Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus melihat, ada kepentingan politis yang melandasi kebijakan Presiden Joko Widodo terkait penghematan anggaran.
Presiden membebaskan MPR dan DPR dari pemotongan anggaran. Nasib kedua lembaga itu berbeda dengan sejumlah lembaga lain yang anggarannya dipangkas.
“Keputusan presiden yang nampak pilih Kasih ini tak hanya karena ingin menghindari kegaduhan, tetapi bisa saja diikuti dengan transaksi kepentingan. Dengan dibebaskannya DPR dari beban penghematan anggaran, mereka diharapkan bisa selalu mendukung kebijakan pemerintah selanjutnya,” kata Lucius dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/9/2016).
Menurut Lucius, tidak seharusnya DPR dan MPR terbebas dari kebijakan pengetatan anggaran.
Sebagai lembaga yang menjadi representasi rakyat, DPR dan MPR seharusnya menjadi lembaga terdepan ketika pemangkasan anggaran terjadi.
Kebijakan pemangkasan tersebut diambil Presiden sebagai langkah untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat.
Ironisnya, kata Lucius, sejumlah kementerian/lembaga yang justru bersinggungan langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, anggarannya dipotong.
“Kementerian pertanian, kesehatan, dan pendidikan misalnya mestinya paling berkaitan langsung dengan kebutuhan rakyat, tetapi untuk tujuan yang lebih penting rela dikurangi anggarannya,” kata dia.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penghematan Anggaran Kementerian dan Lembaga per tanggal 26 Agustus 2016 tersebut
Ada 83 kementerian/lembaga yang diminta menghemat anggaran. Total dari penggematan anggaran itu mencapai 64 Triliun. Namun, DPR, DPD dan DPRD tidak diminta melakukan penghematan.( Kps / IM )