Situasi sosial politik dalam negeri memanas. Terutama bertepatan dengan hari manifesto Kemerdekaan Papua yang jatuh 1 Desember 2015 dan jelang hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Ketimpangan kehidupan sosial masyarakat antara Papua dengan daerah lain dikedepankan. Bukan hanya sekadar mengingatkan pemerintah akan persoalan ini, tapi ada yang menjadikan persoalan ini sebagai pintu gerbang untuk menggelar referendum menentukan nasib Papua, apakah tetap bersama Indonesia atau memilih memerdekakan diri.
Panasnya suasana jelang HUT OPM dan peringatan hari manifesto kemerdekaan Papua tidak hanya terasa di bumi cenderawasih, tapi juga merambat hingga ke Jakarta
Seorang anggota TNI, Mayor Inf Jhon de Fretes ditemukan tewas di Kampung Namuni, Mamberamo Raya, Papua. Perwira penghubung ini tewas setelah diserang kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka atau OPM pada Senin (30/11).
Kapuspen TNI Mayjen Tatang Sulaiman membenarkan peristiwa tersebut. Dia menceritakan, peristiwa bermula saat Mayor Inf Jhon de Fretes dan dua rekannya melakukan pemantauan ke wilayah Mamberamo terkait pengamanan jelang pelaksanaan Pilkada. Pemantauan ini rencananya dilakukan bersama Kapolres setempat.
“Sampai di Kampung Namuni, rombongan Kapolres belum datang. Mayor Inf Jhon de Fretes langsung dihadang OPM,” ujar Mayjen Tatang saat dihubungi merdeka.com, Selasa (1/12).
Sempat terjadi baku tembak sebelum akhirnya Mayor Inf Jhon de Fretes tewas diterjang timah panas di bagian perutnya. “Anggota kami kalah karena mereka (OPM) jumlahnya puluhan. Mungkin sekitar 20 orang. Kalah juga karena kan mereka baru mendarat dari naik boat, posisi belum bagus sehingga mudah diserang,” jelas Tatang saat dihubungi merdeka.com, Selasa (1/12).
Mayor Inf Jhon de Fretes ditembak di bagian perut dan langsung meninggal. Sementara dua anak buahnya yakni Arfan dan Simon berhasil melarikan diri. Mereka melarikan diri ke kampung terdekat. Hanya saja, salah satunya mengalami luka ringan di tangan kanan. “Mereka melarikan diri dengan cara berenang mengikuti aliran sungai ke kampung terdekat,” ucapnya.
Badan Pengurus Pusat (BPP) Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyerukan kepada seluruh rakyat Papua Barat (West Papua) untuk memperingati Manifesto Kemerdekaan Papua yang jatuh hari ini 1 Desember. Rakyat Papua Barat juga diimbau untuk meliburkan diri pada hari bersejarah bagi mereka.
Imbauan itu tertuang dalam surat yang disampaikan BPP KNPB pada 26 November 2015 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Victor F. Yeimo dan Ketua Penanggung Jawab Parlemen Nasional West Papua (Nieuw Guinea Raad), Buchtar Tabuni.
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyerukan kepada seluruh rakyat West Papua, yang ada di atas teritori West Papua bahwa:
1. Rakyat West Papua wajib memperingati hari Manifesto Kemerdekaan Papua dengan meliburkan diri dari segala aktivitas kesibukannya.
2. Setiap orang Papua, baik secara keluarga, suku, agama, yang berada di asrama-asrama, organisasi paguyuban, maupun yang di berbagai kelompok, wajib membaca, mempelajari, mendiskusikan dan memperingati isi dari pada Manifesto Kemerdekaan Papua, 1 Desember 1961.
3. Rakyat West Papua segera mengambil sikap untuk menentukan nasib sendiri melalui persatuan perjuangan, karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan merupakan hak fundamental yang dijamin hukum nasional Indonesia maupun internasional.
4. Tidak melakukan pengibaran Bendera Pusaka, Bintang Fajar, pada 1 Desember 2015.
– Ratusan massa mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) terlibat bentrok dengan polisi di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (1/12). Gas air mata ditembakkan untuk membubarkan mahasiswa yang terus menerus meneriakkan tuntutan kemerdekaan Papua.
Bentrokan pecah saat polisi sedang bernegosiasi dengan mahasiswa terkait lokasi penyampaian aksi unjuk rasa. Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Nandang Jumantara menjelaskan, bentrokan antara polisi dan mahasiswa dipicu aksi massa yang ingin melakukan orasi di tengah Bunderan Hotel Indonesia. Aksi ini langsung dihadang pihak kepolisian. Aksi saling dorong membuat situasi memanas. Bentrokan pun tak terhindarkan.
“Mereka mau di tengah-tengah air mancur bunderan. Tapi kita (kepolisian) menghalang, mereka dorong-dorong ditambah lempar batu. Kita akhirnya tembakan gas air mata,” ujarnya.
Akibat kericuhan ini, dua korban terluka. Dua korban tersebut masing-masing berasal dari mahasiswa dan anggota kepolisian. “Mahasiswa ada satu, anggota polisi ada satu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes M Iqbal di Polda Metro Jaya.
Dia mengatakan, anggota polisi yang terluka bernama Aiptu Purwanto, ia mengalami luka di bagian mata. Purwanto diketahui petugas Sabhara Jakarta Pusat.
Kemudian ia juga memaparkan, salah satu korban dari mahasiswa bernama Michel (22). Ia diketahui bertempat tinggal di Bogor. “Michel diketahui mengalami luka di bagian kepala,” tuturnya.
– Dua puluh dua mahasiswa dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (SKKIP) Surya, Tangerang ditangkap Petugas Patroli Jaya Raya (PJR) Ditlantas Polda Metro Jaya. Merek ditangkap lantaran mengeroyok dua anggota polisi di Kelapa Dua.
Akibat pengeroyokan Kanit Intel Kelapa Dua, Tangerang, Iptu Habib dan anggota Intel Brigadir Wiwit mengalami luka-luka. Saat ini keduanya sedang dirawat di Rumah Sakit Bethsaida Gading Serpong.
Dua orang mahasiswa STKIP Surya, Tangerang ditetapkan menjadi tersangka oleh Kepolisian Daerah Metro. Mereka menjadi tersangka karena melakukan pengeroyokan terhadap polisi.
“Sejauh ini sudah dua yang kami tetapkan sebagai tersangka,” ujar Kasubdit Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya AKBP Eko Hadi Santoso di Polda Metro Jaya.
Dia juga menjelaskan kedua orang itu terbukti melakukan pengeroyokan setelah adanya dua alat bukti. “Dua alat bukti yang dimaksud berdasarkan hasil visum korban dan laporan korban,” tuturnya.
Atas tindakan itu mereka dijerat dengan Pasal 170 tentang pengeroyokan dengan ancaman pidana minimal lima tahun.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menjelaskan mahasiswa Papua yang berunjuk rasa di Bundaran HI dibubarkan karena membawa atribut berlambang bintang kejora. Selain itu, mahasiswa Papua tak mempunyai izin demo.
“Bintang kejora juga enggak boleh, unjuk rasa tanpa pemberitahuan enggak boleh. Iya kalau polisi yang membubarkan. Kalau oleh kelompok masyarakat lain, akan risiko (bentrok),” ucapnya usai menghadiri peluncuran buku karya Komisioner Kompolnas, Edi Saputra Hasibuan yang berjudul ‘Dari Balik TKP’, Jakarta, Selasa (1/12).
Karo Ops Polda Metro Jaya Kombes Martuani Sormin membenarkan ada beberapa barang bawaan mahasiswa yang disita. Semisal atribut terkait gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka.
“Mereka ada yang membawa satu bilah senjata tajam, atribut bintang kejora seperti di syal, tas, kaus,” ujar Karo Ops Polda Metro Jaya Kombes Martuani Sormin saat dihubungi wartawan.
Terkait bendera bintang kejora yang dibawa massa mahasiswa, Juru bicara Aliansi Mahasiswa Papua, Abby Down buru-buru membantah bahwa mereka bermaksud mengibarkan bendera tersebut. Aksi kali ini hanya untuk mengingatkan pemerintah terkait segudang persoalan yang ada di Papua. “Kami tidak bertujuan mengibarkan bendera,” ucapnya.
Dua wartawan asing mengaku menjadi korban kekerasan polisi saat meliput aksi unjuk rasa yang dilakukan Aliasi Mahasiswa Papua (AMP) di Bunderan Hotel Indonesia, Selasa,(1/12). Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Suwarjono menyebutkan, dua wartawan asing tersebut antara lain Archicco Guilliano dari ABC Australia dan Stephanie Vaessen dari Al Jazeera.
“Terdapat dua jurnalis asing yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh polisi,” ujar Suwarjono ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa(1/12).
Archicco menceritakan, kekerasan yang dialaminya berawal ketika dia hendak mengabadikan peristiwa bentrok antara polisi dan massa mahasiswa Papua. “Beberapa polisi tiba-tiba mendatangi saya, dan meminta saya untuk menghapus rekaman di kamera,” kata Chicco.
Namun dia menolak permintaan tersebut. Polisi marah dan akhirnya memukul dia. Peristiwa yang terjadi pada Chicco diabadikan koleganya sesama jurnalis, Stephanie, melalui kamera dari telepon selular.
“Sejumlah lima orang polisi mendatangi saya, dan secara agresif meminta saya untuk menghapus rekaman. kemudian HP saya diambil dan dibawa pergi sambil menghapus video miliknya,” kata Stephanie.( Mdk / IM )
Pemerintah Indonesia dibawah Pimpinan atau Di pimpin siapapuna tidak pernah tuntas mengenai Papua inihingga selalu Memanas setiap saat setiap kali, tidak pernah akan pudar selama warga Papua masih belum disejahterakan oleh Pemerintah Pusat, karena mereka tidak pernah merasakan kekayaan tanah lahir mereka sendiri, sama hal nya dengan Aceh dan Timor Timur dulu