AS-China Buat Gejolak, Mungkinkah Ada Happy Weekend?


Gelombang berita baik yang dari dalam maupun luar negeri masih menghampiri pasar keuangan Tanah Air hingga perdagangan kemarin. Sentimen positif membantu mengerek kinerja aset-aset keuangan domestik seperti saham dan obligasi pemerintah. Sementara dari sisi nilai tukar, rupiah yang sudah sangat perkasa harus mengalami depresiasi kemarin.

Pekan ini pasar keuangan global dibombardir dengan sederet kabar menggembirakan seputar kemajuan pengembangan vaksin corona, pelonggaran lockdown dan pembukaan kembali ekonomi (reopening) serta rencana pemberian stimulus lanjutan oleh pemerintah AS dan Uni Eropa.

 

Wajar saja jika hal tersebut membuat sentimen terhadap risiko (risk appetite) investor membaik dan mengerek kinerja saham-saham dalam negeri. Kemarin (28/5/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat 1,61%.

Nilai transaksi di bursa saham mencapai pada perdagangan Kamis kemarin mencapai Rp 12 triliun. Asing sudah mulai masuk ke pasar ekuitas RI dengan membukukan aksi beli bersih senilai Rp 436,91 miliar.

Saham-saham perbankan menjadi penggerak pasar hingga penutupan perdagangan kemarin. Melesatnya saham emiten perbankan tak terlepas dari kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang kembali memberikan stimulus lanjutan untuk memberikan ruang likuiditas dan permodalan perbankan sehingga stabilitas sektor keuangan tetap terjaga di tengah pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19.

Pasar yang merespons positif membuat saham-saham bank BUKU IV beterbangan. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memimpin dengan penguatan 6,65% disusul oleh dua bank pelat merah yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) & PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang masing-masing kapitalisasi pasarnya naik 3,8% dan 4,4%.

Beralih ke pasar surat utang negara (SUN), harga obigasi rupiah pemerintah RI untuk berbagai tenor cenderung flat. Hal ini tercermin dari imbal hasil (yield) obligasi yang tidak menunjukkan adanya pergerakan yang berarti dibanding posisi penutupan perdagangan sebelumnya. Hanya saja, obligasi rupiah pemerintah RI untuk tenor 10 tahun mengalami penurunan yield yang tipis yaitu sebesar 0,10 basis poin (bps).

Sentimen yang membaik memang membuat investor cenderung menggandrungi aset-aset berisiko seperti saham. Namun sayangnya banjir sentimen positif tersebut tak mampu mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Di pasar spot, rupiah melemah di hadapan dolar AS dengan depresiasi sebesar 0,03%.

Setidaknya berbagai kabar gembira masih membuat rupiah hanya sedikit terpeleset. Rupiah memang sudah terlanjur perkasa. Apalagi sejak menyentuh level terendahnya pada 23 Maret lalu. Kala itu rupiah dibanderol Rp 16.550/US$.

Seiring dengan berjalannya waktu dan kecemasan global mereda dan intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar, rupiah berbalik arah dan berada pada tren penguatan sejak awal April lalu.

Dalam sebulan terakhir mata uang Garuda telah menguat 4,2% dan jika ditarik lebih jauh sejak awal kuartal II-2020, rupiah sudah mengalami apresiasi sebesar 10% dan sukses melibas dolar greenback. Jadi wajar saja kalau ada investor yang mulai tergoda untuk ambil untung (profit taking) dengan penguatan yang fantastis ini.

Walau mengalami pelemahan cenderung flat, BI meyakini ruang untuk penguatan rupiah masih terbuka. Dalam pemaparan Kondisi Ekonomi Terkini kepada media melalui video konferensi kemarin, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa rupiah masih terbilang murah alias undervalued, meski sudah menguat signifikan dua bulan terakhir.

Beberapa indikator makro yang jadi patokan BI dalam memberikan outlook rupiah ke depan ada empat. Pertama adalah inflasi yang terjaga. BI yang melakukan survey pemantauan harga (SPH) memperkirakan inflasi bulan Mei ini akan rendah di angka 0,09% secara month to month dan 2,21% secara tahunan. Inflasi yang masih terjaga di kisaran 3% plus minus 1% membuat rupiah menguat.

Indikator kedua adalah defisit transaksi berjalan (CAD) yang membaik. BI mencatat CAD pada kuartal pertama tahun ini mencapai minus 1,4% dari PDB, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Selanjutnya Gubernur Perry menjelaskan faktor masih menariknya imbal hasil surat utang pemerintah RI masih terbilang menarik dengan imbal hasil (yield) di kisaran 7%. Hal ini membuat masuknya aliran modal asing dalam bentuk portofolio investasi ke SBN dan bisa menopang rupiah yang kecanduan ‘hot money‘.

BI mencatat pada minggu pertama bulan Mei terdapat inflow tipis sebesar Rp 2,97 triliun. Sementara untuk periode 18-20 Mei, ada inflow ke SBN yang nilainya mencapai Rp 6,15 triliun.

Beralih ke kiblat pasar saham global, dini hari tadi tiga indeks utama Wall Street harus ditutup terbenam di zona merah setelah menguat dalam dua hari perdagangan secara beruntun. Koreksi terjadi menyusul pernyataan Trump yang akan memberikan keterangan terkait sikapnya terhadap China pada Jumat waktu setempat.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 175 poin atau terpangkas 0,7% di menit-menit terakhir jelang penutupan perdagangan. Di saat yang sama S&P 500 turun 0,4% dan Nasdaq Composite turun 0,6%.

Di awal perdagangan indeks saham utama di bursa New York masih berada di zona hijau. Melesatnya harga saham-saham di bursa New York saat perdagangan berlangsung dipicu oleh optimisme bahwa derita dan nasib buruk perekonomian AS akibat pandemi Covid-19 telah berhasil dilalui.

 

Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan adanya 2,1 juta klaim pengangguran baru per 23 Mei, lebih buruk dari konsensus ekonom dalam polling Dow Jones yang memprediksi angkanya berada di 2,05 juta. Meski demikian, lajunya mengalami penurunan dibanding pekan sebelumnya sebanyak 2,44 juta klaim dan juga 4 juta klaim pada pekan pertama bulan Mei.

Bagaimanapun juga pasar saham memang tengah sumringah pekan ini menyusul kabar baik dari pembukaan ekonomi secara bertahap.

CEO Bank of America Brian Moynihan mengatakan kepada CNBC International dalam acara “Squawk Box” pada hari Kamis (28/5/2020) waktu setempat bahwa ekonomi AS telah keluar dari lubang. “Anda melihat kami keluar dari kedalaman di mana kami berada pada bulan April, dan itu berita bagus” ungkapnya.

“Stimulus terbesar bagi perekonomian adalah pembukaan kembali ekonomi secara aman.. Pada akhirnya, pembukaan kembali ini secara bertahap menunjukkan perbaikan meski tingkat permintaan yang sebenarnya masih belum jelas,” tulis Gregory Faranello, Kepala Trading AmeriVet Securities, dalam laporan riset, yang dikutip CNBC International.

Di sisi lain euforia terhadap pembukaan ekonomi secara gradual juga membuat pelaku pasar mengabaikan rilis data pertumbuhan PDB AS kuartal I-2020. Pada pembacaan kedua, ekonomi AS dilaporkan menyusut 5% pada kuartal I-2020.

Angka tersebut merupakan revisi turun dari pembacaan pertama yang menyebutkan bahwa ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar minus 4,8% (annualized) versi Departemen Perdagangan AS. Angka ini juga lebih rendah dari estimasi pasar yang memperkirakan ekonomi AS masih mengalami kontraksi di angka yang sama seperti pada pembacaan awal.

Tak bisa dipungkiri pandemi akibat virus corona menyebabkan kerusakan mendalam pada ekonomi Negeri Paman Sam. Merebaknya wabah di AS telah menyeret turun belanja konsumen, ekspor dan persediaan. Ini juga menandai kontraksi pertama sejak kuartal pertama 2014 dan terdalam sejak krisis keuangan global 2008 silam.

Namun euforia tak bisa terus-terusan terjadi, mengingat ketegangan antara Washington dengan Beijing terus tereskalasi di saat yang sama. Pengumuman Trump muncul setelah Kongres Rakyat Nasional China (NPC) menyetujui undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong.

RUU itu akan mem-bypass legislatif Hong Kong. Dengan berlakunya undang-undang tersebut maka kelangsungan prinsip “satu partai, dua sistem” Hong Kong menjadi dipertanyakan. Pasalnya dengan UU tersebut, China jadi memiliki kontrol yang lebih luas terhadap otonomi Hong Kong.

“Jika respons Hong Kong melibatkan sanksi luas terhadap individu atau entitas, itu akan menjadi masalah yang lebih besar dan bukan sesuatu yang S&P 500 [pasar saham AS] bisa dengan mudah abaikan,” kata Adam Crisafulli dari Vital Knowledge, dalam sebuah catatan, mengutip CNBC International.

“Valuasi saham secara umum terlalu tinggi sehingga tidak memberikan ruang untuk kesalahan, sementara investor tidak cukup memperhatikan peningkatan ketegangan AS-Cina,” tambahnya.

Untuk perdagangan di hari terakhir pekan ini, Jumat (29/5/2020), investor perlu mencermati sejumlah
sentimen penggerak pasar. Pertama, kinerja Wall Street yang kurang baik menjadi sinyal buruk untuk

bursa saham Asia yang akan buka pagi ini.

Lagi pula sinyal kemelorotan juga sudah mulai tampak di beberapa bursa saham Asia yang buka sejak

awal pekan ini. Di Asia, indeks saham yang sudah mengalami koreksi pada perdagangan kemarin
adalah Hang Seng dan Straits Times yang masing-masing ditutup dengan pemangkasan sebesar

0,72% dan 0,17%.

Eskalasi konflik AS-China kini menjadi faktor yang jadi sorotan. Pasar tak bisa terus-terusan diliputi

dengan euforia ketika risiko besar masih datang dari perseteruan antara dua raksasa ekonomi dunia.

 

Hubungan bilateral Negeri Paman Sam dengan Negeri Tirai Bambu semakin retak dan rumit apalagi

setelah NPC dikabarkan telah menyetujui proposal untuk memberlakukan undang-undang keamanan

nasional baru untuk Hong Kong.

CNBC International melaporkan, Standing Comitte yang merupakan sebuah badan pembuat keputusan

di bawah NPC sekarang tengah menindaklanjuti untuk mendetailkan  undang-undang tersebut dan
kemudian mengimplementasikannya di Hong Kong. Proses ini akan melewati badan legislatif Hong

Kong dan bisa memakan waktu beberapa bulan untuk menyelesaikannya.

Dengan lolosnya proposal tersebut, Trump akan menyampaikan sikapnya pada hari ini waktu AS.

Sebelumnya DPR AS pada hari Rabu (27/5/2020) meloloskan RUU yang menyerukan sanksi terhadap
para pejabat Tiongkok atas tindakan penahanan dan penyiksaan komunitas Muslim Uighur di wilayah

barat Xinjiang di negara tersebut.

Retaknya hubungan AS-China di tengah merebaknya pandemi corona membuat kesepakatan dagang

interim keduanya yang diteken pertengahan Januari lalu jadi terancam. Bahkan konflik keduanya dinilai

dapat berkembang menjadi perang permodalan, teknologi hingga konfrontasi militer.

Retaknya hubungan AS-China menjadi faktor yang perlu dicermati betul perkembangannya oleh

investor. Kala dua raksasa ekonomi dunia bertarung, maka dampaknya akan dirasakan oleh banyak
negara di dunia ini. Prospek ekonomi global menjadi semakin suram dan pasar keuangan kembali bisa

terguncang. Ya, risiko memang masih ada.

Di tengah berkembangnya kekhawatiran yang melanda pasar keuangan akibat konflik antara AS

dengan China, terselip kabar baik yang berpotensi dapat meredam gejolak  yang mungkin terjadi. Eropa
& AS dikabarkan masih terus berupaya untuk menyelamatkan ekonomi dari serangan pandemi Covid-

19 dan menyiapkan era baru (new normal) dengan stimulus tambahan.

Pada Rabu kemarin Komisi Eropa mengumumkan rencana penggelontoran stimulus untuk pemulihan

ekonomi senilai EUR 750 miliar (US$ 826,5 miliar) mengingat zona Euro saat ini tengah menghadapi
krisis ekonomi terburuk sejak 1930-an. Kabar ini masih akan jadi sentimen positif di tengah tingginya

tensi geopolitik AS-China.

Selain itu kabar pengembangan vaksin juga masih akan jadi sorotan. Jika sebelumnya kabar

pengembangan vaksin selalu datang dari luar negeri, kini kabar gembira itu datang dari dalam negeri.

Produsen farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) resmi bekerja sama dengan perusahaan obat asal

Korea Selatan, Genexine, Inc. untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Vaksin yang diberi nama GX-19

ini akan diujicobakan kepada manusia di Indonesia mulai bulan Juni 2020.

Direktur Kalbe Farma Sie Djohan mengatakan kerja sama ini dilakukan perusahaan untuk membantu

pemerintah untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia.

“Kalbe berharap melalui upaya penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19 ini secara cepat bisa

mendapatkan hasil, sehingga kebutuhan vaksin di Indonesia dapat terjamin ketersediaannya,” kata Sie

Djohan dalam siaran persnya, Kamis (28/5/2020).

Percobaan awal GX-19 dilakukan pada primata dan terbukti dapat menghasilkan antibodi yang dapat

menetralisir virus corona. Untuk tahap selanjutnya membutuhkan uji coba kepada manusia.

Sentimen memang campur aduk. Meskipun begitu, kini semua mata kembali tertuju pada poros

Washington-Beijing yang terus berseteru. IHSG yang sudah naik sejak awal pekan dan rupiah yang

juga masih di level perkasanya, menjadi rawan terkoreksi.

Rangkuman Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

1. Perkembangan terbaru kandidat vaksin corona dari PT Kalbe Farma

2. Kelanjutan rencana paket stimulus ekonomi baru Uni Eropa & AS

4. Eskalasi konflik AS-China di tengah pandemi corona terutama terkait Hong Kong

Simak Data dan Agenda Berikut

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data produksi industri bulan April Korea Selatan (06.00 WIB)
  • Data penjualan ritel bulan April Korea Selatan (06.00 WIB)
  • Data uang beredar bulan April Indonesia (10.00 WIB)
  • Data ekspor-impor bulan April Singapura (12.00 WIB)
  • Data penjualan ritel bulan April Jerman (13.00 WIB)
  • Data impor bulan April Jerman (13.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator Tingkat
Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY) 2,97%
Inflasi (April 2020 YoY) 2,67%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020) 4,5%
Defisit anggaran (APBN 2020) -5,07% PDB
Transaksi berjalan (1Q20) -1,4% PDB
Cadangan devisa (April 2020) US$ 127,88 miliar

( Dtk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *