Seekor gajah di wilayah utaraThailand, Rabu (26/8/2015), mengamuk, menewaskan pawangnya, kemudian kabur ke dalam hutan dengan tiga turisChina di punggungnya.
“Sang pawang yang tewas beretnis Karen, dan dia memang bukan pengurus gajah yang mengamuk itu. Para turis kini sudah aman,” kata Kolonel Thawatchai Thepboon, kepala kepolisian di distrik Mae Wang, provinsi Chiang Mai.
Warga Karen adalah etnis minoritas, tetapi banyak menghuni kawasan utara Thailand.
Polisi mengatakan, insiden itu terjadi pada sekitar pukul 09.30 waktu setempat, saat satu keluarga turis asal China, sepasang suami istri dan anaknya, berwisata menunggang seekor gajahjantan.
Ternyata, sang gajah merasa tak nyaman dengan pawang barunya itu. Gajah itu kemudian menjatuhkan sang pawang, dan menyeruduknya hingga tewas. Demikian yang dikabarkan stasiun televisi Channel 3.
Stasiun televisi itu menayangkan tiga turis yang ketakutan sedang dibawa menuju kamp, dan masih duduk di atas gajah yang sebelumnya mengamuk itu. Sejumlah pawang lain berhasil untuk menenangkan gajah tersebut.
Wisata menunggang gajah merupakan salah satu kegiatan yang sangat populer di kalangan wisatawan asing.
Namun, para aktivis hak-hak binatang menyebut hal itu sebagai bentuk kekejaman terhadap hewan, dan membuat gajah menjadi stres.
Para aktivis ini telah mendokumentasikan para pawang yang menggunakan teknik-teknik kontroversial untuk menjinakkan dan mematahkan semangat hewan itu.
Tak jarang, gajah–gajah itu dipekerjakan secara berlebihan demi mendapatkan uang lebih banyak.
“Gajah-gajah itu bekerja setiap hari. Pada dasarnya, mereka bekerja 365 hari setahun,” kata Edwin Wiek, aktivis organisasi Wildlife Friends of Thailand.
“Jika manusia menjalankan hal yang sama, maka manusia itu akan stres. Demikian pula gajah. Di satu titik, mereka menjadi gila, dan kita tak bisa mengendalikan mereka,” tambah Edwin.
Di Thailand, jumlah gajah yang telah dijinakkan mencapai 4.000 ekor. Jumlah mereka jauh melebihi jumlah gajah liar yang hanya tercatat sebanyak 2.500 ekor.
Dulu, gajah–gajah jinak itu digunakan untuk bekerja mengangkut kayu di hutan. Namun, sejak 1989, mereka dipekerjakan di sektor pariwisata setelah pemerintah melarang penebangan kayu di hutan. (*)( Trb / IM )