Tokoh, Pengusaha Tionghoa Berperan Pencabutan SE Presidium Kabinet Ampera


Beberapa tokoh, pengusaha Tionghoa berperan besar mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut Surat Edaran (SE) Presidium Kabinet Ampera. SE yang terbit pada tanggal 28 Juni 1967 tentang Masalah Cina yang mengganti “Kata Tionghoa/Tiongkok” menjadi Cina.Mereka, antara lain Poo Murdaya Widyawimarta (pemimpin Berca Group), Sugeng Prananta (tokoh Hakka), David Herman Jaya (Ketua Umum PSMTI) yang dulunya terus mendesak Presiden SBY. “Sebelumnya saya sudah ajukan ke Setneg (Sekretariat Negara), tetapi Menterinya (Sudi Silalahi) bekap terus,” Eddy Sadeli mengatakan kepada Harian Nusantara beberapa waktu yang lalu. SE tersebut dianggap menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam hubungan social warga bangsa Indonesia dari keturunan Tionghoa. Atas dasar itulah, Presiden SBY menerbitkan Keppres yang ditanda-tangani pada 14 Maret 2014. SBY menilai pandangan, perlakuan diskriminatif terhadap seorang kelompok komunitas dan/atas ras tertentu pada dasarnya melanggar nilai prinsip perlindungan hak asasi manusia. “Saya sudah lebih dulu ajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi), dan sempat temu pak Mahfud MD (Ketua MK periode 2008-2011), tapi tidak bisa. Di Indonesia juga belum ada lembaga Constitutional Complaint. Akhirnya saya ajukan ke Sekneg. Pak Sudi, karena dia latar-belakangnya tentara (militer), dia sempat bekap terus.”
 
Eddy bersama tokoh-tokoh Tionghoa juga sempat dipanggil pakar hukum tata Negara dari The Habibie Center, Jimly Asshiddiqie. Petisi sempat juga dikirim kepada mantan Presiden Alm. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Petisi disimpan oleh staf dan tidak diteruskan kepada Presiden Gus Dur. Perjuangan masih belum selesai, Petisi dikirim kembali, tetapi kepada presiden ke V Republik Indonesia , Megawati Soekarno Putri. Masa Pemerintahan Presiden SBY sebetulnya yang paling sulit. Karena Mensesneg Sudi Silalahi berlatar-belakang militer. SE diterbitkan oleh Presidium Kabinet yang pada saat itu diisi oleh beberapa petinggi militer (ABRI/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ). “Konon, orang-orang sekeliling pemimpin yang jahat. Kondisinya sama seperti orang-orang di sekeliling Presiden SBY yang terus halangi pencabutan SE tersebut. Dia sempat lempar sana-sini.”
Sementara itu, tokoh Tionghoa Yosep Adi Prasetyo melihat keberpalingan orang Tionghoa pada empat profesi yaitu peneliti, guru, pengacara, wartawan bisa menghilangkan stigma ”economic animal” (binatang ekonomi) di Indonesia. Stigma negatif dan sangat menghina komunitas Tionghoa di Indonesia tersebut sempat dihembuskan semasa pemerintahan mantan presiden Alm. Soeharto. “Seharusnya peran orang Tionghoa bisa semakin banyak pada profesi yang dulunya dinilai terkemuka. Profesi peneliti, guru, pengacara wartawan sempat dihabisi untuk hak orang Tionghoa. Memang ada beberapa (generasi muda Tionghoa) yang masuk LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ), tapi sangat sedikit pada masa pemerintahan Orde Baru,” Yosep mengatakan kepada Harian Nusantara.
Spontanitas masyarakat yang masih menyebut istilah ‘Cina’ berbeda dengan pertanggung-jawaban Negara. Artinya, ketika masyarakat masih menyebut istilah ‘Cina’, sebetulnya tidak ada pretensi atau kesengajaan melecehkan orang Tionghoa. Tetapi hal yang lebih urgent (mendesak), bahwa negara harus bertanggung-jawab dengan praktik diskriminasi atau pelecehan melalui sarana hukum. “Surat Edaran (Presidium Kabinet Ampera), peraturan yang menunjukkan kekerasan negara.”
Sikap masyarakat untuk menggunakan istilah “Tionghoa/Tiongkok” perlu waktu. Kondisinya sama seperti black people (warga kulit hitam) di Amerika yang sempat mengalami praktik diskriminasi ras. Tetapi sekarang, masyarakat kulit putih tidak lagi menyebut istilah/panggilan ‘negro’ (kulit hitam). “Mereka bisa ngamuk. Tetapi masyarakat di Amerika sekarang sudah sebut Afro American, sehingga mengandung pengertian, bahwa mereka adalah bagian dari Amerika.”
Masyarakat kulit putih Amerika juga dulunya menyebut black people dengan istilah ‘nigger’ atau ‘budak’. Sama seperti istilah ‘Cina’ yang sejarah berkonotasi merendahkan. Negara Tiongkok, ada negara tengahnya. Dinasti terakhir yang menguasai yaitu dinasti penjajah. Lalu terjadi peristiwa penjajahan yang dilakukan oleh dinasti Qin (baca Ch’in), dinasti ‘Chin’ (abad 3SM) yang akhirnya diterima untuk penerbitan SE Presidium Kabinet Ampera. “Istilah ‘Cina’ itu untuk menjelekkan, membangun inferioritas terhadap orang Tionghoa di Indonesia.” (LHS)
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Tokoh, Pengusaha Tionghoa Berperan Pencabutan SE Presidium Kabinet Ampera

  1. james
    April 7, 2014 at 1:32 am

    ini berarti SBY ada yang meng Dikte yah ??? padahal SBY memberikan kepada Jokowi supaya jangan ada yang menDikte, ha ha ha benar Bumerang deh !!!

Leave a Reply to james Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *