Misteri ‘Friday the 13th’


SATU setengah jam memimpin upacara serah-terima jabatan sembilan kepala kepolisian daerah, Kamis pekan lalu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri tetap bugar. Senyumnya terus mengembang. Setengah jam menerima wartawan Tempo setelah acara itu-sayangnya ia meminta semua keterangannya tak dipublikasikan-sang jenderal pun terlihat tak kurang suatu apa.
Sepekan sebelumnya, Jumat 13, Agustus, alias Friday the 13th, Kepala Kepolisian Republik Indonesia itu menjadi bahan spekulasi. Dijadwalkan memimpin serah-terima jabatan sejumlah posisi di Markas Besar Kepolisian, ia tak kunjung datang. Acara batal setelah pengumuman disampaikan. “Kapolri ada rapat dengan Presiden,” kata Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Komisaris Besar Untung Yoga Ana.
Pengumuman itu terlihat konyol setelah juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, membantahnya tak lama kemudian. Menurut dia, tidak ada jadwal pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jenderal Bambang Hendarso pada hari itu. Misteri bertambah karena Bambang Hendarso kemudian juga tidak menghadiri sejumlah acara penting, termasuk penyematan Bintang Mahaputra oleh Presiden di Istana Negara.
Sehari kemudian, Kastorius Sinaga, penasihat ahli Kapolri, menyatakan Bambang Hendarso sakit. Namun kabar ini mentah kembali setelah dibantah Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Inspektur Jenderal Edward Aritonang. Ia mengatakan bosnya tidak sakit. “Beliau kebetulan ada tugas luar,” katanya.
Baru Senin pagi pekan lalu, Bambang Hendarso akhirnya muncul ke publik. Ia memimpin upacara yang dibatalkan pada Jumat sebelumnya. Ketika berpidato dalam acara itu, ia mengatakan, “Ada yang bilang saya menghilang misterius atau bunuh diri.” Diam sejenak, ia melanjutkan, “Padahal saya tidak bisa hadir karena keterbatasan saya sebagai manusia.”
Kepada orang-orang dekatnya, Bambang Hendarso menuturkan, pada Jumat pagi selepas subuh ia hendak berolahraga. Ketika melakukan peregangan kaki, ia merasa mual dan pusing. Ia pun segera menuju kamar mandi. Di situ, ia muntah-muntah.
Tempo memperoleh informasi lain dari sejumlah sumber di kepolisian. Mengaku mendengar dari para petinggi Markas Besar Kepolisian, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane pun menceritakan versi yang sama. Menurut Neta, Jumat sehabis subuh, Bambang Hendarso menghadap Presiden Yudhoyono di kediaman pribadinya, Puri Cikeas Indah, Bogor.
Jenderal Bambang Hendarso semula hendak melaporkan pelaksanaan restrukturisasi organisasi kepolisian. Peraturan presiden yang mengatur struktur baru telah ditandatangani presiden sebelumnya. Pagi itu, menurut Neta, Bambang Hendarso sekaligus akan melaporkan rencana pelantikan sejumlah pejabat utama Markas Besar Kepolisian dan kepala kepolisian daerah. “Alih-alih bisa menjelaskan soal itu, Kapolri justru dicecar pertanyaan tentang sejumlah persoalan,” katanya.
Menurut seorang sumber, Presiden antara lain mempersoalkan pengangkatan sejumlah perwira menjadi kepala kepolisian daerah. “Ada pertanyaan, mengapa kapolda yang berprestasi dicopot, sementara jenderal yang terkait dengan rekening gendut malah diangkat,” kata sang sumber.
Neta menyatakan mendapat informasi bahwa Presiden gerah terhadap pemilihan para perwira untuk mengisi pos strategis di kepolisian. Dua yang paling disorot adalah pengangkatan Inspektur Jenderal Badrodin Haiti menjadi Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, dan pencopotan Inspektur Jenderal Alex Bambang Riatmojo sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Badrodin, sebelumnya Kepala Badan Pembinaan Hukum Markas Besar Polri, termasuk salah satu yang berada di daftar pemilik rekening yang melakukan transaksi mencurigakan versi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Aneka perpindahan keuangannya dianggap tak sesuai dengan profil pendapatannya sebagai perwira polisi.
