“Prabowo Subianto dan Suryadharma Ali bersatu, Partai Persatuan Pembangunan pecah,” dan “Prabowo datang persatuan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pecah.”
Dua pameo ini cocok untuk menggambarkan perpecahan dan konflik yang kini terjadi di PPP. Betapa tidak perpecahan itu berawal dari kedatangan Ketua Umum PPP itu ke kampanye akbar di masa kampanye Pileg Partai Gerindra di Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Minggu, 23 Maret 2014. Padahal pada hari yang sama seharusnya Suryadharma Ali (SDA) berkampanye untuk PPP di tempat lain. Absen di kampanye partai sendiri, malah hadir di kampanye partai lain.
Kedatangan SDA bersama politisi PPP Djan Faridz di kampanye Gerindra yang dipimpin oleh calon presiden dari Gerindra, Prabowo Subianto itu bukan hanya sekadar hadir, tetapi dia dengan berseragam PPP dengan aktif menyatakan kemesraan, kecintaan dan dukungan sepenuhnya kepada Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Pada kesempatan itu dia memuja-puji Prabowo sebagai capres yang paling ideal di antara semua capres yang ada. Katanya juga, semua kader PPP di seluruh Indonesia harus mendukung Prabowo.
Ketika itu Prabowo mengaku tidak menyangka, bingung, dan terkejut dengan kedatangan SDA . Tetapi, di kesempatan lain, pada hari itu juga SDA malah mengaku kedatangannya itu diundang oleh Prabowo (Jpnn.com danRepublika.co.id). Dengan adanya dua keterangan yang berbeda ini membuat kita bertanya, jadi, apakah ada sandiwara politik di Gelora BK ketika itu? Ada yang mengsinyalir dukungan SDA kepada Prabowo itu dikarenakan adanya imbalan SDA akan menjadi cawapres-nya Prabowo.
Ketua PPP Suryadharma Ali hadir di kampanye akbar Partai Gerindra, dan menyatakan dukungannya kepada Parabo Subianto sebagai calon presiden, Minggu, 23 Maret 2014 (Sumber: Metrotvnew.com)
Yang pasti kehadiran SDA di kampanye Partai Gerindra dan menyata dukungannya kepada Prabowo sebagai calon presiden itu, langsung menjadi pemicu terjadinya perpecahan dan konflik di internal PPP. Sejumlah pengurus teras PPP menyatakan terkejut, marah dan sekaligus malu besar atas aksi politik SDA yang disebut sangat tidak etis itu. SDA dinilai tidak punya harga diri, menyerahkan lehernya kepada partai lain, dan mempermalukan partainya sendiri, dampaknya sangat merugikan partai.
Juga dinyatakan bahwa pernyataan dukungan SDA terhadap Prabowo itu bertentangan dengan Munas PPP yang diadakan pada 7-9 Februari 2014 lalu. Di dalam Munas itu telah disepakati PPP mempunyai delapan nama alternatif bakal capres yang akan didukung, nama Prabowo Subianto tidak termasuk di dalam daftar itu.
Pada 16 April, Lima orang petinggi PPP yang menyampaikan mosi tak percaya kepada SDA dan usul pelengserannya sebagai Ketua Umum PPP, dibalas SDA dengan memecat mereka semua dari jabatannya masing-masing, maupun sebagai kader PPP .
Namun gelompang perpecahan yang kian membesar itu seolah-olah tidak diperdulikan SDA. Juga Prabowo sepertinya cuek bebek. Sebaliknya, pada Jumat, 18 April 2014, keduanya bertemu lagi untuk memperkukuh persatuan mereka. Kali ini SDA sebagai tuan rumah di kantor DPP PPP, Jalan Dipanegoro, Jakarta Pusat, menyambut kedatangan Prabowo. Di saat itulah SDA mendeklarasikan koalisi PPP dengan Gerindra dengan menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Saling memuji pun terjadi di antara mereka berdua. SDA juga menyerukan kepada semua kader PPP di seluruh Indonesia untuk mendukung Prabowo.
Jumat, 18 April 2014, Prabowo Subianto mendatangi gedung DPPP PPP. Pada kesempatan itu Ketua Umum PPP Suryadharma Alie menyatakan koalisi partainya dengan Gerindra, dan menyatakan dukungannya kepada Prabowo sebagai calon presdien (Sumber: Tempo.co)
Sebelumnya sudah ada 27 DPW PPP yang juga memprotes keras aksi dukungan SDA kepada Prabowo itu. Mereka mendesak agar partai melakukan tindakan tegas kepada SDA.
Namun seperti pameo yang saya tulis di atas, persatuan SDA dengan Prabowo itu malah memecah-belah Partai Persatuan itu. Dan, seolah-olah mereka tidak perduli dan jalan terus. SDA sampai sekarang belum menarik dukungannya kepada Prabowo, dia hanya ngeles dengan mengatakan dukunganya itu belum menjadi dukungan formal partainya.
Wakil Ketua Umum PPP Emron Pangkapi pun langsung bereaksi dengan mengatakan dukungan SDA terhadap Prabowo itu tidak sah, bukan dukungan partai, dan ilegal. “Ini ilegal. Ini kan bukan perusahaaan milik pribadi, tapi ini alat perjuangan umat,” gugat Emron di Kantor DPP PPP, Jumat (18/44/2014).
Pada 19 April 2014, secara resmi hasil rapat DPP PPP memutuskan, langkah Ketua Umum PPP Suryadharma Ali berkoalisi dengan Partai Gerindra, termasuk dukungan untuk pengusungan bakal calon presiden Prabowo Subianto, batal demi hukum.
Perpecahan kian parah. Pada 20 April 2014, Rapimnas diadakan, hasilnya memecat untuk sementara SDA sebagai Ketua Umum partai. SDA tidak terima, dia menyatakan Rapimnas itu tidak sah, dan tidak berwenang memecatnya. Mukernas pun diagendakan di Bogor, nanti pada 23-24 April untuk “menyidangkan” SDA, meminta pertanggungjawabannya. SDA menyatakan Mukernas itu pun tidak sah. Menurutnya semua agenda penting partai harus ditandatangani olehnya sebagai ketua umum.
Sebenarnya SDA itu sudah gentar dengan reaksi umum partainya atas ulahnya mendukung Prabowo sebagai calon presiden itu. Tadinya, dia mengira aksinya itu akan mendapat dukungan partainya secara umum, ternyata yang didapat adalah sebaliknya. Kegentaran SDA itu terlihat dari pernyataannya yang memutarbalikkan pernyataan sebelumnya ketika dia dengan penuh semangat menyatakan dukungannya (juga partainya) terhadap Prabowo.
Pada Minggu, 20 April, SDA bilang bahwa deklarasi dukungan yang ia sampaikan kepada Prabowo Subianto, pada Jumat (18/4/2014) bukan sikap resmi PPP. Menurutnya, dukungan itu belum formal dinyatakan sebagai koalisi.
“PPP dengan Pak Prabowo belum berkoalisi secara formal,” kata Suryadharma di kantor DPP PPP di Jakarta.
Pernyataan itu, kemudian diulangi lagi pada 22 April, “Ini ada kesalahpahaman di tengah publik. Bahwa sesungguhnya kami belum ada kesepakatan untuk berkoalisi,” katanya.
Meskipun sudah jelas pangkal awal dari perpecahan PPP itu dikarenakan mereka berdua, SDA dan Prabowo malah tidak sudi introspeksi diri masing-masing, apalagi mengaku salah. Yang mereka lakukan malah menyalahkan pihak lain.
SDA mengatakan bahwa kisruh yang terjadi di internal partainya sungguh memalukan.
“Ini bukan drama, ini sungguhan. Ini kekisruhan yang memalukan. Masa bikin drama kayak begini? Ini memalukan,” ujar SDA kepada wartawan di Kantor Majelis Ulama Indonesia Pusat, Jakarta, Senin (21/4/2014).
Padahal yang bikin malu itu, siapa lagi, kalau bukan SDA sendiri.
Demikian juga sama halnya dengan reaksi Prabowo Subianto, yang tanpa risih malah menyalahkan pihak ketiga sebagai penyebab perpecahan di PPP itu. Seharusnya dia risih, lalu melakukan introspeksi diri, patut merasa malu, gara-gara dirinya didukung SDA sebagai Ketua Umum PPP secara di luar peraturan dan kesepakatan partai itu, PPP menjadi pecah seperti sekarang ini.
Jika Prabowo sportif, menghormati PPP sebagai suatu partai politik, bukan milik pribadi SDA, seharusnya dia menolak dukungan SDA kepada dirinya sebagai capres itu, sampai dia dapat memastikan bahwa dukungan itu merupakan dukungan resmi PPP.
Ketika itu sudah terlanjur terjadi, perpecahan dan konflik sudah terjadi, bahkan cenderung semakin parah, sejatinya Prabowo membuat pernyataan penyesalannya kepada PPP dan seluruh kadernya. Minta maaf, karena telah terjadi “kesalahpahaman itu”.
Kira-kira beginilah pernyataan Prabowo yang seharusnya diucapkannya, “Saya mohon maaf atas kesalahpahaman ini. Saya minta maaf karena ini telah menyebabkan kerugian besar pada PPP. Dengan ini untuk sementara saya belum bisa menerima dukungan Pak Suryadharma Ali kepada saya sebagai capres. Saya mengharapkan segera terjadi islah di PPP. Saya akan menunggu dan menerima apa keputusan resmi dari PPP, apakah tetap mendukung saya sebagai calon presiden, dan berkoalisi dengan Gerindra, ataukah tidak. Saya menghormati apa pun keputusan PPP.”
Tetapi, Prabowo tidsak melakukan semua itu. Dia malah membuat pernyataan yang justru bisa semakin memanas konflik, dengan mengatakan kecurigaannya bahwa perpecahan di PPP itu akibat dari campur tangan pihak ketiga, dari parpol lain. Pernyataan ini jelas bisa menimbulkan saling curiga di antara para petinggi partai berlambang Kabah itu. jangan-jangan memang ada penyusup di partainya itu.
“Kita harus waspada ada kekuatan tertentu yang ingin bikin kisruh,” kata Prabowo, Senin (22/4/2014)
Padahal, sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP M Romahurmuzy sudah menegaskan bahwa konflik yang terjadi di partainya tidak ditunggangi partai lain. Dia melihat sejauh ini, konflik itu murni tercipta lantaran persoalan di internal partai berlambang ka’bah itu.
“Yang kami rasakan, ini murni mal-administrasi dan mal-tindakan,” ujar politisi yang kerap disapa Romy itu dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (20/4/2014).
Dari kasus ini, kita bisa menilai sendiri, apakah kedua tokoh itu, Prabowo dan SDA memang layak menjadi pimpinan bangsa ini? Kalau belum apa-apa saja persatuan mereka malah menyebabkan terjadinya perpecahan sebuah partai politik. Parahnya, mereka seolah-olah lebih mengutamakan ambisi politiknya ketimbang islah-nya PPP. Mereka tak rela melepaskan dukungannya masing-masingnya itu. Padahal saling dukungan antarmereka itulah penyebab terjadinya perpecahan dan konflik tersebut. Mereka lebih memilih tetap meneruskan ambisinya untuk menjadi calon presiden (dan calon wakil presiden?), dengan segala cara. Apa pun yang terjadi. ***