Penggelembungan (mark-up) proyek e-KTP dilakukan oleh oknum-oknum di pemerintah, DPR, dan pengusaha.
Menurut Elza Syarief, kliennya M Nazaruddin menceritakan bagaimana oknum-oknum tersebut berkumpul di suatu tempat dan merancang strategi menggarong dana e-KTP.
Pertama-tama mereka memastikan bahwa ada tiga bos besar yang akan mengendalikan semua proyek e-KTP tersebut.
Bos-bos besar itulah yang mengajarkan Nazar bagaimana mencari duit dari proyek e-KTP. Ketiga bos besar, yang tidak disebutkan namanya oleh Elsa Syarief, meminta proyek e-KTP digelembungkan 45 sampai 49 persen.
Artinya, dari dana pembuatan e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun, sekitar Rp 3 triliunnya yang ditilep.
“Tetapi di lapangan, penggelembungan dinaikkan lagi hingga 49 persen,” katanya.
Persoalannya, kata Elza, bagaimana agar mark-up ini tidak diketahui publik atau jika nantinya bermasalah secara hukum.
Nazaruddin, kata Elza,menceritakan, para oknum itu bersama tiga bos besar memunculkan gagasan atau merancang untuk melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan KPK dalam aksi mereka. Tetapi KPK dilibatkan hanya sebatas supervisi.
“Itu rencana mereka. KPK dilibatkan hanya sebatas supervisi. Tetapi mereka lupa bahwa masa tugas KPK itu kan hanya lima tahun. Kemudian diganti, sementara permohonan supervisi ke KPK lama,” katanya.
Elza lebih jauh mengatakan, semua kasus ini terbongkar karena Nazar yang masih muda, berusia 30 tahun saat itu, sangat kecewa dengan orang-orang tersebut.
“Nazar itu tidak pintar. Dia itu masih mudah, 30 tahun saat itu. Dia sering disuruh-suruh oleh orang-orang yang lebih pintar untuk kemana-mana. Tetapi karena dia jadi korban, penderitaannya luar biasa, dia pun memutuskan kooperatif dengan KPK,” kata Elza.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI, Agun Gunanjar sangat mendukung proses-proses yang dilakukan Elza Syarief. “Kita ingin menuntaskan semua kasus korupsi yang terjadi di negara ini,” katanya.
Related Posts
