (macam Intisari). Namun
saking luasnya disversifikasi bidang yg digeluti sehingga para pembaca menjadi konfuse arah visi dan misi –
majalah POST ini. Majalah POST hanya bertahan delapan edisi dan tutup di tahun 2009. Idealisme saya ternyata
belum kesampaian, kilahnya.
Sebagai gantinya saya merilis milis peranakan-tionghoa@yahoogroups.com. di pertengahan 2010 yg mendapat
sambutan hangat dari para warga Tionghoa yg mencintai budaya peranakan. Milis ini bersandar pada KPTI alias
Komunitas Peranakan Tionghoa Indonesia yang saat ini sudah adakan tujuh kali pertemuan. Visi KPTI adalah
untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya peranakan Tionghoa. Sedang Misinya banyak antara lain
menyelenggarakan event budaya Tionghoa Peranakan seperti Bazaar Moon Cake, Festival Bakcang, ekshibisi
pakaian kebaya Encim dan sebagainya. Untuk itu oragnisasinya membuka pintu untuk berkolaborasi dengan
organisasi atau badan-badan lainnya yang berkaitan dengan aktivitas KPTI.
Walaupun banyak “badai” yang menerpa namun KPTI semakin lama KPTI semakin solid dan mengarah ke
pembentukan asosiasi, demkian imbuhya.
Sementara ini KPTI rupanya sudah mulai di akses oleh Peranakan Tionghoa dari berbagai negara, termasuk
Singapore, Malaysia, Serawak, Hainan, dan Hongkong. (IM)
Yth. Redaksi Majalah Audio Video
Jika diperbolehkan saya mohon atau boleh tahu nomor tilpun atau Email Bapak Ir. Tjnadra Ghozali karena teman saya yang di Netherland pingin sekali contack dengan beliau.
Terimlakasih atas kesediaannya
Salam hormat,
Suprapto
(Karyawan Sriwijayaair)
Yth. Redaksi Majalah Audio Video
Saya dulu berlangganan Majalah Audio Video.
Pernah saya mencoba rangkaian Soft Start dengan delay 5 detik yaang di share oleh Ir Tjandra Gozali. Saya berhasil dengan baik mengikuti skema rangkaian yg di ada di majalah auvi tsb.
Nah berhubung sudah lama sekali . apa di perbolehkan di share ke alamat email saya.
Terima kasih atas perhatiannya.
Hormat saya
Tan Suryo Malang