Survei LSI: Masyarakat Kecewa pada Sepak Terjang Politisi Muda + Survei DCSC: Publik Tak Puas dengan Kinerja Wapres Boediono


Anas Urbaningrum

Masyarakat sangat kecewa terhadap sepak terjang politisi muda. Padahal dalam perjalanan sejarah Indonesia, politisi muda acapkali membawa inovasi politik yang baru bagi bangsa.

Hal itu disampaikan peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby. “Politisi muda seakrang dianggap publik justru memproduksi lagi sistem politik yang korup. Dari hasil survei terungkap, bahwa hanya 24,8 persen publik yang menilai baik kiprah politisi muda,” kata Adjie kepada wartawan, di Gedung LSI, Jakarta, baru-baru ini.

Survei LSI dilakukan pada September 2011 dengan 1200 responden di 33 provinsi. Metode yang digunakan multistage random sampling dan margin of error lebih kurang 2,9 persen. Untuk melengkapi temuan, LSI juga melakukan riset kualitatif pada Oktober 2011.

Adjie menjelaskan, definisi politisi muda menurut LSI adalah anggota atau pengurus partai politik (parpol) atau organisasi masyarakat yang berusia di bawah 50 tahun. Dikatakan, LSI memilih usia di bawah 50 tahun lantaran jarang ada politisi berusia di bawah 40 tahun yang menduduki jabatan strategis di partai.

Dijelaskan, hasil survei LSI menunjukkan bahwa politisi muda lebih buruk dibanding seniornya. Tercatat, hanya 15,4 persen responden menganggap politisi muda lebih baik dibanding seniornya, sedangkan 23,8 persen menganggap politisi senior lebih baik dibanding politisi muda dan 37,6 persen menganggap politisi muda sama saja, dan hanya melanjutkan keburukan politisi seniornya.

“Publik khawatir dengan kiprah politisi muda saat ini. Mereka dianggap tidak lebih baik dari seniornya. Bahkan, lebih banyak responden yang menganggap kiprah politisi muda ini lebih buruk dibandingkan seniornya,” jelas Adjie.

Adjie juga memaparkan, menurut hasil survei, masyarakat kota lebih kritis menilai kiprah politisi muda. Pasalnya, hanya 21,2 persen publik di kota menilai positif politisi muda. Sedangkan dari hasil survei masyarakat di desa, hasilnya lebih tinggi yakni 26,5 persen.   Berdasarkan jenis kelamin, ujar Adjie, 26,8 persen perempuan menilai positif politisi muda dan 22,7 persen pria menilai positif.

“Terakhir, berdasarkan tingkat pendidikan, hanya 19,7 persen masyarakat dengan pendidikan minimal sarjana menilai positif politisi muda dan 25,3 persen masyarakat dengan pendidikan SMA ke bawah menilai positif,” papar Adjie.

Adjie mengemukakan, berdasarkan riset kualitatif, ada empat alasan yang membuat publik sangat kecewa dengan kiprah politisi muda saat ini. Pertama, berita kasus korupsi yang membelit lima politisi muda sehingga menempatkan kelimanya sebagai bintang utamanya atau top five isu korupsi sepanjang 2011.

Kelimanya yakni mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) M Nazaruddin (33 tahun), anggota DPR RI dan Wasekjen PD Angelina Sondakh (34 tahun), Ketua Umum PD Anas Urbaningrum (42 tahun), Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dari PD Andi Mallarangeng (48 tahun), Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar (45 tahun).

Kedua, karena kinerja politisi muda di puncak jabatan publik tak ada yang istimewa, bahkan ada yang diproses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, tidak ada prestasi yang menonjol di mata publik untuk politisi muda yang menjabat menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.

Dikatakan, politisi muda yang menjabat sebagai menteri seperti politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjabat Menteri Kehutanan Zulikifli Hasan (49 tahun), politisi PKB yang menjabat sebagai Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faizal Zaini (39 tahun), Muhaimin, dan Andi. “Kepuasan publik atas kinerja empat tokoh itu di bawah 40 persen,” ujar Adjie.

Ketiga, kinerja politisi muda yang memimpin partai politik juga bermasalah. Dalam hal ini muncul lagi nama Anas dan Muhaimin. Kedua politisi muda ini dianggap tidak berprestasi dan justru kini tengah diproses KPK dalam isu kasus korupsi.   Keempat, karena besarnya harapan publik atas kiprah politisi muda.

Publik terlanjur diromantisasi oleh kiprah politisi muda dalam mempelopori inovasi politik di zamannya. Sebut saja lahirnya Budi Utomo pada 1908 yang digerakkan oleh KH Dewantara (20 tahun), Tjipto Mangunkusumo (22 tahun), dan Dr Soetomo (20 tahun).   Selain itu, lahirnya Sumpah Pemuda 1928 yang juga digerakkan politisi muda seperti Sugondo Djojopuspito (24 tahun), Muhamad Yamin (25 tahun), WR Soepratman, dan tokoh politisi muda yang menggerakkan Kemerdekaan Indonesia 1945 seperti Soekarno (44 tahun), Muhammad Hatta (43 tahun) dan Sutan Sahrir (36 tahun).

Terakhir, mahasiswa dan pemuda kembali memainkan peranan dalam perubahan yang terjadi di rezim orde lama dan baru. “Karena itulah, semakin besar harapan, semakin mudah publik kecewa,” tandas Adjie.

 

Boediono

Survei DCSC: Publik Tak Puas dengan Kinerja Wapres Boediono

Sebagian besar publik menyatakan tidak setuju jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diturunkan di tengah jalan. Publik mendukung jika Presiden SBY melanjutkan masa pemerintahannya hingga selesai pada 2014.

Hal itu tergambar dari hasil survei yang dilakukan Developing Countries Studies Center (DCSC) yang dirilis di Jakarta, baru-baru ini. Direktur Eksekutif DCSC Zaenal A Budiyono mengatakan, sebanyak 52 persen publik menyatakan tidak setuju jika Presiden SBY diturunkan sebelum masa jabatannya berakhir.

“Sedangkan, ada 59,8 persen yang tidak mendukung gerakan untuk menurunkan SBY sebagai Presiden sebelum berakhir masa jabatannya pada 2014,” ujarnya.

Dikatakan, ada berbagai alasan publik yang menyatakan tidak mendukung gerakan menurunkan Presiden SBY sebelum masa jabatannya berakhir. Alasan tertinggi adalah untuk memberi kesempatan kepada Presiden SBY menyelesaikan tugasnya. Alasan lain, jika Presiden diturunkan sebelum masa jabatannya belum berakhir, publik khawatir ada kerusuhan.

Di sisi lain, sebanyak 53,4 persen publik tidak setuju jika jabatan Presiden diperpanjang menjadi tiga kali. Begitu juga ketika ditanya, apakah setuju jika SBY menjabat Presiden untuk yang ketiga kali, sebanyak 59,7 persen publik menyatakan tidak setuju.

Survei itu juga menanyakan kepada responden terkait kepuasan terhadap kinerja Presiden SBY, Wakil Presiden Boediono, dan para menteri koordinator (menko). Untuk Presiden SBY, sebanyak 44,6 persen publik menyatakan puas dan 61,1 persen publik menyatakan tidak puas dengan kinerja Wapres Boediono.

Sebanyak 57,5 persen masyarakat menyatakan Presiden SBY sudah bekerja sangat keras dan cukup keras dalam mengatasi masalah yang ada saat ini. Sedangkan, untuk Wapres Boediono, hanya 22,8 persen publik yang menyatakan sangat dan cukup bekerja keras mengatasi masalah.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa adalah menko dianggap paling memuaskan publik. Sebanyak 36,8 persen masyarakat menyatakan puas terhadap kinerja Hatta. Sedangkan, publik yang puas terhadap Menko Polhukam Djoko Suyanto sebanyak 29,3 persen, dan kepuasan terhadap Menko Kesra Agung Laksono sebanyak 26,8 persen. Menanggapi hasil survei itu, pengamat politik Lili Romli mengatakan, harapan masyarakat saat ini sangat tinggi terhadap kinerja pemerintah.

Perombakan kabinet yang dilakukan Presiden SBY pertengahan bulan ini diharapkan bisa membawa perubahan terhadap kinerja pemerintah. “Hasil perombakan kabinet diharapkan dapat mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat dan bukan menurunkan. Perlu ada survei lagi, apakah pasca perombakan bisa meningkatkan kepuasan publik, karena kinerja menteri-menteri itu sangat diharapkan,” katanya.

Terkait kinerja Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang mendapatkan apresiasi tinggi dibandingkan dua menko lainnya, menurut Lili, hal itu karena faktor peluncuran program Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Pembangunan Indonesia

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *