Tak Ada Tekanan AS dalam Sidang Video Kekerasan TNI di Papua


Jubir Kemlu RI menegaskan Jumat siang, pemerintah sama sekali tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun dalam sidang peradilan ini.

Pemerintah Indonesia menegaskan, tidak pernah mendapatkan tekanan dari pihak manapun, termasuk dari Amerika Serikat, terkait persidangan kasus video kekerasan terhadap warga sipil di Papua, yang dilakukan sejumlah perwira TNI.

Pada persidangan yang digelar Kamis siang, Oditur Militer menurunkan tiga tuntutan yang berbeda kepada tiga anggota TNI pelaku video kekerasan jilid II, yang terjadi di kampung Gurage, Distrik Tingginambut, Puncak Jaya, pada Mei 2010.

Sersan Dua Irwan Riskianto, sebagai Wakil Komandan Pos Gurage, dituntut paling berat yakni satu tahun. Sementara dua anggotanya, Prajurit Satu Thamrin Mahangiri dan Prajurit Satu Yapson Agu, masing-masing dituntut 9 dan 10 bulan penjara dipotong masa tahanan sementara.

Menanggapi persidangan ini, jurubicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, di Jakarta, Jumat siang, menegaskan pemerintah sama sekali tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun; termasuk Amerika Serikat. TNI bahkan telah melakukan penyelidikan dan mengidentifikasi para pelaku, sekaligus membawa mereka ke pengadilan militer, sesuai perintah Presiden Yudhoyono.

Michael Tene menambahkan, sikap pemerintah untuk segera menggelar persidangan menyangkut kasus tersebut, mencerminkan keseriusan pemerintah Indonesia dan TNI, yang siap menjalankan komitmen untuk menegakkan Hak Asasi Manusia.

Sementara itu, Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Paul Belmont, kepada VOA, mengakui pejabat Kedutaan Besar Amerika di Jakarta ikut memantau jalannya persidangan, dan tetap mengadakan pertemuan rutin untuk menyamakan pandangan mengenai kasus ini, dengan pihak-pihak keamanan di Indonesia.

Menjelang pembacaan vonis pada 24 Januari mendatang, pemerintah Amerika Serikat belum bersedia memberikan pernyataan apapun. Namun, laporan berkala selalu dikirimkan ke Washington. Paul Belmont mengatakan, pihaknya sangat menyambut baik keputusan TNI dan pemerintah untuk menggelar sidang pengadilan militer yang terbuka dan transparan.

Di sisi lain, sistem peradilan militer tidak selamanya memberikan putusan yang adil kepada pelaku. Hal ini pernah terjadi pada kasus penganiyaan warga sipil di Aceh. Ironisnya, kasus-kasus ini selalu menimpa perwira berpangkat rendah.

Direktur Eksekutif lembaga pemantau HAM, Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan, “Dulu kami pernah protes ketika ada kasus penganiayaan oleh aparat keamanan terhadap perempuan di masa darutat militer di Aceh. Mereka hanya dihukum beberapa bulan, dan Biasanya ini menimpa mereka yang pangkatnya rendah, sementara pimpinan-pimpinannya yang pangkatnya lebih tinggi itu tidak diadili.”

Kemungkinan lain yang harus diwaspadai adalah vonis pada tingkat banding yang bahkan dapat menjadi lebih ringan, dan ini tentu tidak membawa keadilan bagi korban, kata Poengky Indarti.

TNI Kesulitan Hadirkan Saksi-Saksi untuk Kasus Video Kekerasan di Papua

Pengadilan Militer Papua menggelar sidang tiga tersangka lainnya dalam kasus video kekerasan terhadap warga sipil di Papua, Kamis pagi.

Tiga anggota TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus video penganiayaan terhadap warga sipil di Gurage, Distrik Tinggi Nambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Gambar-gambar dalam video yang beredar luas melalui situs YouTube, memperlihatkan tiga anggota TNI itu sedang membakar alat kelamin seorang warga.

Pada sidang di Pengadilan Militer Jayapura, Kamis pagi, ketiga aparat TNI ini dinyatakan telah bertindak di luar prosedur dan tidak mengindahkan perintah atasan. Hal ini telah melanggar Pasal 103 UU Peradilan Militer.

Di Jakarta. Kapuspen Mabes TNI Laksamana Pertama Iskandar Sitompul menjelaskan kepada VOA, Kamis, pihak TNI kesulitan mendapatkan saksi-saksi untuk kasus rekaman video penganiayaan tersebut.

“Sementara ini masih tiga orang itu sebagai tersangka. Samapi sekarang dicari, dipanggil, tidak ada, maka itu yang masih menjadi ‘kerepotan’ pihak pengadilan militer Jayapura,” ujar Laksamana Pertama Iskandar Sitompul.

Namun demikian, Iskandar Sitompul menolak berkomentar lebih jauh atas dugaan penghilangan paksa terhadap para saksi mata di lokasi perkara. Ia menilai, pernyataan itu sangat tidak tepat ditujukan kepada TNI.

“Ini sidang terbuka untuk umum, jadi Komnas HAM Papua dan tokoh-tokoh masyarakat di sana semua hadir. Tidak ada yang ditutupi, dan TNI berusaha mencari efek jera dan adil untuk semuanya. Ini kebijakan dari Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono,” tambahnya.

Sebelumnya, empat anggota TNI telah divonis lima hingga tujuh bulan penjara pada persidangan tanggal 9 November 2010, atas kasus penganiayaan yang sama. Menurut rencana, sidang akan digelar kembali pada 17 Januari mendatang, dengan agenda mendengarkan pembelaan.

Menanggapi persidangan Kamis, Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yaboisembut kepada VOA, mengatakan masyarakat Papua berada dalam situasi yang dilematis dan trauma untuk menjadi saksi. Ini menjadi persoalan pokok di Papua.

“Untuk menghilangkan jejak, ini yang meninggalkan trauma. Mereka takut keamanannya tidak terjamin di masa depan. Dulu supir Pak Theys Eluay, Aristoteles, dia dihilangkan jejaknya oleh siapa itu kita tidak pernah tahu, dan ini terjadi di depan mata dan hidung kita,” ujar Forkorus.

Forkorus Yaboisembut juga mengharapkan putusan yang seadil-adilnya bagi aparat yang telah terbukti melakukan penyiksaan terhadap warga sipil.

Bersama sembilan pemuka adat Papua, tahun lalu Forkorus sempat bertemu dengan anggota Senat Amerika Serikat, untuk mengadukan kasus-kasus pelanggaran hak ekonomi dan hak asasi manusia di Papua.

“Mereka (anggota Senat AS) pernah mengatakan pada saya, bahwa pasti akan ada perubahan pada tubuh militer. Tetapi saya katakan itu tidak ada. Mereka harus catat, tidak ada perubahan yang signifikan, dan itu nyata.”

Sementara itu, Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Ted Ossius, mengatakan pengadilan militer bagi pelaku kekerasan di Papua menunjukkan adanya kemungkinan untuk memajukan demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *