Feasibility Studies Dibutuhkan Untuk Rencana Pembangunan Port of Batam
dilaporkan: Setiawan Liu
Batam, 17 Oktober 2021/Indonesia Media – Data diperlukan untuk feasibility study (FS) pembangunan Port of Batam, misalkan aspek biaya, payback period, potensi devisa, cipta kerja, multiplier effect, trickle down effect, dalam persaingan pelabuhan internasional. “Mereka (operator pelabuhan di luar negeri) sudah berhasil menyerap triliunan rupiah. Kita sebetulnya juga bisa berperan dengan mendapatkan devisa bagi negara dan juga multiplier effect. Sementara kondisi sekarang (kegiatan Pelabuhan Batam) masih kosong melompong komparatif dengan potensi Selat Singapura yang sangat besar. Selayaknya kita harus punya skema besar dalam strategis nasional dengan membangun pelabuhan besar yang compatible,” ucap Senator asal Kepri Richard Pasaribu kepada Redaksi.
Pemerintah Pusat seharusnya bisa hitung-hitungan potensi devisa dari FS Pelabuhan Batam yang besar. Jika Singapura keberatan, hal itu wajar saja. Tetapi pemerintah Singapura juga tidak punya hak intervensi dari setiap strategi nasional pembangunan di Indonesia. Sama halnya dengan yang sudah dilakukan Pemerintah Malaysia, yakni nyatanya sudah membangun Pelabuhan Tanjung Pelepas di Johor. Selama 20 tahun beroperasi, Malaysia berhasil mengambil pangsa pasar industri pelabuhan sampai sekitar 20 persen. Bila Pelabuhan Tanjung Pelepas bisa berhasil melakukan hal tersebut, maka bisa diproyeksikan Pelabuhan Batam juga bisa. Hal ini tentunya dengan azas free competition dan FS yang sudah matang terlebih dahulu. Tidak ada rahasia atau kemustahilan dalam FS, karena ini ranah ilmu ekonomi yang terbuka. “FS memang harus rinci dan teliti dengan analisa SWOT (Strengths and Weakness, Opportunities and Threats) yang matang. Misalnya perihal Weakness dalam port management yang canggih, atau kita belum siap betul, bisa lah kita kolaborasi dengan salah satu pelabuhan yang besar di dunia. Atau, misalnya Singapura akan reaktif, kita harus berani dan siap tarung,” kata Richard Pasaribu.
Singapura sudah merealisasikan pelabuhannya, yakni PSA (Port of Singapore Authority) dengan berbagai fasilitas dan kecanggihan teknologi. Fasilitas PSA menangani 30,59 juta TEUs. Angka ini 15 kali lebih besar dari jumlah arus peti kemas yang ditangani Pelabuhan Tanjung Priok di tahun yang sama, yakni 1.91 TEUs. “Kita harus bisa bangun pelabuhan besar! Takut rugi? Tidak ada duit? Khawatir gagal? Ini soal marwah dan kedaulatan NKRI, dan dalam mempersiapkan masa depan agar Indonesia bisa menjadi poros maritim regional maupun dunia, sesuai dengan cita-cita Bapak Bangsa kita dan Presiden Jokowi saat Konferensi Asia Timur di Myanmar di tahun 2014. Kita juga punya hitung-hitungan, kedaulatan penuh untuk kelola negara termasuk Pulau Batam yang setara potensi strategisnya dengan Pulau Singapura. Mengapa ditelantarkan?,” kata Richard Pasaribu
Kapasitas besar pelabuhan peti kemas di Batam harus ditingkatkan secara signifikan. Selama ini Batam tertidur dalam memberdayakan letak geografisnya yang sangat strategis yang sebetulnya setara dengan Singapura. PSA yang bertaraf internasional dengan kapasitas 47 juta TEUs, memberikan sumbangsih pertumbuhan ekonomi negaranya dengan pesat. Misalkan dengan biaya pembangunan sebesar Rp 30 triliun, dan dengan pemasukan dari kegiatan loading/unloading dan lain-lainnya. “(Nilainya) triliun-triliun, kita akan mendapat devisa. Nyatanya, potensi devisa selama ini diserap oleh Malaysia dan Singapura. Malaysia sudah kejar ketertinggalan dengan membangun pelabuhan Tanjung Pelepas di Johor, dan mulai beroperasi sejak tahun 2000 yang lalu,” kata Richard Pasaribu. (sl/IM)