Eksportir Ikan Hias Keberatan dengan Beberapa Peraturan Karantina


IMG_20170408_102815Jakarta Agustus, 3, 2017/Indonesia Media – Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI) akan mempertanyakan efektivitas peraturan baru untuk karantina ikan terutama pengetatan jam operasional Pos/Balai Karantina Ikan terletak di terminal A (terminal I) Bandara Soekarno-Hatta. Peraturan tersebut beresiko pengacauan alur kerja ekspor mulai dari pengepakan, transportasi (farming – pos karantina), forklifting, dan lain sebagainya sampai pendaratan di negara tujuan ekspor tersebut. “(peraturan baru) sudah efektif berlaku, jam operasional Pos Karantina yang awalnya 24 jam menjadi, mulai jam 8 pagi sampai jam 9 malam,” Teguh M. Wijaya dari DIHI mengatakan kepada Redaksi

Alur kerja ekspor ikan hias harus sangat mempertimbangkan kapasitas box styrofoam, oksigen, dan lain sebagainya. Khusus untuk oksigen, eksportir dan staf perusahaan di lapangan sudah mengestimasi dengan cermas kebutuhannya untuk ikan-ikan. Oksigen yang terukur bisa menjamin ikan agar tetap hidup sampai negara tujuan ekspor. Tapi karena pengetatan jam operasional Pos Karantina, dampaknya langsung mengena pada alur kerja. “Misalkan flight (penerbangan) untuk ikan jam 9 pagi, staf kami harus sudah berangkat (dari farming) lima jam sebelumnya. Berarti kami berangkat (pengiriman ikan dalam Box styrofoam) sekitar jam 4 pagi. Interval waktu lima jam. Sekitar jam 8 pagi, petugas ground handling (di airport) sudah harus forklifting (angkut ke cargo) sebelum closing (penutupan). Tapi dengan peraturan baru, (kegiatan) tidak bisa berjalan karena Balai Karantina baru buka jam 9.”

Layanan Karantina Ikan Ekspor adalah layanan Sertifikasi Kesehatan ikan / hasil perikanan yang akan diekspor sesuai persyaratan ke / oleh negara tujuan. Sertifikasi dimaksudkan untuk memastikan bahwa ikan / hasil perikanan yang dikeluarkan dari dalam wilayah RI bebas dari hama penyakit ikan karantina / penyakit yang dipersyaratkan, sesuai jenis dan jumlahnya dengan dokumen yang menyertai serta bebas / tidak berpotensi sebagai media pembawa penyakit ZOONOSIS (bersifat menular ke manusia), sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan. “kami semua memahami aturan-aturan tersebut, tapi kami berharap tidak ada regulasi-regulasi baru seperti ini (pengetatan jam operasional Pos Karantina). Saya pribadi juga mengerti seluk-beluk karantina. Karena perusahaan saya (Indopisces Exotica) dapat penghargaan, SCKIB (Sertipikat Cara Karantina Ikan yang Baik). Kami mau temu dengan kepala Pos, tapi sepertinya mereka tetap akan menerapkan peraturan barunya.”

 

Peraturan sebelumnya yakni penggunaan styrofoam box/gabur cargo standard penerbangan Garuda. Peraturan tersebut juga cenderung mempersulit kegiatan ekspor ikan hias. Karena Garuda Indonesia mengharuskan penggunaan styrofoam dengan ukuran, ketebalan dan lain sebagainya versi Garuda. “Kami lebih mengerti semua prosedur ekspor, termasuk resiko (styrofoam box pecah). Saya pernah show off depan petugas, saya banting box saya. Saya perlihatkan kepada mereka, box dibanting dengan keras tapi tidak pecah.”

Box styrofoam standar Garuda AG-75 STD 32 ukurannya (PxLxT) adalah 75cm x 42cm x 32cm. Sehingga perhitungan untuk volumenya adalah = (75x42x32) / 6.000 = 17 (dibulatkan ke atas; 6.000 adalah konstanta). Sementara perhitungan bobot box pada waktu penimbangan di bawah 17kg, angka pengali untuk perhitungan freight digunakan 17. Tetapi jika bobot timbangan di atas 17 maka bobot yang digunakan sebagai pengali adalah bobot timbangan nya juga serupa tapi tak sama. Peraturan sebelum pengurusan pengiriman ikan via bandara sendiri, melewati Pos Karantina sebetulnya tidak ribet. Biaya juga tidak mahal. “Tapi peraturan tidak disosialisasikan, diinformasikan kepada kami sebagai stakeholder. Kalau alasan (pengetatan jam operasional Balai Karantina) untuk menghilangan biaya lembur pegawai, kami mengerti. Kami bisa mengeluarkan uang tambahan, tapi peraturan sering muncul tiba-tiba.”

 

Ketentuan karantina juga cenderung gebyah uyah, menyamakan ikan konsumsi dengan ikan hias. Katentuan tersebut yakni ikan konsumsi terkait dengan human safety (keselamatan manusia) dan ranah perlindungan konsumen. Tapi persoalannya berbeda kalau ikan hias yang memang bukan untuk dikonsumsi. Ikan hias untuk fun (kesenangan) pada keseharian si pemelihara. “Misalkan kita bersin-bersin (pilek), ikan hias kan tidak tertular. Karena ikan hiasnya ada di aquarium dengan media air tawar atau air laut. Tapi aturan karantina ibaratnya pukul rata, ikan hias tetap dianggap rentan dengan penularan penyakit.” (Liu / IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

2 thoughts on “Eksportir Ikan Hias Keberatan dengan Beberapa Peraturan Karantina

  1. Perselingkuhan+Intelek
    August 3, 2017 at 11:26 pm

    sudah seharusnya Karantina di Indonesia memperketat peraturannya karena pada kenyataan Ikan Hias yang di Impor dari Indonesia oleh Negara tujuan banyak sekali yang mati diperjalanan dan merugikan Pelanggan Negara lain dan ini juga demi nama Baik Indonesia dalam bidang perikanan hias

  2. Rudy
    August 28, 2018 at 3:07 pm

    Bagi bok bpk yg mengaku pelayan masrarakat san abdi negara. Coba anda semua buka mata dan cek and ricek bgm perbedaan besar ekspor ikan hias thailand dgn indo. Dan bgm besar tarif biaya pengiriman ikan antara thailand dan indo. Semua ini bisa menjelaskan bgm kita slalu tertinggal dlm segu apapun dr negara lain disebabkan aturan yg dibuat hanya utk kepentingan oknum terkait

Leave a Reply to Rudy Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *