Kala Fauzi Bowo Ingatkan Jokowi


Mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengingatkan Gubernur Joko Widodo agar berhati-hati membuat program pembangunan. Jika salah, Jakarta akan bernasib sama dengan Detroit di Amerika Serikat yang bangkrut karena terlalu berat menanggung beban keuangan.

“Jika manajemen pengelolaan kota salah, pemerintah bisa kesulitan membiayai warganya. Saya mengingatkan kasus kota Detroit yang bangkrut. Seharusnya, kita bisa belajar dari kasus itu,” kata Fauzi Bowo, Minggu (25/8/2013), saat menggelar ramah tamah di kediamannya, Jalan Teuku Umar Nomor 19, Jakarta Pusat.

Hadir dalam acara itu Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana, penyanyi dangdut Rhoma Irama, sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan warga yang tergabung dalam Majelis Zikir Al Fauz.

Detroit, ujar Fauzi, bangkrut karena kesalahan manajemen kota. Pemerintah setempat tidak mampu menanggung beban biaya operasional kebutuhan warganya. Beberapa program andalan Gubernur Joko Widodo di bidang perumahan dan kesehatan dinilai menelan biaya besar. Kebutuhan anggaran ini akan semakin besar karena pada saat pengelolaan proyek pembangunan dibutuhkan subsidi.

“Program-program seperti itu harus dihitung dengan tepat agar tidak salah langkah,” katanya.

Dicontohkan, Pemerintah Singapura lebih fokus menyejahterakan warganya terlebih dahulu, kemudian memindahkan mereka tinggal di rumah susun. Dengan cara ini, subsidi yang dikucurkan negara bisa ditekan karena warga bisa membayar biaya sewa hunian rumah susun.

Pendapat serupa beberapa kali disampaikan pengamat permukiman kota dari Universitas Tarumanagara, Darrundono. Menurut dia, memindahkan warga dari tempat tinggalnya ke rumah susun belum menyelesaikan persoalan. Persoalan berikutnya adalah apakah pemerintah daerah memiliki keuangan yang cukup memberikan subsidi jika semua rumah susun yang ditargetkan terbangun.

“Belum ada teori orang pindah ke rusun langsung bisa kaya,” kata Darrundono.

Program Jokowi

Terkait program Jokowi, Fauzi menilai sejauh ini sudah cukup bagus. Hanya, sebagian program, seperti penertiban pedagang kaki lima (PKL), bukan hal baru. Pada saat dirinya menjabat sebagai gubernur, Fauzi juga mengatakan pernah menertibkan PKL di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Namun, program tersebut kurang mendapat perhatian media.

“Penertiban PKL pernah saya lakukan di Senen, cuma apakah ada media yang memberitakan?” kata Foke, sapaan Fauzi Bowo.

Sementara mengenai lelang jabatan lurah dan camat, menurut Foke, hal itu tidak ada yang istimewa karena mereka yang terpilih 80 persen adalah pegawai karier di bidangnya. Artinya, mereka sudah berada di jalur yang tepat selama ini.

Seiring dengan perkembangan kota, Fauzi mengingatkan, hal yang patut mendapat perhatian adalah peningkatan kendaraan bermotor. Dia meminta Pemprov DKI Jakarta segera mengambil langkah strategis agar Ibu Kota tidak terbelit persoalan kemacetan.

Persoalan ini, katanya, hanya bisa diatasi dengan kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah di sekitarnya. Sayangnya, koordinasi tersebut belum berjalan maksimal.

Kota Tangerang kesulitan

Sementara itu, Pemerintah Kota Tangerang terhitung sejak Selasa (13/8/2013) menghentikan kerja sama pengobatan gratis dengan 4 dari 32 rumah sakit. Padahal, kontrak kerja sama itu masih berlangsung hingga akhir tahun 2013.

Keempat rumah sakit yang diputus kontraknya di tengah jalan itu adalah grup Sari Asih, yakni Sari Asih Ar-Rahman, Ciledug, Karawaci, dan Sanggiang.

Alasan pemutusan, utang Pemkot Tangerang atas empat rumah sakit itu terlalu besar, yakni Rp 22 miliar dari Rp 70 miliar utang keseluruhan. Sebelumnya, Rumah Sakit Hermina mengundurkan diri untuk kerja sama itu.

Direktur Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Konsumen Indonesia Marius Widjaja menilai, pemutusan kerja sama itu menandakan Pemkot Tangerang tidak siap dengan programnya untuk memberikan pelayanan gratis kepada semua lapisan warga dengan model penggunaan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga.

“Ini menunjukkan sikap yang tidak profesional dari Pemkot Tangerang dalam membuat program pengobatan gratis kepada warganya. Sekarang ada lima rumah sakit yang sudah putus kontrak. Besok-besok, karena tidak sanggup bayar, kontrak dengan rumah sakit lain juga bisa diputus,” kata Marius.

Seharusnya, Pemkot Tangerang merencanakan secara matang program itu sehingga tidak putus di tengah jalan.

Selaku regulator, lanjut Marius, Pemkot juga tidak perlu campur tangan dalam hal operasional. Pemkot cukup menunjuk operator untuk mengelola program tersebut.

“Salah kelola program ini, lambat laun, akan membuat Pemkot bangkrut akibat utang menumpuk yang tidak dapat dibayarkan akibat salah mengelola program ini,” ujar Marius.

Pemkot harus mengkaji ulang programnya tersebut. Pemkot juga harus mengkaji warga yang berhak mendapat pengobatan gratis, yakni hanya yang tergolong miskin.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *