Ini Alasan Polisi Tolak Rekonstruksi Terbuka Kasus Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung


Bareskrim Polri menolak menggelar rekonstruksi terbuka kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung.

Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan, proses rekonstruksi yang dilakukan secara terbuka dikhawatirkan dapat merusak kondisi awal tempat kejadian perkara (TKP).

“Semua ada aturannya, mana yang terbuka dan tertutup.”

“Jika olah TKP terbuka dikhawatirkan akan merusak kondisi awal TKP,” kata Awi, Selasa (27/10/2020).

Menurut Awi, pihaknya telah melakukan proses rekonstruksi sebanyak 6 kali dalam kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung.

Semuanya dilakukan secara tertutup tanpa diliput awak media.

Awi menyebutkan, hasil rekonstruksi yang telah dilakukan oleh penyidik nantinya akan diungkap di pengadilan.

“Sampai dengan saat ini rekonstruksi sudah dilakukan sebanyak 6 kali, dan itu akan dibuka di pengadilan.”

“Agar semua orang dapat melihat dan mengkritisi bagaimana hukum kita berjalan,” tuturnya.

Awi menuturkan, penyidik Polri telah profesional dan sesuai  prosedur dalam menangani kasus tersebut.

Kesimpulan yang diambil penyidik juga dengan mengedepankan ilmu pengetahuan.

“Selama ini Polri sudah on the track dan secara profesional, apa yang menjadi hasil olah TKP maupun hasil Labfor Polri sudah diakui tak terbantahkan.”

“Polri menggunakan scientific crime investigation yang mengedepankan ilmu pengetahuan,” paparnya.

Sementara, Bareskrim Polri berencana menggelar pemeriksaan perdana terhadap 8 tersangka kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung, Selasa (27/10/2020) hari ini.

“Rencana 8 tersangka kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung dipanggil dan akan diperiksa Hari Selasa tanggal 27 Oktober 2020 10.00 WIB,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo saat dikonfirmasi, Senin (26/10/2020).

Sambo mengatakan, pemeriksaan seluruh tersangka akan dilakukan tim gabungan Polri.

“Tim penyidik gabungan Dit Tipidum Bareskirm Polri, Polda Metro Jaya, dan Polres Metro Jakarta Selatan di ruang pemeriksaan Subdit 1 Dit Tipidum Bareskrim Polri,” jelasnya.

Minta Rekonstruksi

Meski menghormati, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman tetap mengkritisi Bareskrim Polri, karena banyaknya keraguan masyarakat perihal puntung rokok yang bisa menyebabkan kebakaran sebesar itu di Kejagung.

“Tetap saya mengkritisi untuk menjawab keraguan masyarakat, karena prosesnya selalu ditanyakan, kenapa hanya puntung rokok bisa membakar semua gedung?” cetus Boyamin.

Boyamin pun meminta agar Bareskrim Polri segera melakukan rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP).

“Maka saya mohon kepada Bareskrim segera melakukan rekonstruksi di Gedung Kejagung.”

“Intinya untuk menjawab keraguan puntung rokok (sebagai) penyebab kebakaran, MAKI meminta penyidik Bareskrim segera melakukan rekonstruksi di TKP Gedung Kejagung setelah penetapan delapan tersangka kemarin,” tegasnya.

Rekonstruksi yang dimaksud Boyamin adalah apa saja yang terjadi sebelum kebakaran terjadi, seperti dari pagi hari, apa saja yang dikerjakan para tersangka hingga kebakaran terjadi.

“Misalnya terkait puntung rokok, bagaimana itu bisa membesar dan apakah memang betul mereka berusaha memadamkan.”

“Kalau berusaha memadamkan kan mestinya bisa padam,” kata Boyamin.

Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat dapat terjawab apabila penyidik Bareskrim melakukan rekonstruksi secara terbuka.

“Jadi dapat diliput oleh media massa, bahkan kalau perlu disiarkan langsung proses-proses itu setransparan mungkin.”

“Dan pada posisi tertentu masyarakat bisa memberikan penilaian,” usulnya.

Bisa Pakai Pasal 187

Boyamin Saiman meminta kepolisian tak hanya mengenakan pasal 188 KHUP kepada kepada tersangka kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung.

Boyamin meminta penyidik Bareskrim Polri tetap membuka opsi pengenaan pasal 187 KHUP kepada para tersangka.

Pasal 187 KUHP berisikan rujukan hukuman kepada pihak yang sengaja menimbulkan ledakan, kebakaran, atau banjir.

Sedangkan pasal 189 KUHP berisikan rujukan hukuman kepada pihak yang karena kesalahannya menyebabkan ledakan, kebakaran atau banjir.

“Saya minta kepolisian, dalam hal ini penyidik, untuk tetap membuka opsi pasal 187 tentang sengaja membakar.”

“Bukan hanya sekadar pasal 188 yang lalai tentang terjadinya kebakaran,” papar Boyamin.

Boyamin beralasan jika memang benar penyebab kebakaran Gedung Kejagung berasal dari puntung rokok buruh bangunan, maka di sana buruh bangunan merokok di tempat yang dilarang untuk merokok. Artinya, ada kelalaian yang disengaja.

“Itu berarti kan bisa lalai yang berwarna sengaja.”

“Teorinya lalai itu ada istilahnya berwarna dan tidak berwarna.”

“Dan juga kalau toh kesalahan itu sedikit lalai, sedikit sengaja maka pasal 187 itu tetap dibuka.”

“Apalagi dasar dari penyidikan 2-3 minggu yang lalu sebelum penetapan tersangka itu kan memang dikenakan pasal 187 dan 188.”

“Jadi artinya tetap dibuka kemungkinan opsi penerapan pasal 187 yaitu sengaja terjadi kebakaran. Nah, itu yang saya minta,” bebernya.

Boyamin juga meminta kasus ini segera dituntaskan, dilimpahkan ke kejaksaan, dan kemudian dibawa ke pengadilan.

Dengan begitu, publik dapat segera menyaksikan proses peradilan secara terbuka.

Bahkan, Boyamin tak menutup bisa jadi ada fakta baru yang muncul di persidangan.

Bila demikian, maka Bareskrim Polri diminta untuk mengembangkannya.

“Nanti bisa dilihat oleh publik dan kemudian hal-hal yang mungkin nanti akan terungkap pada persidangan akan bisa dikembangkan oleh teman-teman Bareskrim.”

“Jika memang ada fakta baru, bukti baru maupun keadaan baru yang memungkinkan masih ada pihak lain yang diduga terlibat atau lebih bertanggung jawab,” paparnya. ( WK / IM )

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *