Pelapor Dugaan Korupsi Atut Pernah Mau Dibunuh


Aktivis antikorupsi dari Banten, Uday Suhada, pernah merasakan langsung ancaman dari orang-orang suruhan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Banten itu diancam akan dibunuh oleh orang-orang bayaran Wawan. “Saya akan dibunuh karena melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan Atut,” kata Uday kepada Tempo, pekan lalu.

Ancaman lewat pesan pendek dan telepon sudah biasa dia terima. Ancaman datang setelah dia dan sejumlah aktivis antikorupsi melaporkan dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari anggaran daerah Pemerintah Provinsi Banten. Dalam laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Agustus 2011, Uday dan kawan-kawannya melaporkan dugaan adanya penyimpangan hibah Rp 340 miliar dan bantuan sosial Rp 50 miliar dari APBD Banten 2011.

Terlapornya adalah Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Uday dan pelapor lainya tergabung dalam kelompok Aliansi Banten Menggugat. Kala itu Atut hendak maju dalam pemilihan gubernur periode kedua. Pelaporan itu, menurut Uday, mengusik “ketenangan dan kepentingan” Atut yang saat itu sedang giat berkampanye untuk jadi gubernur lagi.

Menurut Uday, dia tahu akan dibunuh oleh “pembunuh bayaran” yang disuruh Wawan karena salah seorang dari mereka justru yang memberi tahu order pembunuhan itu. Rupanya, dari sekitar 20 orang yang disewa oleh Wawan, satu di antaranya menelepon Uday. Dia justru membocorkan rencana pembunuhan itu. Si penelepon bercerita bahwa orang-orang bayaran itu sedang mencari Uday untuk dihabisi.

Si penelepon bertanya kenapa Uday melaporkan Atut ke KPK. “Saya bilang ke dia, saya melaporkan dugaan korupsi Atut bukan untuk kepentingan saya, tapi untuk kepentingan masyarakat Banten,” ujar Uday. “Kalaupun saya mati dibunuh, saya siap. Ini jihad saya untuk melawan korupsi.”

Mendengar alasan Uday, si penelepon diam sejenak. Lalu dia menyarankan Uday agar tak pulang ke rumahnya di Kecamatan Menes, Pandeglang, Banten, dalam beberapa bulan setelah Agustus itu. Uday juga diminta tak berkendara sendirian. Kepada Uday, si eksekutor mengaku dibayar sekitar Rp 15-20 juta per orang oleh Wawan. Order pembunuhan itu juga diketahui oleh beberapa tokoh jawara di Banten.

Dengan alasan keselamatan, Uday memutuskan tinggal di Jakarta selama dua bulan. Dia menumpang tidur dari satu teman ke teman lainnya. Dia mencukupi kebutuhan hidupnya dari bantuan temannya. Menurut dia, ancaman itu berhenti setelah pada 31 Oktober 2011 Atut, yang berpasangan dengan Rano Karno, kembali terpilih sebagai Gubernur Banten periode kedua.

Pengacara Wawan, Pia Akbar Nasution, yang dimintai tanggapan mengaku tak pernah mendengar cerita order pembunuhan ini dari Wawan. “Saya tidak bisa berkomentar soal itu. Saya hanya berbicara kasus Wawan yang di KPK saat ini,” ujar Pia saat dihubungi, Senin, 11 November 2013.

Wawan, sang “Gubernur swasta” itu, kini meringkuk di tahanan KPK. Dia ditangkap KPK pada 3 Oktober lalu karena dituduh menyuap Rp 1 miliar ke Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam sengketa pilkada Kabupaten Lebak. Bersama Akil, dia sudah ditetapkan tersangka. Terkait kasus ini, KPK mencegah Atut ke luar negeri. Proyek-proyek alat kesehatan di Provinsi Banten juga sedang diusut oleh KPK.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *