Profesi Unik Pemanjat Pohon Mangga, Berpenghasilan Tetap untuk Hidup


Profesi Unik Pemanjat Pohon Mangga, Berpenghasilan Tetap untuk Hidup

dilaporkan: Liu Setiawan

 

Jakarta, 3 Agustus 2025/Indonesia Media – Agus (30), asal Pandeglang menekuni salah satu profesi unik, yakni pemanjat pohon khususnya mangga yang ditanam di halaman rumah-rumah di Jakarta dan sekitarnya. Ia mengaku tidak punya pilihan lain untuk bisa bertahan hidup di Jakarta. Tepatnya sekitar dua tahun lalu, ia mulai menekuni profesi pemanjat pohon. “Ada beberapa pemanjat di Jakarta, tapi masih bisa dihitung dengan jari. Saya ‘profesional’ pemanjat pohon. Artinya, dengan memanjat, saya punya penghasilan tetap untuk menghidupkan anak istri di rumah,” kata Agus usai memanjat pohon mangga di bilangan Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Kendatipun ada rekan seprofesinya, masing-masing tidak rebutan. Mereka bertiga, ibaratnya sudah sepakat untuk garap masing-masing daerah. Selama ini, wilayah Jakarta Selatan (Jaksel) dan Timur (Jaktim) yang halaman rumahnya banyak ditanami pohon mangga. Selama ini, ia mengaku sudah punya ‘relasi’ yang punya pohon-pohon mangga di halaman rumah masing-masing. Sehingga ketika stok mangganya sudah habis terjual, ia bisa langsung telpon pemilik rumah. “Saya memanjat dengan bawa karung dan jaring untuk memetik mangga. Saya sudah terbiasa, dan tidak takut lagi memanjat dengan ketinggian (pohon) belasan, bahkan sampai puluhan meter. Alhamdulillah, saya nggak pernah kecelakaan jatuh dari ketinggian. Justru yang paling bahaya selama ini, saya sering kena sengatan tawon,” kata Agus.

Usai memanjat pohon, mangga yang dipetik dikumpulkan di dalam karung. Biasanya sudah ada pembeli yang berlangganan, yakni tukang-tukang buah di Pasar Angke, Jembatan Lima. Setiap kali memanjat, ia bisa memetik sampai sekitar 50 buah/karung. Karena sudah berlangganan dengan pemilik pohon, ia bisa langsung memanjat dulu. Usai memetik, ia ‘nego’ harga dengan pemilik pohon. Selama dua tahun berlangganan, ia bayar Rp 70 – 100 ribu per karung (sekitar 50 buah). “Kami sudah saling percaya, dan tidak terlalu perhitungan. Kebetulan pohon mangga di rumah di Kebayoran Baru tumbuh subur dan sering berbuah. Setahun, (memanjat dan memetik) bisa 7-8 kali. Saya panjat, petik, lalu langsung ada kembang, biji lagi,” kata Agus yang dulunya sempat bekerja serabutan termasuk kuli bangunan.

Mangga-mangga yang diraup, dipilah-pilah kembali oleh pedagang di pasar buah Angke. Biasanya ada tiga keranjang/wadah, yakni untuk mangga ukuran kecil, sedang dan besar. Buah-buah mangga biasanya dibeli lagi oleh para pedagang buah keliling dengan gerobak atau tukang buah dingin. Sehingga ada tiga lapis rantai pasoknya, mulai dari pemilik pohon, agen buah di Angke dan pedagang buah dingin keliling. “Lapis ketiga (rantai pasok buah) yang ibaratnya meracik lagi terutama dengan kemasan plastik, bumbu-bumbu. saya tidak pernah tahu berapa keuntungan agen atau pedagang keliling. Saya hanya memikirkan agar pasokan mangga selalu ada. Kalau sedang paceklik mangga, saya sering cari sampai ke Bekasi, Serpong (Tangerang Selatan). Itu resiko, walaupun saya masih dapat untung dari selisih penjualan dengan agen di Angke,” kata Agus. (LS/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *