Ingin Punya Rumah Sendiri, Ingin Hidup 100 Tahun
Pada upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan ke-65 di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (17/8), istri kelima Presiden Soekarno, Ratna Sari Dewi Soekarno, memenuhi undangan. Kedatangannya kali ini berkaitan dengan wasiat sang suami.
GARIS-garis paras ayu masih terpancar di wajah Dewi Soekarno. Padahal, istri Soekarno itu tak muda lagi. Usianya kini 70 tahun.
Ditemui di kediaman hairstylist kondang Peter F. Saerang di Menteng, Jakarta Pusat, kemarin sore (18/8), Dewi mengenakan gaun terusan selutut paduan biru-hitam. Rambutnya digulung ke belakang dengan beberapa bagian dicat pirang.
Ibu seorang anak itu juga memakai anting-anting mutiara di dua telinganya. Bros berbentuk sehelai daun di dada kanan membuatnya terlihat tambah anggun. ”Saya hanya sebentar di Indonesia. Cuma 2,5 hari,” kata wanita asal Jepang itu dengan bahasa Indonesia yang lancar mengawali pembicaraan dengan Jawa Pos.
Kehadiran wanita bernama asli Naoko Nemoto itu kali ini memang tak lama. Dia hanya memenuhi undangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menghadiri upacara peringatan ke-65 Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, 17 Agustus lalu. Sisa waktu dia gunakan untuk bertemu teman-teman terdekatnya.
”Saya nanti malam (tadi malam, Red) sudah harus balik ke Japan karena paginya saya sudah ada appointment,” ujarnya.
Kendati sudah sepuh, Dewi memang tak mau lekas pensiun dari aktivitas. Bahkan, dia ingin terus bekerja mengisi hidup. Saat ini, dia bekerja untuk sejumlah stasiun televisi di Tokyo, Jepang. Yakni, Channel 4, Channel 6, Channel 8, Channel 10, dan Channel 12.
Sejumlah program acara dia asuh. Di antaranya, rubrik traveling, kuis, acara memasak, hingga talk show. Perannya pun beragam. Mulai pembicara panel, narasumber, serta host. Dewi juga terus mengembangkan bisnis kosmetik serta desain permata di bawah merek Byzante.
”Saya juga biasanya di permata exhibition,” ujar wanita yang pernah menggegerkan Indonesia dengan pose setengah bugil dalam buku foto berjudul Madame Syuga yang diterbitkan di Jepang pada 1998 itu.
Pada kehadirannya di Indonesia kali ini, Dewi secara khusus juga menyempatkan untuk melayangkan surat pribadi kepada Presiden SBY. Surat itu sudah dia serahkan melalui kantor Sekretariat Negara (Setneg). Dalam surat tersebut, Dewi bermaksud meminta kembali rumah kenangan dirinya bersama sang suami, yakni Wisma Yaso. Tapi, tidak semua. Dia hanya menginginkan seperempat bagian rumah itu.
Wisma Yaso adalah kediaman Soekarno. Rumah itu juga menjadi tempat pengasingan bagi Soekarno ketika sakit. Di bangunan yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto itu, kenangan kisah kasih antara Soekarno dan Dewi tertulis. Sejoli beda bangsa tersebut memang pernah menempatinya sebelum akhirnya Dewi pulang ke negaranya ketika kondisi politik pemerintahan Soekarno labil pasca Gerakan 30 September (G 30 S) PKI.
Ketika Soekarno meninggal pada Juni 1970, rumah tersebut sejatinya sudah diwariskan kepada Dewi. Namun, pada era Presiden Soeharto, negara memintanya kembali karena akan dibangun menjadi museum. Museum yang dibangun di kompleks Wisma Yaso itu kemudian dikenal sebagai Museum TNI Satria Mandala.
Namun, belakangan Dewi melihat Wisma Yaso tak lagi digunakan untuk kepentingan negara. Ada penyimpangan dalam pengelolaannya. Sejumlah lokasi digunakan untuk kepentingan pribadi. Dewi pun tak terima. ”Saya minta Wisma Yaso dikembalikan kepada saya. Sebab, (dulu) saya serahkan Wisma Yaso dipakai untuk kepentingan negara dan rakyat,” ungkap wanita ayu itu.
Dengan mengambil seperempat luas tanah kompleks Wisma Yaso, Dewi ingin mendirikan rumah pribadi untuk ditinggali. Di rumah tersebut, wanita yang bercita-cita menjadi pelukis, kritikus sastra, dan pengarang tersebut ingin menghabiskan masa pensiunnya kelak. ”Wisma Yaso, bagi saya, sangat istimewa karena saya dan bapak (Soekarno) tinggal. Jadi, bagi saya, ada banyak peringatan (maksudnya kenangan, Red) di situ,” tambahnya.
Selain itu, Dewi sejatinya ingin memiliki rumah pribadi di Indonesia. Selama ini, dia tidak pernah memiliki rumah pribadi di negara keduanya ini. Kalau sedang berkunjung ke tanah air, dia biasanya nebeng di rumah sahabat kentalnya, Peter Saerang.
”Kalau punya rumah sendiri, saya bisa stay di sana ketika saya di Indonesia,” imbuh wanita penggemar sayur lodeh, sambal petai, dan ikan asin itu.
Dia juga masih menyimpan obsesi lain. Saat ini, dia ingin menginventarisasi lukisan-lukisan koleksi Soekarno yang tersebar di berbagai tempat. Pada kurun 1963-1964, bersama mendiang maestro lukis Indonesia Lee Man Fong, dia sempat membuat buku-buku koleksi lukisan Soekarno. Ada lima buku yang diterbitkan. Masing-masing buku berisi tulisan seratus koleksi benda seni. Mulai porselen, pot, piring, hingga lukisan.
Setelah sekian tahun ditinggalkan Dewi, kini banyak benda seni koleksi Soekarno itu yang tak jelas lagi keberadaannya. Dia bolak-balik menengok ke Istana Bogor, Istana Merdeka, dan Istana Negara. Namun, banyak yang ”raib”. Padahal, nilai sejarah benda-benda itu tak tergantikan. Apalagi, sebelum meninggal, Soekarno berwasiat agar Dewi menjaga semua lukisan dan benda-benda seni tersebut. ”Ke mana lagi semua barang itu sekarang?” ujarnya dengan raut muka sedih.
Dewi mengakui, sejatinya saat ini dirinya sudah harus pensiun dari pekerjaan. Dengan usia yang sudah mencapai 70 tahun, semestinya dirinya banyak beraktivitas bersama keluarga. Apalagi, putri semata wayangnya, Kartika Sari Dewi Soekarno, sudah memberinya seorang cucu yang kini berusia 4 tahun. Setelah menikah dengan pria Belanda, Kartika kini tinggal di London, Inggris.
Kendati sang ibu tinggal beribu-ribu kilometer di Tokyo, Jepang, ibu-anak itu sering menyempatkan waktu untuk bertemu. Beberapa bulan lalu, mereka berlibur bersama ke Swiss selama seminggu. ”Saya sempat main ski. Sangat menyenangkan,” ungkapnya lantas tertawa.
Namun, tampaknya, Dewi masih belum ingin berhenti beraktivitas. Dia masih ingin terus bekerja. Dia mengaku begitu menikmati aktivitasnya. Pekerjaan, bagi dia, bukanlah beban, tapi kesenangan. Karena itu, dia ingin hidup dan terus bekerja.
”Saya ingin hidup hingga 105 tahun. Emm, tapi kalau sampai 100 tahun, tidak apa-apa. Saya cukup puas,” katanya lantas tersenyum.