Industri galangan kapal nilai kunjungan MKP ke LN kurang pas
dilaporkan: Setiawan Liu
Industri galangan kapal dalam negeri Indonesia semakin efisien, termasuk infrastruktur, fasilitas yang lengkap serta teknologi sehingga Pemerintah juga tidak perlu lagi membeli dari luar negeri. Perusahaan swasta Indonesia juga bereputasi membangun dan menyediakan jasa rekayasa untuk berbagai jenis kapal laut termasuk militer (TNI AL). “Semua jenis (kapal) bisa diproduksi (swasta Indonesia), termasuk kapal pesiar, kapal perang juga. Industri galangan kapal kita sudah kelas internasional,” pendiri PT Pelayaran Nasional Bahtera Bestari Shipping/BBS di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Hengky Suryawan mengatakan kepada Redaksi.
Ia mengaku heran dengan kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono ke beberapa perusahaan galangan kapal di luar negeri (LN), yakni Denmark dan Spanyol. MKP Trenggono menjajaki potensi pemanfaatan inovasi kapal listrik OMT (Odense Maritime Technology A/S Denmark) untuk perikanan tangkap untuk mendukung prinsip ekonomi biru. Selain itu, MKP juga mendatangi markas perusahaan galangan kapal Freire Shipyard di Vigo, Spanyol (29/10). “Kurang pas (upaya MKP Trenggono). Sebagaimana Presiden Jokowi (Presiden RI Joko Widodo) kan sudah perintah agar pengadaan (kapal) dari dalam negeri. Lalu, apa motivasi kunjungan ke Denmark dan Spanyol?. Kapal pengawasan (PSDKP KKP) juga lebih mudah (dibuat) lebih mudah daripada kapal militer. (MKP Trenggono) seharusnya support industri (galangan kapal) dalam negeri dan bukan sebaliknya,” tegas Hengky Suryawan.
Dalam siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dijelaskan bahwa MKP Trenggono menantang manajemen Freire untuk membuat kapal pengawas perikanan bagi Indonesia dengan panjang minimal 60 meter berstandar Offshore Patrol Vessel (OPV). Kemungkinan Freire membuat kapal pengawas perikanan yang juga dilengkapi teknologi pengawasan terkini serta persenjataan mutakhir dipertanyakan MKP Trenggono. “Jika memungkinkan delivery-nya cepat untuk bisa dipergunakan sebelum 2024,” tantang MKP Trenggono kepada manajemen Freire. Selain, kebutuhan Indonesia juga tidak hanya kapal pengawas yang mumpuni, tetapi kapal riset oseanografi yang mampu mendukung kegiatan marine survey juga dibutuhkan oleh KKP. MKP Trenggono pun mengharapkan Freire bisa memberikan penawaran yang menarik ke Indonesia dalam pengadaan kapal, seperti pembiayaan dengan fasilitas kredit ekspor didukung bunga rendah dan tenor panjang. “Saya tetap yakin dengan kemampuan swasta nasional Indonesia, plus PT PAL Indonesia (Persero) sebagai BUMN. BBS lebih banyak tangani (pembuatan) kapal milik swasta, seperti pengusaha batubara di Kalimantan yang order pembuatan cruise. Mungkin dalam waktu dekat, cruise diluncurkan. Kami juga bikin kapal untuk Kemenhub (kementerian perhubungan), (pembuatan) kapal perintis, kapal khusus angkut (ternak) kerbau tahun 2016 yang lalu, keseluruhan pembuatan kapal (order Kemenhub) sampai lima unit. Portfolio kami tidak kalah dibanding industri luar negeri,” kata Hengky Suryawan melalui sambungan telpon.
Selama 30 tahun membangun BBS, lokasi galangan kapalnya juga semakin ekspansif. Untuk lokasi galangan yang di Batam (Kepri), kondisi sekarang dengan kedalaman air mencapai 25 meter. Lokasi existing berada di sebelah timur pulau. Dulunya, lokasi galangan di sebelah barat pulau dengan kondisi air yang dangkal. Secara teknis, lokasi yang dalam lebih baik terutama untuk pembuatan kapal besar, vessel dengan bobot 30.000 GT atau lebih. “Pak Haji (pengusaha batubara di Kalimantan) pesan vessel 30.000 GT. Kami hitung-hitung dengan cermat, (cost) pembuatan bisa lebih mahal dibanding (galangan kapal) luar negeri. Sehingga ada pertimbangan dulu, sampai bisa yakin,” kata Hengky Suryawan. (sl/IM)