Adapun Alex Bambang lama memiliki hubungan dekat dengan Yudhoyono. Pada pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, ketika Yudhoyono menjabat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Alex menjadi salah satu deputinya. Ia banyak melakukan kegiatan politik, termasuk melakukan survei popularitas politik pada waktu itu, yang menempatkan Yudhoyono di posisi teratas.
Menurut versi seorang sumber, Alex Bambang sempat mengeluhkan pencopotannya kepada Presiden di Cikeas. Ia merasa telah banyak berprestasi dalam mengendalikan keamanan Jawa Tengah. Dimintai konfirmasi, Alex menolak berkomentar. Melalui orang dekatnya, ia menyatakan tidak pernah mengadukan pencopotannya ke Presiden. “Sekarang saya jauh dengan beliau,” kata Alex, melalui orang itu.
Sumber lain menceritakan, pertemuan Presiden dengan Jenderal Bambang Hendarso hanya berlangsung sesaat. Kapolri lantas diperintahkan menemui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Bambang Hendarso, yang ditemui Tempo di kantornya pada Kamis pekan lalu, membantah bertemu Presiden pada Jumat pagi dua pekan lalu. “Tidak ada itu,” katanya. Menteri Djoko juga membantah berencana bertemu Kepala Kepolisian pada hari itu. “Sesuai jadwal, saya tidak ada agenda bertemu Kapolri,” katanya. “Tidak ada juga pertemuan Kapolri dengan Sekretaris Menteri.”
Julian Aldrin Pasha membantah informasi bahwa Istana melakukan intervensi dalam penunjukan pos kepala kepolisian daerah. “Itu adalah hak prerogatif Kapolri,” katanya. Bantahan serupa datang dari Untung Yoga Ana. “Tidak ada intervensi sama sekali,” katanya, Kamis pekan lalu.
Jenderal Bambang biasa menghadap Presiden di Cikeas di luar agenda yang tertulis. Sabtu pekan ketiga Juli lalu, misalnya, Presiden memanggilnya ke Cikeas. Presiden menegurnya karena dinilai tidak tegas dalam menyelesaikan kasus mafia hukum dan rekening mencurigakan milik sejumlah perwira polisi.
Setelah laporan transaksi janggal di rekening enam perwira tinggi serta sejumlah perwira menengah terbuka ke publik, Markas Besar Kepolisian terus disorot. Aneka transaksi yang tak sesuai dengan profil tercatat di rekening milik Inspektur Jenderal Budi Gunawan (Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri), Komisaris Jenderal Susno Duadji (mantan Kepala Badan Reserse Kriminal yang kini ditahan sebagai tersangka kasus korupsi), juga Badrodin Haiti.
Ada pula transaksi di rekening Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Mathius Salempang, mantan Kepala Korps Brigade Mobil Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Komisaris Besar Edward Syah Pernong, dan Komisaris Umar Leha. Alih-alih mengusutnya, Markas Besar Kepolisian justru “membersihkan” para perwira pemilik rekening, dengan menyatakan tak ada unsur pidana pada aneka transaksi itu. Itu sebabnya, Presiden memanggil Jenderal Bambang ke Cikeas, Sabtu pertengahan bulan lalu.
Pertemuan itu tak terbuka ke publik, sampai staf khusus presiden bidang hukum, Denny Indrayana, membukanya ke media massa, lima hari kemudian. Mengaku mendapat perintah Yudhoyono, Denny mengirim pesan ke telepon seluler para wartawan, mengabarkan pertemuan itu. “Kapolri diminta lebih peka terhadap masukan masyarakat,” Denny menulis dalam pesannya.
Bagi Nasir Djamil, politikus Partai Keadilan Sejahtera, simpang-siur dan saling bantah soal keberadaan Kepala Kepolisian, Jumat dua pekan lalu, merupakan bagian dari manuver sejumlah perwira yang gerah dengan kebijakan Bambang Hendarso. Mereka mendelegitimasi Bambang Hendarso dan jenderal-jenderal pilihannya. “Ini agar muncul kesan orang-orang yang ditunjuk Kapolri tidak legitimate,” ujarnya.
Toh, akhir pekan lalu, kesehatan Jenderal Bambang tampaknya telah pulih benar. Ia menghadiri sejumlah acara, termasuk datang ke Istana Negara pada Jumat malam.


Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *